Brilio.net - Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ditembak saat berkampanye di Kota Nara, bagian barat Jepang, Jumat (8/7) waktu setempat. Abe ditembak saat kampanye jelang pemilihan majelis tinggi yang rencananya akan dilaksanakan, Minggu (10/7). Setelah penembakan tersebut, Abe diterbangkan ke rumah sakit akibat kondisinya yang kritis karena dikabarkan gagal jantung.
Seperti dilaporkan stasiun televisi NHK, Abe ditembak di bagian dada sebelah kiri dan bagian leher. Dalam rekaman yang ditayangkan NHK, Abe pingsan di jalan dengan beberapa penjaga keamanan berlari ke arahnya. Abe tampak memegang dadanya dengan baju yang berlumuran darah.
BACA JUGA :
Ditembak saat kampanye, mantan PM Jepang Shinzo Abe kritis
Menurut kepolisian setempat, saat itu Abe tidak menunjukkan tanda-tanda vital dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun sayangnya, nyawa Shinzo Abe tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada usia 67 tahun.
foto: Instagram/@shinzoabe
BACA JUGA :
Sampai kehilangan nyawa, ini 9 tragedi di balik layar film Hollywood
Dikutip dari NHK, seorang pejabat Partai Demokrat Liberal Jepang (LDP) mengatakan, Shinzo Abe ditembak dengan senjata selama pidato dan meninggal di sebuah rumah sakit di Kota Kashihara, Prefektur Nara, di mana ia dirawat. Diketahui, seorang pria menembak pemimpin terlama di Jepang tersebut dari belakang dengan senjata buatan sendiri saat berpidato dalam kampanye pemilihan parlemen di wilayah bagian barat dari kota Nara.
Insiden penembakan terhadap Abe merupakan pembunuhan pertama terhadap seorang pejabat atau mantan perdana menteri Jepang sejak zaman militerisme sebelum perang pada tahun 1930-an. Berbicara sebelum pengumuman meninggalnya Shinzo Abe, Perdana Menteri Fumio Kishida sangat mengutuk penembakan itu. Sementara rakyat Jepang dan para pemimpin dunia terkejut atas insiden penembakan yang menewaskan Shinzo Abe. Hal ini mengingat, Jepang merupakan negara yang jarang mengalami kekerasan politik serta memiliki peraturan ketat terkait kontrol senjata.
"Serangan ini adalah tindakan brutal yang terjadi selama pemilihan - dasar dari demokrasi kita - dan benar- benar tidak dapat dimaafkan," kata Kishida, berjuang untuk menahan emosinya seperti brilio.net kutip dari antaranews, Jumat (8/7).