Brilio.net - Operasi Tangkap Tangan atau OTT sudah dikenal masyarakat menjadi senjata andalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terhitung sudah banyak pejabat yang tertangkap basah sedang melakukan tindakan korupsi atau penyuapan. Keberhasilan KPK ini mampu mengungkap korupsi yang dilakukan oleh orang-orang penting seperti Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar beberapa tahun silam. Dalam operasi tersebut, KPK juga menyita sejumlah uang senilai Rp 2-3 miliar.
BACA JUGA :
Jalan berliku KPK, dari cicak vs buaya sampai cicak vs banteng
foto: merdeka.com
Tak hanya di bidang penegak hukum, para pemimpin daerah juga banyak yang terkena OTT KPK. Yang terbaru adalah Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, yang ditangkap di rumah dinasnya. KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemkot Batu tahun anggaran 2017.
Di bulan September ini, ada kepala daerah lain yang terciduk OTT KPK. Siti Masitha Soeparno, Wali Kota Tegal ditangkap KPK karena diduga terlibat kasus perkara infrastruktur dan perizinan.
KPK juga pernah menangkap pejabat dari lembaga yang seharusnya bekerja sama dengan KPK dalam memberantas korupsi, seperti Badan Pemeriksa Keuangan. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa operasi OTT dilaksanakan Jumat (26/5).
"Pada pukul 15.00 WIB tim KPK mendatangi kantor BPK RI di Jalan Gatot Subroto dan diamankan 6 orang yaitu ALS (Ali Sadli) auditor BPK, RS (Rochmadi Saptogiri) eselon 1 BPK, JBP (Jarot Budi Prabowo) eselon 3 Kemendes, sekretaris RS, sopir JBP dan 1 orang satpam," ujar Agus seperti dikutip dari Antara.
BACA JUGA :
Lagu Indonesia Raya tiga stanza, bagaimana sejarahnya?
foto: merdeka.com
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo tak menganggap prestasi OTT ini sebagai keberhasilan KPK. Dia menilai KPK menjadikan OTT sebagai operasi yang 'murah' karena tidak mau mengungkap dan menindak perkara korupsi.
"OTT itu 'murah meriah'. Jadi, Kalau KPK hanya menggelar OTT-OTT saja sebagai festivalisasi pemberantasan korupsi, tidak bisa dihindari adanya kesan KPK mau gampangnya saja, karena hanya melakukan tindakan atau operasi 'murah meriah'," kata Bambang melalui keterangan tertulisnya, dikutip dari merdeka.com.
Lain dengan Bambang, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menganggap OTT KPK sebagai peringatan dan pencegahan agar kepala daerah dan pejabat pemerintahan tidak melakukan korupsi. "Aspek pencegahan-pencegahan sudah banyak diberlakukan, berbagai warning untuk melaksanakan tugas dengan transparan. Menurut saya semua akhirnya tergantung pada mentalitas diri kita masing-masing, mampu atau tidak menahan ambisi memanfaatkan kekuasaan," ujar Tjahjo dikutip dari Antara.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengaku prihatin dengan banyaknya kepala daerah yang terkena OTT KPK. Presiden Jokowi terus memperingatkan para kepala daerah untuk berhati-hati menggunakan anggaran.
Kendati demikian, Presiden Jokowi juga mengapresiasi prestasi KPK. Jokowi pun tetap menyemangati KPK untuk terus melakukan kegiatan pemberantasan korupsi termasuk OTT.
"Ya memang kalau ada bukti, ada fakta fakta hukum di situ, saya kira bagus. Prestasi KPK kan memang di OTT," kata Jokowi seperti dilansir dari Antara.
foto: merdeka.com
Indonesian Corruption Watch (ICW) juga mengapresiasi keefektifan OTT yang dilakukan KPK. Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah mengatakan bahwa jumlah kasus yang ditangani KPK memang kecil karena KPK hanya berada di pusat, tidak di semua daerah. Walaupun sering diganggu kewenangannya, KPK tetap menunjukkan prestasinya. Dia melihat bahwa OTT KPK lebih efektif daripada lembaga hukum lainnya.
"Upaya yang dilakukan DPR dengan memangkas kewenangan KPK terkait dengan penyadapan dapat dibantahkan dengan melihat bahwa selama ini kerja-kerja KPK lebih efektif ketika operasi tangkap tangan (OTT). Hal ini dapat dilihat bahwa nilai suap yang dapat diungkap KPK lebih besar dibandingkan penegak hukum lainnya," kata Wana Alamsyah seperti dikutip dari merdeka.com.
Selama Semester I tahun 2016, lembaga-lembaga hukum di Indonesia sudah menangani sebanyak 210 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 500 orang. Dilansir brilio.net dari laman resmi ICW, total nilai kerugian negara sudah mencapai Rp 890,5 miliar akibat kasus korupsi. Kepala daerah sendiri ada sekitar 183 orang yang terkena kasus korupsi dari 2010-2015. Sedangkan pada semester 1 2017, jumlah kasus meningkat menjadi 266 kasus. Nilai total kerugian negara meningkat menjadi Rp 1,8 triliun.
KPK sendiri dalam semester 1 2017 sudah menangani 21 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 62 orang, dengan nilai kerugian negara ditaksir Rp 104 miliar. ICW sendiri menulis catatan bahwa prestasi KPK ini sudah sangat baik mengingat posisi KPK yang hanya ada di pusat. Sedangkan kejaksaan dan kepolisian dirasa belum optimal mengingat banyaknya jumlah lembaga di daerah tapi penanganan kasusnya sedikit.
Kalau menurut pandanganmu sendiri gimana, guys?