Brilio.net - Kesenjangan pendidikan antara wilayah Indonesia Timur dan daerah lain seperti Pulau Jawa bukanlah cerita baru. Dalam kunjungan kerjanya ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (3/12), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Muti, mengangkat visi besar Pendidikan Bermutu untuk Semua. Namun, pertanyaannya: seberapa realistis komitmen ini bisa diwujudkan?
Dalam sambutannya, Abdul Muti menekankan pentingnya pemerataan kualitas pendidikan bagi seluruh anak Indonesia, tanpa terkecuali. Kami memiliki visi Pendidikan Bermutu untuk Semua, yang berarti tidak ada satu pun anak Indonesia yang tertinggal dalam memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas, ujar Menteri Muti seperti dikutip oleh brilio.net.
BACA JUGA :
Kuliah jadi harapan meningkatkan taraf kehidupan, tapi kenapa hampir 1 juta sarjana belum dapat kerja?
Peningkatan kualitas guru menjadi salah satu langkah strategis yang digagas pemerintah. Menurut Muti, guru adalah ujung tombak pendidikan sehingga kompetensi mereka perlu terus ditingkatkan. Selain itu, Kemendikdasmen berencana mengoptimalkan peran lembaga seperti Badan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) dan Balai Guru Penggerak.
Namun, meski niat pemerintah tampak mulia, implementasi visi ini di lapangan kerap menghadapi berbagai hambatan. Wilayah Indonesia Timur, termasuk NTT, masih menghadapi persoalan mendasar, mulai dari minimnya fasilitas pendidikan hingga kurangnya guru berkualitas.
BACA JUGA :
440 Ribu pelajar terpapar judi online, Mendikdasmen ungkap program ini bakal jadi solusi
foto: kemendikbud.go.id
Realita di lapangan menunjukkan kesenjangan pendidikan di Indonesia Timur masih sangat mencolok dibandingkan Pulau Jawa. Banyak sekolah di NTT yang masih kekurangan ruang kelas layak, laboratorium, hingga akses teknologi.
Dalam kunjungannya, Menteri Muti mengakui adanya kesenjangan ini. Kami menyadari bahwa kesenjangan kualitas pendidikan masih menjadi tantangan, terutama antara sekolah-sekolah di Pulau Jawa dan daerah-daerah lainnya, seperti Nusa Tenggara Timur ini, ungkapnya.
Tantangan lain adalah sulitnya mengakses daerah terpencil, yang sering kali menyebabkan distribusi tenaga pendidik dan sarana pendidikan tidak merata. Akibatnya, siswa di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) sulit mendapatkan pendidikan berkualitas.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, dalam kesempatan yang sama menyampaikan pentingnya pemerataan pendidikan. Ia menyebut pemerintah mengusung semangat Indonesia Sentris untuk memastikan pembangunan di seluruh wilayah, termasuk pendidikan di NTT.
Kami ingin memastikan pembangunan pendidikan di Indonesia Timur tidak tertinggal. Dengan semangat Indonesia Sentris, kami akan terus bekerja keras demi meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah 3T, termasuk NTT, untuk menciptakan SDM unggul dan kompetitif, ujar Fajar seperti dikutip oleh brilio.net.
foto: kemendikbud.go.id
Untuk menjawab tantangan ini, perlu langkah lebih konkret yang langsung menyentuh kebutuhan wilayah 3T. Program pelatihan guru yang inklusif, distribusi anggaran yang adil, hingga pembangunan infrastruktur pendidikan yang masif harus menjadi prioritas.
Kemendikdasmen juga perlu mengadopsi pendekatan berbasis kebutuhan daerah, bukan pendekatan seragam yang kerap tidak relevan di wilayah terpencil. Kolaborasi dengan pemerintah daerah dan komunitas lokal dapat menjadi salah satu solusi untuk memastikan efektivitas kebijakan.
Visi pendidikan bermutu untuk semua memang terdengar ideal. Namun, realisasinya memerlukan komitmen lebih besar, terutama untuk menjangkau wilayah yang selama ini terabaikan. Langkah Mendikdasmen mengunjungi NTT patut diapresiasi, tetapi masyarakat menanti hasil nyata dari kebijakan tersebut.