Brilio.net - Pemerintah dan DPR sepakat menghapus tenaga honorer.Keputusan tersebut telah disepakati Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Nasib para pegawai honorer pun masih menjadi tanya.
Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo menjelaskan, agar berhasil dalam mewujudkan visi Indonesia Maju, diperlukan restrukturisasi komposisi ASN agar didominasi jabatan fungsional teknis berkeahlian sebagaimana visi Indonesia Maju.
BACA JUGA :
Viral kisah pria pilih resign dari PNS usai 14,5 tahun mengabdi
"Saat ini jumlah PNS Indonesia mencapai 4.286.918 orang, dan sekitar 70 persen berada di Pemerintah Daerah (Pemda). Namun demikian proporsinya masih belum berimbang karena masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif sebanyak 1,6 juta," ujar Menteri Tjahjo.
Pada kurun waktu 2005 hingga 2014, pemerintah telah mengangkat 860.220 Tenaga Honorer Kategori I (THK I) dan 209.872 Tenaga Honorer Kategori II (THK II), maka total tenaga honorer yang telah diangkat sebanyak 1.070.092 orang, sehingga jumlahnya dinilai tidak imbang.
"Itu sepertiga jumlah total ASN nasional yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan organisasi, sehingga rata-rata komposisi ASN di kantor-kantor pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif," lanjutnya.
BACA JUGA :
Ini sosok PNS pertama di Indonesia, ternyata seorang raja
Seperti diketahuiKomisi II DPR, Kementerian PANRB, dan BKN sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK. Seperti halnya diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dengan demikian ke depannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawai seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya.
Dengan masih adanya pegawai honorer, praktis menimbulkan tanda tanya tentang nasibnya.Dilansir brilio.net dari merdeka.com pada Rabu (29/1), berikut lima fakta yang berisi rangkuman nasib pegawai honorer nantinya usai status kepegawaiannya dihapus pemerintah.
1. Pegawai honorer bisa jadi PPPK.
foto: merdeka.com
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pegawai honorer yang ingin diangkat menjadi PPPK harus memenuhi syarat yang ditetapkan, serta sesuai porsi jabatan yang dibutuhkan setiap instansi.
"Bagi tenaga honorer yang masih memenuhi syarat silakan ikut tes seleksi," kata Setiawan, di Kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta.
2. Tak lulus seleksi PPPK, nasib honorer ditentukan Pemda.
foto: merdeka.com
Bagi pegawai honorer yang tidak lulus mengikuti seleksi PPPK, nasibnya akan diserahkan ke Pemerintah Daerah (Pemda) yang bersangkutan. Jika instansi tetap memerlukan, tenaga pegawai honorer masih bisa dipekerjakan.
"Bagi yang tidak lulus kurang lebih diserahkan ke Pemda masing-masing," tutur Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja.
Dia menegaskan, pegawai honorer yang bekerja setelah tidak lulus seleksi PPPK harus mendapat gaji yang layak, dengan besarannya sesuai Upah Minimum Regional (UMR) wilayah masing-masing. "Kemudian di tetap bekerja, tapi diberikan UMR sesuai wilayah," tandasnya.
3. Pegawai honorer banyak digaji di bawah UMR.
foto: merdeka.com
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pihaknya akan mencarikan solusi mengenai guru honorer. Salah satu permasalahan yang terjadi pada guru honorer adalah upah yang tidak layak, yaitu Rp300.000 per bulan.
"Ketika permasalahan muncul, ini salah satunya kok masih ada diberikan penghasilan Rp300 ribu?" kata Setiawan, di Kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta.
Dia menjelaskan, guru honorer yang diangkat resmi seharunya penghasilannya sesuai Upah Minimum Regional (UMR) wilayah. Dia pun mempertanyakan proses perekrutan guru honorer yang masih mendapat upah rendah.
"Tidak mungkin guru honorer yang diangkat resmi penghasilannya rendah," tuturnya.
4. Penghapusan pegawai honorer diberikan waktu 5 tahun.
foto: merdeka.com
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memberikan masa transisi kepada instansi pemerintah selama 5 tahun untuk membenahi formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungannya. Ini dalam rangka rencana penghapusan tenaga honorer.
"Masa transisi 5 tahun ini untuk merapikan, kalau tidak akan terus masalah," kata Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian PAN RB Setiawan Wangsaatmaja, di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta.
Selama lima tahun masa transisi, dia ingin tiap instansi pemerintah melakukan peninjauan kembali hal-hal yang sudah dilakukan. Masa transisi ini harus dimanfaatkan sebagai waktu menata kembali formasi pegawai sesuai kebutuhan.
5. Pemda tak ingin tanggung gaji pegawai honorer.
foto: merdeka.com
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo mengungkapkan kendala pengangkatan tenaga kerja honorer menjadi PNS. Salah satunya adalah keengganan pemerintah daerah (pemda) menanggung gaji tenaga honorer usai diangkat menjadi PNS.
Menteri Tjahjo menjelaskan, pengangkatan tenaga kerja honorer menjadi PNS harus berdasarkan usulan Pemda. Setelah disetujui, pembayaran gajinya merupakan tanggung jawab pemda, namun pemda justru meminta hal itu menjadi kewajiban pusat.
"Yang mengusulkan tenaga honorer itu daerah, tapi kan pada masa sekarang ini daerah tidak mau bayar. Problemnya daerah tidak mau (tanggung gajinya), mintanya pusat yang bayar," kata dia, di Hotel Bidakara, Jakarta.
Dia mengungkapkan, pemda menolak membayar gaji karena beranggapan hal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat sebagai pusat anggaran. "Pusat kan yang punya uang bukan kami (pemda), kami hanya mengatur proses ujiannya, NIK-nya, dan sebagainya," ujarnya.
Dia mengungkapkan, selama ini banyak pemda yang melakukan tes pengangkatan tenaga kerja honorer. Namun setelahnya, selalu terkendala masalah pembayaran gaji.