Brilio.net - Pendidikan di Indonesia memang mengalami beberapa perubahan. Mulai dari kurikulum yang tadinya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) lalu berubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan terus berubah. Mengutip dari kemendikbud.go.id, Kamis (7/9), terhitung 11 kali terjadi pergantian kurikulum di Indonesia.
Selain pendidikan yang telah diatur dalam kurikulum, ada juga pendidikan model lain di Indonesia baik formal ataupun informal. Sebagai contoh pendidikan yang berbasis paguyuban atau kelompok seperti kelompok karate, kelompok sempoa dan lain sebagainya. Yang paling umum ialah pendidikan keagamaan seperti TPA atau pesantren.
BACA JUGA :
5 Fakta polemik 'full day school' hingga dibatalkan Presiden Jokowi
Kini khalayak sedang heboh mengenai pendidikan karakter. Hal ini didasari pernyataan Jokowi yang merilis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Apa ya maksud dikeluarkan peraturan tersebut?
Tujuan dirilisnya peraturan ini dikutip dari setkab.go.id, Kamis (7/9) yakni dalam rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Tujuan yang lebih rinci terlampir dalam menurut Perpres Nomor: 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Lalu seberapa penting sih pendidikan karakter itu sendiri? Dikutip dari kemdikbud.go.id, Wakil Dewan Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Itje Chodidjah menyatakan karakter adalah garamnya pendidikan. Karakter memberi rasa dalam berbagai cara kita mendidik dan bahan yang kita gunakan untuk mendidik melalui mata pelajaran.
Istilah pendidikan karakter sendiri telah dikenal sejak tahun 1900-an dan dipopulerkan oleh ahli psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari State University Of New York di Cortland, Thomas Lickona. Mengutip dari jurnal "Pendidikan Karakter dan Pengintegrasiannya dalam Pembelajaran" karya Marzuki, Pendidikan karakter, menurut Thomas Lickona, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).
Lalu untuk konteks di Indonesia, apakah pendidikan karakter belum dilaksanakan hingga harus ada peraturan baru? Apakah sistem selama ini belum cukup?
Dalam Perpres ini ditegaskan bahwa penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan: a. Intrakurikuler; b. Kokurikuler; dan c. Ekstrakurikuler, dan dilaksanakan di dalam dan/atau di luar lingkungan Satuan Pendidikan Formal. Jika diamati secara substansial, isi perpres ini sama dengan peraturan sebelumnya. Kegiatan yang disebut di atas pun telah lama dilaksanakan dalam tingkatan pendidikan formal. Contoh sudah ada ekstrakurikuler pramuka, Palang Merah Remaja, kelompok ilmiah dan lain sebagainya.
Apapun alasannya menuruti bunyi Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017, Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 16 September nanti. Semoga harapan dan implementasi pendidikan karakter tercapai sehingga tidak ada perubahan yang menjadi kebingungan publik.
BACA JUGA :
Presiden Jokowi: Guru SMK banyak yang normatif