Brilio.net - Penyerangan pada pagi-pagi buta yang dilakukan pasukan TNI AD di Kampung Binti dan Kimbeli, Tembagapura, Timika, Papua berhasil memukul lari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menyandera warga di sana. Dalam operasi yang dilancarkan pasukan dari Kopassus, Batalyon Infanteri (Yonif) 751/Raider, Peleton Intai Tempur (Tontaipur) Kostrad, dan Yonif 754/Eme Neme Kangasi, itu seluruh sandera selamat dan tidak ada korban dari pasukan TNI.
BACA JUGA :
Bravo, aparat TNI/Polri bebaskan 346 sandera dari kelompok bersenjata
TNI berhasil membebaskan sandera di Papua/foto: Instagram @puspentni
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pun mengapresiasi keberhasilan anak buahnya dengan memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada 68 personel. Namun, lima di antaranya menolak kenaikan pangkat tersebut. Sebagai gantinya, kata Panglima TNI, kelima personel berpangkat perwira pertama itu akan diberikan prioritas pendidikan mendahului yang lain.
Operasi Mapenduma
BACA JUGA :
Aksi polisi-TNI ini bukti kita tidak sama kita kerja sama
foto: Istimewa
Kisah penyanderaan seperti ini di Tanah Papua bukan yang pertama. Tanggal 8 Januari 1996, 12 peneliti Tim Lorentz yang sedang melakukan penelitian, disandera anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya. Dunia internasional menyoroti peristiwa ini karena di antara korban adalah warga negara asing.
Operasi pembebasan sandera pun dilakukan satuan tugas yang terdiri dari Kopassus, Kostrad, bersama prajurit Kodam Cendrawasih. Operasi yang dipimpin Komandan Jenderal Kopassus ketika itu Brigjen TNI Prabowo Subianto tersebut berhasil membebaskan 10 sandera pada Mei 1996. Sedangkan dua sandera dibunuh penyandera pimpian Kelly Kwalik.
Keberhasilan operasi militer di Papua ini hanya sebagian dari berbagai kesuksesan operasi pembebasan sandera yang pernah digelar TNI. Salah satu operasi pembebasan sandera yang diakui dunia sebagai salah satu operasi militer pembebasan sandera tersukses adalah ketika pasukan Kopassus TNI AD beraksi di Bandara Don Muang, Thailand.
Operasi Woyla
Ilustrasi operasi pembebasan sandera di pesawat/foto: istimewa
Operasi di Don Muang ini terjadi ketika kelompok teroris membajak pesawat DC-9 Woyla milik maskapai Garuda Indonesia pada 28 Maret 1981. Karenanya, operasi ini juga dikenal dengan operasi Woyla. Pembajak meminta pesawat rute Jakarta-Medan dengan transit di Palembang itu meminta agar rute dialihkan ke Kolombo, Srilanka, tapi tidak dituruti pilot karena bahan bakar tidak mencukupi. Sehingga, pesawat berpenumpang 48 orang dan 5 kru pesawat itu diarahkan ke Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar dan dilanjutkan penerbangan dan mendarat di Don Muang, Thailand.
Mendapat laporan pembajakan ini, TNI menggelar operasi militer pembebasan sandera dengan mengerahkan pasukan Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) embrio dari Kopassus. Sebelum diberangkatkan, pasukan melakukan latihan dengan mempelajari pesawat DC-9 Woyla yang dipinjam dari Garuda Indonesia.
Tanggal 29 Maret 1981, pasukan mendapat izin masuk oleh pemerintah Thailand. Mereka pun berangkat menggunakan pesawat DC-10 dan mendarat di Don Muang pada 30 Maret 1981 dini hari. Tapi operasi belum bisa digelar karena belum mendapat izin dari pemerintah Thailand. Izin baru diberikan siang harinya dan operasi dilakukan keesokan dini hari.
Akhirnya pada 31 Maret 1981, dini hari sekitar pukul 02.30 waktu setempat, pasukan Kopasandha mulai bergerak dengan senyap ke lokasi pesawat yang dibajak. Pasukan dibagi dalam tiga tim yang masing-masing bertugas untuk masuk di pintu berbeda. Berkat kemampuan yang terlatih, pasukan berhasil melumpuhkan pembajak dan membebaskan sandera. Satu orang prajurit dan satu sandera, yakni pilot pesawat, meninggal dunia beberapa hari setelah operasi ini karena mengalami luka tembak.
Operasi Woyla ini kemudian menjadi embrio lahirkan unit antiteror Kopassus yang bernama Sat-81 Gultor. Pasukan penanggulangan teror (gultor) seperti ini tidak hanya dimiliki Kopassus, tapi juga terdapat di TNI AL (Denjaka) dan TNI AU (Sat Bravo 90).
Operasi Pembebasan MV Sinar Kudus
foto: istimewa
Dalam perkembangannya, keberadaan pasukan-pasukan antiteror ini menjadi sangat penting karena sejumlah aksi teror, pembajakan, penyanderaan yang terjadi.
Pada 16 Maret 2011 silam, kapal berbeda Indonesia, MV Sinar Kudus, dibajak perompak Somalia. Ini merupakan gerombolan perompak yang terkenal di dunia karena banyak kapal dari berbagai negara yang telah menjadi korbannya.
Setelah mendapat laporan pembajakan ini, rencana operasi pembebasan sandera pun disiapkan. Pasukan antiteror dari Marinir TNI AL, Kopassus, dan Kopaska TNI AL dikerahkan, beserta dengan dua kapal perang dan helikopter. Namun, operasi sulit dilakukan karena berada di negara lain dan lokasi kapal sudah menepi di dermaga yang dekat dengan kota kekuasaan perompak.
Akhir pada 1 Mei 2011 operasi dilakukan dan berhasil membebaskan seluruh awak kapal yang disandera. Pasukan TNI juga menenggelamkan perahu perompak yang dipakai melawan.
Pada 2016 silam, kapal berbendera Indonesia, beberapa kali jadi korban pembajakan di wilayah perairan Filipina. Namun, TNI tidak melakukan operasi militer di sana karena tidak diizinkan Filipna.
Pasukan khusus TNI
foto: istimewa
Di tubuh TNI terdapat sejumlah pasukan khusus yang selalu siap dikerahkan untuk tugas-tugas khusus kapan saja dan di mana saja. Di TNI AD yang paling terkenal adalah Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang disebut-sebut sebagai salah satu pasukan elit terbaik di dunia. Di dalam Kopassus ini sendiri masih terdapat unit khusus antiteror yakni Sat-81 Gultor.
Sedangkan di TNI AL, ada dua pasukan elit yang terkenal, yakni Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) untuk antiteror. Perbedaan kedua pasukan khusus ini bisa dilihat dari perekrutan personelnya. Untuk Kopaska, personel direkrut dari anggota TNI AL selain Marinir. Sedangkan, personel Denjaka berasal dari anggota Kopaska dan anggota Intai Amfibi (Taifib) Marinir.
Sementara itu, pasukan khusus antiteror di TNI AU dikenal dengan sebutan Sat Bravo 90. Pasukan elit ini diambil dari prajurit-prajurit terbaik Korp Paskhas.
Hingga sekarang ini, kekuatan pasukan-pasukan elit antiteror ini terus menjadi misteri. Tidak diketahui secara pasti berapa kekutan personel maupun persenjataannya. Kerahasiaan ini terus dijaga agar lawan tidak mudah mempelajari pasukan elit ini. Pasukan elit antiteror ini juga hanya terpusat di satu markas, tapi punya mobilitas tinggi untuk dikerahkan ke berbagai wilayah penugasan.
Mereka ini memiliki kemampuan bertempur di atas rata-rata pasukan biasa. Mereka bisa dikerahkan dalam berbagai misi operasi, baik darat, laut, maupun melalui udara. Pasukan ini terlatih melakukan operasi di atas kapal, gedung, maupun dalam pesawat. Mereka inilah yang selalu dilibatkan dalam operasi-operasi khusus, seperti pembebasan sandera dan antiteror.
Dalam operasinya, pasukan khusus biasanya bergerak dalam tim-tim kecil. Mereka bisa dikerahkan untuk tugas operasi sendiri, maupun bekerja sama dengan pasukan lain TNI.