Brilio.net - Keong kembali menjadi berita. Kalau dulu heboh karena Keong Racun Sinta-Jojo, kali ini karena keong sawah.
Jenis siput tawar tersebut menjadi pembicaraan seiring pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Mentan menyarankan agar masyarakat mengonsumi keong sawah sebagai pengganti daging sapi yang harganya semakin tak terjangkau masyarakat.
BACA JUGA :
Kenapa pengurangan jam kerja malah meningkatkan produktivitas?
Komentar warganet seusai pernyataan Amran memenuhi media sosial Tanah Air. Di Twitter, keong sawah sempat menjadi trending topic. Warganet rata-rata mempertanyakan alasan di balik pernyataan tersebut.
Salah satunya ditulis akun Twitter @felixsiauw, "Daging mahal, makan keong sawah, logika seperti ini sangat berbahaya. Sebab kalau sudah 'ngeles' maka orang akan berhenti mencari solusi."
Daging mahal, makan keong sawah, logika seperti ini sangat berbahaya. Sebab kalau sudah 'ngeles' maka orang akan berhenti mencari solusi
BACA JUGA :
Felix Siauw (@felixsiauw) December 5, 2017
Ini rumus menghitung jumlah orang di kerumunan, biar nggak debat kusir
Dari semua perdebatan dan kontroversi tersebut, lalu apa dan bagaimana sebenarnya keong sawah?
Dikutip dari akun Twitter @nrg07, menyebutkan secara teknis Mentan sebenarnya tengah mempromosikan ikan sebagai pengganti daging karena keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis Mollusca dalam definisi Undang-Undang Perikanan.
Mollusca sendiri terdiri dari, kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, menyebutkan kerang, cumi, udang, keong sawah dan sebangsanya termasuk jenis ikan yang masuk dalam program pemerintah untuk menambah gizi masyarakat.
Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti dalam sebuah kesempatan menyampaikan dukungannya terhadap Mentan. Susi menandaskan keong sawah kaya nutrisi.
"Keong sawah nutrisinya sangat tinggi. Kandungan gizinya sangat bagus. Kandungan lemaknya juga rendah. Saya dari kecil suka sekali makan keong sawah, apalagi bisa diolah dengan berbagai macam bumbu. Bisa nambah makan sampai 5 kali kalau makan dengan keong sawah," ucap Susi.
Dikutip dari laman pertanian.go.id, dari sisi kandungan gizi, keong sawah memiliki nilai protein sebesar 12 persen, kalsium 217 mg, rendah kolesterol, 81 gram air dalam 100 gram keong sawah dan sisanya mengandung niacin serta folat, energi, protein, karbohidrat, kalsium, phosfor, dominasi vitamin A dan vitamin E serta zat gizi makronutrien yakni zat protein dalam kadar yang tinggi dan zat mikronutrien yang berupa mineral dalam bentuk kalsium.
Infografis: brilio.net/AmeliaFrida Permata.
Susi bahkan berencana akan memasukkan keong sawah dalam program minapadi yang diusung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Kami akan masukkan keong sawah ke dalam program Minapadi. Keong sawah tidak merusak padi, bukan seperti keong mas yang merusak padi. Jadi win win solution bagi petani. Budidaya keong sawah juga bisa menambah pendapatan petani," ujarnya.
Selain kandungan gizinya yang ternyata baik bagi kesehatan, keong sawah juga ternyata sudah menjadi lahan bisnis bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Beberapa usaha keong sawah di wilayah Jabotabek disebutkan bisa meraup omzet antara Rp 15 juta-Rp 20 juta per bulan dari bisnis ini.
Di wilayah lain di Indonesia, tepatnya Purwokerto, Jawa Tengah, keong sawah atau kraca, penduduk lokal menyebutnya, sudah lama menjadikannya sebagai usaha kuliner.
Pada hari-hari biasa, banyak ditemui penjual keong sawah di pusat-pusat kuliner kota. Harga per porsi antara Rp 7.000-Rp 10.000.
Saat puasa, tradisi makan keong sawah sebagai menu berbuka biasanya akan meningkatkan omzet. Di bulan-bulan tersebut seorang penjual keong sawah bisa mendapatkan omzet sampai Rp 5 juta per hari.