Brilio.net - Tak ada usaha yang bisa berjalan mulus tanpa adanya hambatan. Inilah yang juga dialami oleh Neneng Kurniasih. Penjual kue dan baju di daerah Rindam, Pasar Rebo, Jakarta Timur ini sempat limbung usahanya akibat pandemi Covid-19 yang sempat melanda.
Mulanya, Neneng mengawali usahanya dengan berjualan kue kering. Seiring dengan terkumpulnya keuntungan, ia kemudian memutar modalnya dengan menambah produk usaha, yaitu berjualan baju secara kredit.
BACA JUGA :
BRI bawa inovasi & pengalaman transformasi digital di gelaran Product Development Conference 2024
Awalnya saya memulai usaha berjualan kue kering pada 2012. Kue tersebut saya jual dengan sistem pre-order. Dari usaha jualan kue kering itu, terkumpul modal usaha baru, kemudian saya manfaatkan untuk berjualan baju secara kredit ke orang-orang. Namun, usaha saya sempat anjlok akibat pandemi Covid-19, ungkap Neneng mengawali ceritanya.
Setelah tak berjualan lama karena pandemi Covid-19 dan minimnya modal untuk memulai usaha lagi, Neneng kemudian dikenalkan dengan program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) dari PT PNM oleh salah satu temannya. Layanan ini merupakan pinjaman modal untuk perempuan prasejahtera pelaku UMKM yang diluncurkan sejak 2015.
Saya kemudian mencoba pinjam modal ke PNM Mekaar sekitar tahun 2021-2022. Saya dapat pinjaman sekitar Rp6 juta. Modal tersebut saya manfaatkan untuk menjalankan usaha jualan baju, karena pikir saya saat itu makanan sudah banyak pesaingnya. Namun, setelah usaha jualan baju itu membuahkan keuntungan, saya akhirnya juga memanfaatkan pinjaman tersebut sebagai modal untuk berjualan kue kering lagi, imbuh Neneng.
BACA JUGA :
Didukung BRINita, kelompok tani Ini sulap lahan terbengkalai jadi produktif
Lewat produk usaha bernama Nastar Jadoel Emak Nye Ociit, Neneng mengaku banyak menerima pesanan kue kering. Kukis yang dijual bermacam-macam. Nastar dalam kemasan toples 500 gram dijual seharga Rp60 ribu, sagu keju Rp55 ribu, putih salju Rp60 ribu, kemudian ada biji ketapang Rp40 ribu dalam kemasan 600 gram. Neneng juga menjual peyek kemasan toples 5 liter seharga Rp40 ribu.
Menariknya, Neneng juga menerima pesanan dimsum. Biasanya, yang pesan adalah mahasiswa dari kampus sekitar tempat usahanya di Jakarta Timur. Semua makanan biasanya dipesan lebih dulu oleh pembeli lewat WhatsApp.
Sementara untuk baju, Neneng juga mengaku dagangannya cepat laku. Ia biasanya mengambil pakaian dari pasar atau toko yang lebih besar, kemudian memasarkannya ke orang-orang dengan sistem kredit tempo sebulan saja. Apalagi Neneng juga mengungkapkan jika ia tak mengambil keuntungan yang terlalu besar dari jualan baju ini, sehingga banyak orang yang tertarik beli baju ke dia. Berkat pinjaman modal dari PNM Mekaar, omzet usaha Neneng pun kini meningkat.
Setelah bergabung dengan PNM Mekaar, saya tak hanya mendapatkan pinjaman modal usaha, tetapi jadi kenal dengan anggota PNM Mekaar lainnya. Lewat kelompok atau komunitas seperti ini, saya jadi bisa memperluas pemasaran dan membuat pembeli saya jadi bertambah. Bahkan, banyak juga ibu-ibu anggota PNM Mekaar yang ikut memesan kue kering hingga baju ke saya. Dengan pendapatan yang semakin meningkat, kini saya bisa meraih omzet usaha di atas Rp5 juta per bulannya, tambahnya.
Neneng pun merasa bersyukur, karena berkat modal pinjaman dari PNM Mekaar ia bisa kembali menjalankan usaha dengan lebih baik. Hal itu bahkan diakui Neneng sangat berdampak pada perekonomian keluarganya. Salah satunya, ia bisa menyekolahkan anaknya tanpa kendala biaya sama sekali.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Bisnis Mikro BRI, mengungkapkan, komitmen BRI, PNM, dan Pegadaian dalam mengembangkan ekonomi di tingkat grassroot melalui Holding Ultra Mikro (UMi) menjadi contoh nyata bahwa transformasi ekonomi sejati dimulai dari bawah. Dengan terus memberdayakan pelaku usaha mikro, mereka bukan hanya menjadi agen pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi juga turut serta dalam pembangunan ekonomi nasional secara menyeluruh.
Sejak dibentuk pada September 2021 lalu, total kredit yang disalurkan kepada pelaku usaha mikro dan ultra mikro per Kuartal I-2024 mencapai Rp 622,6 triliun. Jumlah tersebut kurang lebih telah menyentuh 47,6% dari total pembiayaan BRI dengan jumlah nasabah 36,8 juta.
Bahwa untuk pemberdayaan itu ternyata tidak cukup dikasih kredit. Yang paling penting itu dua hal ternyata, dikasih kredit dan didampingi, dan yang kedua mereka juga harus diajari menabung, tegasnya.