Brilio.net - Sudah setengah tahun Covid-19 menyerang Indonesia. Virus corona sudah menelan banyak korban, dari mulai rakyat biasa hingga sederet publik figur di Tanah Air. Hingga saat ini, pandemi belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Korban masih terus bertambah dan tak ada seorang pun yang bisa memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir.
Seperti diketahui, masyarakat yang terjangkit virus corona harus diisolasi dan mendapatkan perawatan intensif dari tenaga medis. Untuk melakukan tes rapid ataupun swab membutuhkan biaya yang tak murah.
Oleh karena itu, Tim Komunikasi Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 memaparkan petunjuk teknis klaim penggantian biaya pelayanan atau perawatan pasien Covid-19 bagi masyarakat, mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI nomor HK.01/07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19.
Keputusan Menteri Kesehatan tersebut merupakan penyempurnaan dari KMK sebelumnya nomor HK.01/07/MENKES/238/2020.
Mengenai aturan tersebut, Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan bahwa klaim pembiayaan itu berlaku bagi pasien yang dirawat di rumah sakit (RS) yang menyelenggarakan pelayanan Penyakit Infeksi Emerging (PIE) tertentu, termasuk Covid-19. Klaim ditujukan pada Kementerian Kesehatan, melalui Direktur Jenderal Pelayanan.
Adapun RS yang dapat melakukan klaim biaya penanganan Covid-19 adalah RS rujukan penanggulangan PIE dan RS lain yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, seperti RS lapangan atau RS darurat.
Lalu apa saja kriteria pasien yang dapat diklaim biaya pelayanan dari pemerintah? Berikut rinciannya, kriteria pasien Covid-19 yang biaya perawatannya bisa ditanggung pemerintah, seperti dihimpun brilio.net dari merdeka.com dan berbagai sumber lainnya pada Senin (5/10).
1. Pasien rawat jalan.
BACA JUGA :
5 Fakta Presiden AS Donald Trump positif Covid-19, enggan pakai masker
foto: freepik.com
a. Pasien suspek dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta, melampirkan bukti pemeriksaan laboratorium darah rutin dan x-ray foto thorax. Bukti x-ray foto thorax, dikecualikan bagi ibu hamil dan pasien dengan kondisi medis tertentu yaitu kondisi tidak dapat dilakukan pemeriksaan x-ray foto thorax seperti pasien gangguan jiwa, gaduh gelisah, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari DPJP.
b. Pasien konfirmasi Covid-19 dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta, melampirkan bukti hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR dari rumah sakit atau dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
2. Pasien rawat inap.
BACA JUGA :
Flora Shafiq JKT48 positif terinfeksi Covid-19, begini kondisinya
foto: freepik.com
a. Pasien suspek dengan usia 60 (enam puluh) tahun dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta, pasien usia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dengan komorbid/penyakit penyerta, dan pasien ISPA berat/peneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
b. Pasien probable atau pasien terkonfirmasi yang bergejala (simptomatik), orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA, dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19.
c. Pasien konfirmasi.
1) Pasien konfirmasi tanpa gejala, yang tidak memiliki fasilitas untuk isolasi mandiri di tempat tinggal atau fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala Pukesmas.
2) Pasien konfirmasi tanpa gejala dengan komorbid/penyakit penyerta.
3) Pasien konfirmasi dengan gejala ringan, sedang, berat/kritis.
4) Pasien suspek/probable/konfirmasi dengan co-insidens
Kriteria-kriteria tersebut berlaku bagi Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing termasuk tenaga kesehatan dan pekerja yang mengalami Covid-19 akibat kerja, yang dirawat pada rumah sakit di wilayah Indonesia. Adapun beberapa berkas indentitas yang dibutuhkan pasien sebagai berkas klaim, yaitu sebagai berikut.
1. Untuk WNA, harus menunjukkan paspor, KITAS atau nomor identitas UNHCR.
2. Untuk WNI, harus menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP, Kartu Keluarga, atau surat keterangan dari kelurahan.
3. Untuk orang terlantar, dibutuhkan surat keterangan dari dinas sosial.
4. Apabila semua identitas tersebut tidak dapat ditunjukan, maka bukti identitas dapat menggunakan surat keterangan data pasien yang ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan diberi stempel dinas kesehatan kabupaten/kota. Surat keterangan data pasien dari dinas kesehatan kabupaten/kota diajukan oleh rumah sakit kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Untuk itu, dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota harus mempersiapkan daftar pasien Covid-19 yang berada di wilayah kerja atau dilakukan pengecekan terhadap daftar pasien melalui Public Health Emergency Operating Center (PHEOC) dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
5. Apabila semua identitas tidak dapat ditunjukan, maka bukti identitas dapat menggunakan Surat Keterangan/Surat Jaminan Pelayanan (SJP) dari pimpinan rumah sakit.