Brilio.net - Ratna Sarumpaet harus menjadi tahanan polisi karena kasus ujaran kebencian. Beberapa kali dalam persidangan, Ratna dimintai keterangan. Pada Selasa (28/5) jaksa menjatuhkan hukuman untuk Ratna Sarumpaet.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ratna Sarumpaet enam tahun penjara atas kasus penyebaran berita bohong atau hoaks yang menjeratnya.
BACA JUGA :
El Rumi dapat pesan saat jenguk Ahmad Dhani di rutan, ini isinya
"Menuntut majelis hakim yang menangani perkara ini menjatuhkan pidana terhadap terdakwa enam tahun dikurangi tahanan sementara serta memerintahkan terdakwa tetap ditahan," kata Koordinator JPU Daroe Tri Sadono, Selasa (28/5).
JPU mendakwa Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Demikian seperti dikutip dari Liputan6.
Ia dikenakan dakwaan alternatif, yakni Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
BACA JUGA :
Tokoh nasional ini jadi target pembunuh bayaran, ada Wiranto dan Luhut
Perbuatan penyebaran berita bohong itu diduga dilakukan Ratna Sarumpaet dalam kurun waktu Senin 24 September 2018 sampai Rabu 3 Oktober 2018 atau pada waktu lain setidak-tidaknya dalam September hingga Oktober 2018, bertempat di rumah terdakwa di Kampung Melayu Kecil V Nomor 24 Rt 04 RW 09, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Perbuatan Ratna ini mendapat reaksi dari masyarakat dan sejumlah tokoh politik. Setelah melalui perdebatan panjang di media sosial dan media massa, pada 3 Oktober 2018, Ratna Sarumpaet menyatakan telah berbohong tentang penganiayaannya. Dia pun meminta maaf.
Sementara pada dakwaan kedua, jaksa menduga Ratna Sarumpaet, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras atau antar golongan (SARA)."
Sebagian masyarakat Kota Bandung bereaksi dengan menuntut terdakwa meminta maaf kepada masyarakat Bandung. Mereka tersinggung karena menyebut-nyebut nama kota mereka sebagai lokasi kejadian.