Brilio.net - Kepergian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, di Guangzhou, China, pada Minggu (7/7) dini hari waktu setempat jelas meninggalkan duka yang begitu mendalam.
Kesedihan atas berpulangnya pria 49 tahun setelah menjalani perawatan kanker paru-paru stadium 4 tersebut tak hanya dirasakan oleh keluarga dan kerabat terdekat saja. Para wartawan pun merasa kehilangan sosok yang telah banyak membantu tugas mereka.
BACA JUGA :
Sutopo Purwo pernah punya pesan khusus pada santri NU, ini isinya
Adalah Gemma Holliani Cahya salah satunya. Jurnalis The Jakarta Post ini mengaku bahwa baginya Sutopo PurwoNugroho bukan sekadar seorang Humas BNPB. Lebih dari itu Sutopo ialah kawan baik.
Pagi ini saya rasa saya dan teman-teman wartawan tidak cuma kehilangan seorang humas BNPB tapi juga kehilangan kawan baik yang selalu bisa diandalkan. Saya mau cerita sedikit tentang Pak Topo @Sutopo_PN
Gemma Holliani Cahya (@hollycahya) July 7, 2019
Panjang sih tapi sebenarnya.
BACA JUGA :
10 Makanan & minuman cegah kanker paru-paru, penyakit Sutopo Purwo
Dalam sebuah utas yang ia tuliskan melalui Twitter pada Minggu (7/7), Gemma memaparkan bahwa Sutopo adalah sosok yang murah hati. "Pak Topo sering sekali melayani pertanyaan wartawan via telpon atau WA text. Bahkan wartawan yang nomernya belum dia simpan. Dia mudah sekali dihubungi. Dan untuk berita terkait kebencanaan yang wartawan dan masyarakat butuh kejelasan dengan cepat, peran Pak Sutopo itu sangat besar. We owe him a lot," tulisnya.
"(Sutopo juga) bilang, 'Kalau mau dimasukkan ke grup WA bencana juga silahkan minta ke saya, nanti saya masukkan. Nanti kalau ada rilis-rilis seperti prescon hari ini akan saya kirim. Kalau mau, kasih emailmu juga nanti saya kirim ke email," tambah Gemma.
foto: liputan6.com
Hal tersebut juga masih dilakukan Sutopo ketika ia jatuh sakit. Meski raganya semakin hari semakin melemah, tidak begitu dengan dedikasinya atas profesi. Beberapa kali, dalam grup WA bencana, Sutopo bahkan kerap sharing tentang sakitnya sekaligus meminta doa.
"Tanggal 12 Februari tahun lalu Pak Topo sharing ke grup-grup beliau bahwa dokter bilang dia kena kanker paru stadium 4. Dia minta doa. Saya ingat beberapa minggu kemudian ada konpers di BNPB, saya datang, beliau sudah lebih pucat dan kurusan," cerita Gemma.
"Waktu ngobrol habis preskon beliau bilang 'Saya juga bingung wong saya ini tidak pernah merokok. Tapi ya namanya juga perjuangan hidup, harus dinikmati dan dijalani.' Cerita beliau sih meski tidak merokok temen-temennya sering merokok disekitarnya. 'Mungkin itu,' kata beliau," papar Gemma.
Gemma juga bercerita bahwa meski sakitnya sudah memasuki stadium 4, saat konferensi pers Sutopo selalu bersuara lantang dan jelas. "Bagi saya, tidak ada yang berubah dari semangat menjelaskannya itu setelah ataupun sebelum kanker. Suaranya tetap lantang dan jelas. Stadium 4 juga masih rajin konpers kalau ada bencana. Waktu gempa & tsunami di Sulawesi hampir tiap hari ada konpers. Itu dia hampir tiap hari datang untuk update gempa ke wartawan. Selesai konpers juga masih harus melayani doorstop dan masih harus on-cam diwawancarai lagi sama anak TV." imbuh Gemma.
Lebih lanjut, di tengah-tengah keriuhan politik Indonesia saat ini, bagi Gemma, Sutopo adalah sebuah pengingat akan jiwa baik yang negeri ini rindukan. "Dedikasinya dan kesetiannya pada pelayanannya itu menyentuh siapa saja yang ditemuinya," pungkasnya.