Brilio.net - Salah satu saksi ahli yang rencananya dihadirkan pada sidang ke-16 kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah Noor Aziz, sebagai seorang ahli hukum pidana.
Namun sayangnya, pada agenda kali ini Aziz tidak bisa menghadiri persidangan. Pihak pengacara Ahok hanya membacakan BAP Noor. Pada BAP itu Noor mengatakan pendapat dan sikap keagamaan yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang kasus yang kini menimpa Ahok tak bisa dijadikan sebagai landasan hukum.
BACA JUGA :
Ini pendapat ahli tentang kata 'bohong' dalam pidato Ahok
"Pendapat dan sikap keagamaan bukan sumber hukum nasional serta tak bisa dijadikan landasan untuk menuduh seseorang melakukan tindak pidana," ujar pengacara Ahok yang membacakan BAP Azis di Kementan, Jaksel, Rabu (29/3).
Azis menerangkan, sumber hukum di Indonesia terdiri dari beberapa macam, seperti undang-undang, traktat ataupun kebiasaan. Kemudian sumber hukum lain yang bisa dijadikan landasan adalah seperti yurisprudensi maupun doktrin.
"Jadi pandangan dan sikap keagamaan MUI tak punya kekuatan hukum. Sikap keagamaan MUI tak bisa dijadikan ukuran ada atau tidaknya tindak pidana di Pasal 156 atau 156a KUHAP," tuturnya.
BACA JUGA :
Ini isi kesaksian Habib Rizieq dalam persidangan ke-12 Ahok
Selain itu, tambah Azis, Ahok juga tak ada niat untuk menodakan agama. Hal ini bisa dilihat tak adanya niat Ahok mengikatkan kebencian atau tidak adanya niat Ahok membuat perseteruan.
"Dalam pernyataannya kemarin (Kepulauan Seribu) Ahok mengharap sekali mendapat dukungan terkait programnya. Oleh karena itu dia tak mungkin memusuhi (warga)," katanya.
Sebelumnya terjadi perdebatan terkait boleh tidaknya BAP ahli dibacakan. Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono menyampaikan keberatannya. Sebab, hanya saksi yang boleh dibacakan BAP-nya bila tak hadir di persidangan, bukan ahli.
"Sesuai ketentuan pasal 162 KUHAL yang dibacakan saksi yang tak hadir di sidiangan, sedangkan ahli tidak ada. Sebaiknya ahli yang tidak hadir tak dibacakan," tuturnya.
Pengacara Ahok, I Wayan Sudarta menerangkan, apabila melihat makna pasal 162 saksi maupun ahli yang tidak hadir diperlakukan sama, yang penting ahli dan saksi sudah di BAP.
"Dengan alasan seperti itu mohon berdasarkan praktik beracara, ahli dibuat kemudian, disumpah terlebih dulu di kepolisian, dimaksudkan berjaga-jaga. Karena ahli sudah disumpah maka kami mohon untuk dibacakan," jelasnya.
Setelah bermusyawarah, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarso akhirnya memutuskan BAP bisa dibacakan. "Karena ahli ada dalam berkas dan sudah disumpah bisa dibacakan. Itu keputusan yang diambil majelis. Kalau saudara (JPU) keberatan silakan, akan kami catat di BAP ini," kata hakim Dwiarso.