Brilio.net - Hubungan dua negara bertetangga, Malaysia dan Indonesia, memang terkenal pedas manis. Pedas dalam artian sering kali banyak konflik tapi juga manis karena mempunyai kedekatan budaya. Indonesia pernah marah besar saat lambang negara diinjak-injak di Malaysia. Bahkan Presiden Sukarno dulu pernah berpidato Ganyang Malaysia untuk membalasnya.
Di lain sisi, kedekatan geografis membuat hubungan bilateral antar negara terjaga dengan baik. Banyak investor dari Malaysia yang tertarik dengan kelapa sawit Indonesia. Selain itu, Malaysia juga membutuhkan banyak tenaga kerja dari Indonesia.
BACA JUGA :
Mereka yang suka foya-foya pakai uang hasil penipuan, kok tega ya?
Indonesia dan Malaysia sempat memanas karena sengketa daerah ketika kepulauan Sipadan dan Ligitan diklaim oleh Malaysia. Persengkataan ini berlangsung lebih dari tiga dekade sejak 1969. Akhirnya sengketa ini diakhiri pada tahun 1997 dan sepakat atas keputusan Mahkamah Internasional.
Selain masalah daerah, budaya juga sering menjadi sumber sengketa. Pada oktober 2007, lagu Rasa Sayange-Sayange digunakan oleh Departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan wisata Malaysia. Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu saat itu langsung memprotes dan menghadirkan bukti otentik bahwa lagu itu milik Indonesia. Pejabat Malaysia akhirnya mengakui lagu ini sebagai milik warisan bersama bangsa Melayu.
Gerwyn Elidor David Lewis di bukunya Out East in the Malay Peninsula (1992) mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange memang merupakan lagu rakyat melayu yang populer di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
BACA JUGA :
Mengenal Habib Husein Mutahar, bapak paskibraka
foto: amazon.com
Hubungan memanas antara Indonesia dan Malaysia juga kerap terjadi di dunia olah raga. Di cabang sepak bola Indonesia dan Malaysia selalu menjadi sorotan masyarakat. Saat piala AFF 2010 terjadi insiden laser yang menimpa pemain Indonesia. Pemain Indonesia saat bermain diganggu oleh tembakan laser.
Baru-baru ini pemerintah Malaysia kembali melakukan kesalahan dengan mencetak terbalik bendera Indonesia di guidebook SEA Games 2017. Hal ini sontak memicu protes dari netizen di Indonesia.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengecam keteledoran tersebut di media sosialnya (19/8). Koran Malaysia juga membuat kesalahan serupa pada Minggu (20/8) dengan judul Mencari Jagoan. Koran tersebut terbalik mencetak bendera Indonesia.
foto: @imam_nahrawi
Kenapa masyarakat di dua negara ini mudah sekali memanas?
Masyarakat Indonesia sangat sensitif bila mendengar isu tentang Indonesia dan Malaysia. Nasionalisme masyarakat Indonesia memang sangat tinggi. Lingkaran Survey Indonesia (LSI) pernah melakukan sebuah survei tentang nasionalisme Indonesia menjelang pertandingan final piala AFF antara timnas Indonesia dan Malaysia.
Survei ini mengatakan bahwa tingkat nasionalisme Indonesia sebesar 92,1 persen. Sebanyak 67,5 persen responden mengatakan bahwa hubungan Indonesia-Malaysia memburuk. Survei LSI dilakukan dengan metode tatap muka dan wawancara terhadap 1.000 responden dengan tingkat kesalahan 5 persen. Survei itu sendiri dilaksanakan awal Oktober 2010.
Nasionalisme yang tinggi mengakibatkan masyarakat Indonesia jadi mudah terpicu amarahnya saat identitas negara direndahkan. Terakhir insiden bendera terbalik membuat netizen Indonesia bereaksi keras atas insiden ini. Tagar #Shameonyoumalaysia bahkan sempat menjadi trending topic di Twitter.
Persaingan antara Indonesia dan Malaysia memang sering memanas. Tapi hubungan pedas manis ini bisa menjadi ciri unik tersendiri.