Brilio.net - Saat tiba bulan Ramadan, umat muslim wajib menjalani menahan makan dan minum dari sebelum terbitnya fajar hingga magrib. Selama berpuasa, setiap orang juga diharapkan menahan hawa nafsu, termasuk berhubungan badan.
Nah, apakah hubungan badan selama Ramadan dilarang?
BACA JUGA :
Fakta salat tarawih 'kilat' di Indramayu, 23 rakaat cuma 7 menit
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai hubungan badan saat Ramadan, yuk simak tanya jawab mengenai hal tersebut bersama Ustaz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, seperti dilansir brilio.net dari Antara, Rabu (8/5).
Berhubungan badan antara suami dan istri mungkin tidak dilarang pada bulan Ramadan, tapi kapan sebaiknya hal itu dilakukan agar tidak mengganggu ibadah di bulan suci ini?
Pada bulan suci Ramadan, pasangan suami-istri tidak diperkenankan untuk melakukan hubungan badan di siang hari karena bisa membatalkan puasa. Bahkan bukan hanya itu, tetapi juga wajib membayar kaffarat atau denda atas perbuatan tersebut.
BACA JUGA :
Tarawih pakai sepatu baru, pria ini alami nasib apes saat pulang
Karena itu maka pemenuhan hasrat seksual pada bulan suci Ramadan hanya bisa dilakukan pada malam hari di bulan suci Ramadan.
Lantas kapankah waktu yang tepat untuk melakukan hubungan tersebut pada bulan suci Ramadhan?
Secara spesifik kami belum menemukan penjelasan yang memadai mengenai waktu hubungan badan suami istri di malam bulan suci Ramadan. Namun yang jelas hubungan suami istri sebaiknya dilakukan pada saat pikiran dalam kondisi tenang dan fresh.
Hal ini sebagaimana ijmak para ulama yang menyatakan bahwa hubungan badan suami istri yang dilakukan dalam kondisi pikiran tidak fresh itu bisa menimbulkan dampak negatif. Karena itu, menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani hubungan suami istri sebaiknya dilakukan pada akhir malam.
Alasan yang dikemukakan beliau adalah biasanya pada awal malam pikiran orang masih semrawut dan dipenuhi dengan berbagai problem.
"Ibnu Hajar berkata: Mengakhirkan hubungan badan sampai akhir malam itu lebih utama. Karena pada awal malam biasanya pikiran orang itu masih belum fresh. Sedangkan menurut ijma para ulama berhubungan badan dalam kondisi pikiran masih semrawut itu bisa menimbulkan dampak negatif." (Lihat, Abu al-Hasan al-Mubarakfuri, Mirah al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih, juz, IV, h. 324)
Jika pandangan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani ini ditarik dalam konteks hubungan suami istri ini maka hubungan badan sebaiknya dilakukan menjelang sahur, yaitu setelah istirahat tidur malam. Dan tentu sebaiknya diawali dengan shalat tahajud terlebih dahulu. Dan setelah mandi dilanjutkan dengan sahur.
Bagaimana jika dilakukan setelah berbuka puasa?
Ada juga riwayat yang dikemukakan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya'-nya yang menyatakan bahwa sahabat Ibnu Umar RA yang dikenal sebagai sosok yang zuhud dan alim mengawali buka puasa dengan berhubungan badan. Dan kadang hal tersebut dilakukan sebelum salat magrib. Setelah itu baru mandi dan mengerjakan salat. Namun riwayat ini tidak menjelaskan secara pasti seberapa seringnya Ibnu 'Umar ra melakukannya.
"Dan diriwayatkan dari Ibnu 'Umar rabeliau termasuk sahabat yang zuhud dan alimbahwa ia berbuka puasa dengan jimak sebelum makan. Kadang-kadang beliau melakukan jimaknya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, kemudian mandi dan mengerjakan shalat. Dan hal tersebut dilakukan untuk memfokuskan hati beribadah kepada Allah" (Lihat, Abu Hamid al-Ghazali, Ihya` Ulumiddin, juz, II, h. 33).
Hemat kami apa yang dilakukan sahabat Ibnu 'Umar ra masih menyisakan pertanyaan, yaitu, apakah orang yang menyegerakan berbuka puasa dengan jimak itu juga akan mendapat pahala kesunnahan sebagaimana ia mendapatkanya dengan mensegerakan berbuka dengan makanan?
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa salah satu yang disunnahkan bagi orang yang berpuasa adalah menyegerakan untuk berbuka puasa ketika sudah masuk waktunya. Dan menurut pendapat yang mu'tamad (yang dapat dijadikan pegangan) di kalangan madzhab Syafii bahwa menyegerakan berbuka puasa dengan jimak tidak mendapatkan pahala kesunnahannya. Demikian sebagaimana dikemukakan Kiai Nawawi Banten dalam kitab Nihayah az-Zain sebagai berikut:
"Pendapat yang mu'tamad (didapat dijadikan pegangan) adalah tidak terdapat kesunahan menyegerakan berbuka puasa dengan jimak karena jimak dapat melemahkan stamina." (Kiai Nawawi Banten, Nihayah az-Zain, h. 194)
Terlepas dari dari perbedaan penjelasan dalam soal hubungan badan suami istri ini, maka hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa waktu yang baik untuk melakukan hubungan badan suami istri di malam bulan suci Ramadan adalah ketika kondisi fisik fit dan pikiran fresh. Sebab, menurut ijmak para ulama hubungan badan yang dilakukan dalam kondisi pikiran yang tidak fresh itu bisa menimbulkan dampak negatif.