Brilio.net - Sekelompok siswa sekolah menelusuri tanah lapang lalu menyusuri jalan desa menuju sekolah. Sepintas tak ada yang aneh dari mereka. Tetapi ketika diperhatikan dengan seksama, selain membawa peralatan sekolah di dalam tas, mereka juga menenteng satu jerigen. Ada juga yang membawa ember.
Rupanya, mereka saban hari mesti membawa air sendiri untuk digunakan keperluan di kamar mandi sekolah. Pemandangan inilah yang disaksikan Brilio.net di Desa Bea Muring, Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, di sela-sela kegiatan Conservacation, akhir pekan lalu.
BACA JUGA :
Ini 7 kegiatan Conservacation yang diikuti anak muda di Gunungkidul
Kebiasaan membawa air sendiri ke sekolah terjadi setiap musim kemarau. Maklum, persediaan air di sekolah seringkali tidak mencukupi untuk kebutuhan aktivitas kamar mandi. Jadi nggak heran jika para siswa berinisiatif membawa air sendiri dari rumah.
Tiba di sekolah, air akan disatukan di kamar mandi untuk digunakan siswa dan guru. Cara ini sudah berlangsung lama. Desa Bea Muring adalah salah satu desa di NTT yang kerap mengalami kekeringan. Warga desa setiap harus mengambil air dari mata air yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
BACA JUGA :
Kenapa perasaan manusia jadi nyaman saat dengar gemericik air
Ya kebiasaan itu memang harus dilakukan para siswa karena kita sering mengalami kekurangan pasokan air. Apalagi saat musim kemarau. Air yang mereka bawa digunakan selama mereka di sekolah. Besok mereka akan melakukan hal yang sama membawa air lagi ke sekolah, papar Romo Marselus Hasan, pastor di Desa Bea Muring kepada Brilio.net.
Kendati begitu para siswa tak pernah merasa terbebani harus membawa air sendiri ke sekolah meski harus berjalan beberapa kilometer dari rumah mereka. Kondisi wilayah yang kerap kekurangan air membuat mereka mesti berjuang setiap hari. Kalau kami tidak membawa air ya bisa kesulitan kalau harus ke WC, ujar Yohana, salah satu siswa.
Lewat cara ini, para siswa juga diajarkan untuk berhemat menggunakan air. Mereka sadar untuk mendapatkan air butuh kerja keras. Mereka harus mengambil air di mata air yang letaknya cukup jauh dari rumah mereka. Biasanya, mereka akan mengambil air sepulang sekolah untuk digunakan esok hari.
Dulu sebenarnya sudah ada pasokan air dari PDAM Kabupaten. Hanya saja biaya yang harus dikeluarkan warga cukup membebani mereka. Selain itu, jumlah pasokan air yang ada juga tidak memadai. Akhirnya, warga memilih untuk mengambil air sendiri di mata air meski cukup jauh untuk dicapai dan harus melalui jalan terjal dan berliku.
Begitulah perjuangan para siswa di desa terpencil di sudut NTT. Makanya Sobat Brilio, kamu yang mudah mendapatkan air jangan pernah menghambur-hamburkan air tersebut ya.