1. Home
  2. »
  3. Serius
22 Agustus 2017 17:45

Kisah Mahfud MD yang pernah menjalin kerja sama dengan First Travel

Negara tak berkewajiban mengganti kerugian korban dugaan penipuan. Kurnia Putri Utomo

Brilio.net - Penipuan besar-besaran yang dilakukan First Travel ternyata telah tercium gelagatnya dari tahun-tahun sebelumnya. Beberapa keberangkatan rombongan umrah menuai kendala, hingga nyaris gagal berangkat.

Hal ini dituturkan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD yang pernah bekerja sama dengan First Travel.

BACA JUGA :
10 Gaya glamor Anniesa Hasibuan, bos First Travel yang terciduk polisi


Dikutip brilio.net dari Antara (22/8), Mahfud pernah menggunakan jasa First Travel pada tahun 2011 ketika ia menjabat sebagai Ketua Alumni Universitas Islam Indonesia (UII). Ia pernah menjalin kerjasama dengan First Travel untuk memberangkatkan 750 orang. Kala itu biaya pemberangkatan cukup murah yakni Rp 12 juta per orang.

Berikutnya, Mahfud kembali menggunakan jasa First Travel untuk memberangkatkan 500 orang. Namun pemberangkatan kali itu mengalami kendala.

"Sampai di Jakarta penerbangannya ditunda, ini sudah dari seluruh Indonesia, sampai di Bandara ini ditunda tiga hari, padahal orang sudah cuti dan harus mengurus sendiri di situ, masih bisa berangkat," jelasnya.

BACA JUGA :
Mereka yang suka foya-foya pakai uang hasil penipuan, kok tega ya?

Ia juga menceritakan bahwa rombongan ketiga yang berangkat mengalami nasib yang lebih buruk. Rombongan dipisah jalur keberangkatannya. Hal ini membuat kenyaamanan rombongan terganggu.

"Suaminya terbang ke Jeddah, istrinya terbang lewat mana, itu sehingga di Mekah pun menjadi terpisah-pisah, sehingga umroh menjadi kurang menyenangkan," tuturnya.

Setelah tiga kali memberangkatkan rombongan dengan Firt Travel, Mahfud memutuskan untuk berhenti bekerjasama. Ia menciun adanya gelagat tidak benar yang dilakukan First Travel. Dugaannya pun terbukti hingga terkuaknya kasus penipuan pada tahun 2017.

"Saya putus tidak boleh kerja sama dengan Fisrt Travel karena ini akan terjadi sesuatu, dan sekarang sesuatunya itu terjadi betul," jelasnya.

Pakar Hukum Tata Negara ini juga menegaskan, terkait kasus hukumnya, tidak ada kewajiban negara untuk mengganti kerugian korban dugaan penipuan.

"Negara tidak berkewajiban. Kewajiban hukumnya tetap kepada yang menipu, kalau yang menipu tidak cukup yaitu yang menjadi korban, makanya dihukum dia," ucapnya.

Menurut Mahfud, negara tidak harus bergantung, kecuali negara berbaik hati. Tetapi kewajiban negara tidak ada, kalau negara berbaik hati kita pujilah," ucapnya.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags