Brilio.net - Pendidikan di Indonesia tampaknya akan kembali menghadirkan ujian nasional (UN) setelah beberapa tahun dihapuskan. Pasalnya, Komisi X DPR RI memberikan respons terbuka terkait rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, yang ingin mempertimbangkan kembali penerapan UN.
Hal ini bisa menjadi berita besar dalam dunia pendidikan Indonesia, mengingat ujian nasional pernah menjadi salah satu tonggak evaluasi penting bagi siswa di berbagai jenjang pendidikan.
BACA JUGA :
Bela guru Supriyani, begini sikap tegas dari ketua DPR RI Puan Maharani
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk membahas lebih lanjut wacana kembalinya ujian nasional dalam sistem pendidikan. Menurut Hetifah, perubahan dalam sistem pendidikan adalah hal yang wajar dan perlu dikaji secara mendalam agar tidak menjadi momok yang membuat siswa stres, baik di tingkat sekolah dasar, menengah pertama, maupun sekolah menengah atas.
foto: Instagram/@hetifah
BACA JUGA :
Mengenal hak dan kewajiban guru pada siswa menurut undang-undang, fokus mendidik dan membimbing
Dengan mempertimbangkan pengalaman sebelumnya, Komisi X berharap wacana ini dipikirkan secara matang dan tidak kembali menimbulkan rasa takut yang pernah dialami para siswa ketika menghadapi UN.
Kami selalu terbuka ya kepada perubahan, apakah namanya juga UN atau apa, dikutip Antara.
Selain itu, Hetifah mengingatkan bahwa jika UN benar-benar kembali diterapkan, diperlukan langkah-langkah pencegahan untuk menghindari kecurangan yang mungkin terjadi. Kecurangan memang menjadi salah satu masalah besar dalam pelaksanaan UN di masa lalu, karena hasil ujian yang dipandang krusial sering kali memunculkan tekanan besar, baik di kalangan siswa maupun pengajar.
Dengan begitu, apabila UN diterapkan kembali, sistem pengawasannya juga harus lebih ketat dan terstruktur agar hasil ujian tetap kredibel dan mencerminkan kemampuan siswa secara objektif.
Di balik kontroversi pelaksanaan UN, Hetifah melihat adanya sisi positif dari ujian nasional. Menurutnya, ujian bisa berfungsi sebagai motivasi bagi siswa untuk lebih giat dalam belajar. Adanya target atau tujuan akhir dalam bentuk ujian bisa memacu siswa untuk belajar lebih serius dan bertanggung jawab terhadap pendidikan mereka.
Memang anak-anak juga mungkin harus diberi semangat supaya dia lebih termotivasi belajar. Jadi, ada kesan kalau tidak ada ujian, itu nggak semangat, ujar Hetifah.
Dalam pandangan ini UN dilihat sebagai sarana untuk mendorong siswa mencapai standar tertentu dan meningkatkan kualitas pendidikan. Tanpa adanya ujian, bisa jadi siswa kurang merasakan pentingnya belajar dan tidak punya acuan pasti dalam mengukur kemampuan mereka sendiri.
foto: X/@tedi_kamang04
Sejak UN dihapus pada 2021 di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, sistem evaluasi siswa di Indonesia diubah menjadi asesmen nasional. Asesmen nasional bertujuan mengukur kualitas pendidikan melalui asesmen kompetensi minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar, bukan lagi menjadi penentu kelulusan.
Dalam asesmen ini siswa tidak mendapatkan tekanan seberat ujian nasional karena hasil asesmen tidak menentukan kelulusan mereka, tetapi lebih fokus pada gambaran umum kualitas pendidikan di berbagai daerah.
Namun, asesmen nasional juga masih menuai pro dan kontra. Meski dinilai lebih efektif dalam mengukur kualitas pendidikan, ada yang merasa bahwa siswa kehilangan motivasi untuk belajar keras karena tidak ada ujian akhir yang menjadi penentu nasib mereka. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu alasan Mendikdasmen Abdul Mu'ti kembali melirik kemungkinan memberlakukan UN. Jika UN kembali diberlakukan, kemungkinan besar aspek motivasi belajar siswa akan kembali ditekankan.
Jika ujian nasional kembali diberlakukan, tantangan besar lainnya adalah menyesuaikan UN dengan pendekatan pendidikan terbaru, seperti Kurikulum Merdeka Belajar dan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi.
Pendidikan di Indonesia saat ini sedang bergerak ke arah yang lebih fleksibel, di mana siswa didorong untuk belajar sesuai dengan kemampuan dan minat mereka. Sistem zonasi PPDB juga menjadi strategi untuk mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolah-sekolah di perkotaan dan pedesaan.
Untuk itu, jika UN benar-benar diterapkan lagi, diperlukan penyesuaian agar sistem tersebut selaras dengan prinsip pendidikan yang lebih inklusif dan adil. Komisi X dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diharapkan melakukan koordinasi intensif guna menyelaraskan konsep ujian dengan kebutuhan dan situasi pendidikan saat ini.