Brilio.net - Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul, Yogyakarta sejak 23 Juli 2023 menimbulkan persoalan lingkungan di masyarakat Yogyakarta. Penyelesaian persoalan sampah ini tak hanya menjadi urusan pemerintah, tapi juga membutuhkan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Di antara peran yang bisa diambil warga adalah dengan mengelola sampah rumah tangga. Sebab, banyak manfaat yang bisa diambil dari mengolah sampah, baik organik maupun plastik.
BACA JUGA :
Antimainstream, aksi warganet buang sampah kemasan makanan ini ribetnya bikin melongo
Di antaranya ditunjukkan kelompok Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) yang melahirkan Kandang Maggot Jogja (KMJ). KMJ merupakan sub-unit yang berfokus untuk mengelola sampah organik rumah tangga menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi melalui biokonversi.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
BACA JUGA :
Cara simpel membuang pecahan kaca ke tong sampah, bikin tangan terhindar dari luka
Kandang Maggot Jogja yang sudah beroperasi selama dua tahun itu berlokasi di Jalan Jambon V RT 61 RW 1 Kricak Tegalrejo Yogyakarta. Budidaya maggot ini dikelola secara mandiri oleh para penggiat FKWA setiap harinya.
Endang Rohjiani, Ketua FKWA sekaligus pengawas dari KMJ mengatakan, budidaya maggot ini muncul untuk membereskan masalah sampah organik di rumah tangga yang belum tertangani dengan baik. "Sampah anorganik kan sudah dikelola oleh bank sampah, yang jadi persoalan kan sampah olahan dapur. Dan (sampah) itu kalau tidak segera diatasi, dua hari pasti sudah bau, jadi penyakit, makanya kita ambil alih itu, ungkapnya ketika ditemui di Kandang Maggot, Senin (14/8).
Maggot adalah larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF). Larva itu kemudian dibesarkan sampai jadi maggot dewasa. Dalam proses budidaya maggot memakan sisa makanan atau sampah organik rumah tangga seperti sayuran, ikan, buah-buahan, telur, dan sebagainya.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Endang mengungkapan KMJ biasanya menampung sampah dari 1 kelurahan di Kricak. Dari 13 RW yang ada di Kricak, total sampah yang dikumpulkan mencapai setengah ton. Sampah itu kemudian dicacah menjadi bubur menggunakan mesin, baru bisa jadi makanan maggot.
Masalahnya, karena kerusakan mesin penggerak yang ada di KMJ, alhasil saat ini mereka hanya menampung 2 RW saja untuk diambil sampahnya. "Terkendala mesin akhirnya mandek 1 kelurahan, balik lagi jadi 2 RW," jelasnya.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Endang berharap pemerintah bisa membantu dalam pengadaan alat di antaranya mesin penggerak dengan kapasitas besar dan tossa (kendaraan pengangkut). Pihak KMJ juga berharap ada kontribusi dari masyarakat setempat seperti uang retribusi untuk biaya transportasi.
"Kami tuh siap kok sebetulnya 1 ton per hari, sanggup. Cuma ya itu dibantu mesin (penggerak) sama Tossa (kendaraan pengangkut) ini. Terus retribusi dari masyarakat Rp 2.000 kasih ke kita, buat uang bensin aja. Masyarakat terbantu, kita terbantu, kan enak," ungkapnya.
Upaya Endang dan kelompok pendiri KMJ dalam menangani darurat sampah nggak cuma dari budidaya maggot itu saja. Endang mengaku sudah mengajukan proposal untuk membuat rumah kompos di sekitaran KMJ. Proyek ini dibuat mengingat tidak semua limbah organik bisa termakan oleh maggot.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
"Makanya kita kan juga proses bikin rumah kompos. Jadi tidak semuanya sampah organik yang datang ke sini kan keserap maggot. Nah, itu yang jadi kompos. Baru di ACC sama kelurahan untuk pendanaan rumah kompos," terangnya.
Budidaya maggot di KMJ nggak akan berjalan jika tidak ada pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, Endang bersama relawan lainnya memutar otak agar KMJ berjalan terus dengan cara menghasilkan uang dari apa yang mereka kerjakan.
Bukan suatu hal baru bahwa maggot bisa mendatangkan keuntungan. Sejauh ini KMJ sudah bisa memperoleh modal dari penjualan maggot sebagai pakan ternak dan ikan, serta kasgot (kotoran maggot) yang dijual sebagai pupuk.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Saat ini KMJ mengolah sampah organik per harinya mencapai 250 kilogram. Dari 250 kg sampah itu bisa menghasilkan 100-150 kilogram maggot siap jual. Harga per kilogram maggot Rp 10 ribu untuk pemancing, sementara untuk pakan ternak dihargai Rp 6.500 sampai Rp 7.000.
Sejauh ini KMJ sudah punya pelanggan tetap untuk mendistribusikan maggot-maggot tersebut. User atau pembeli rata-rata peternak dan pemancing. Tak hanya itu, KMJ juga sudah menjalin kerja sama dengan pabrik pembuat pelet di Klaten.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
"30 Kilogram ke Pak Kardi, di bikin pelet. Terus kita ada MoU dengan BPL itu pabrik pembuat pelet di klaten. Itu setiap minggu kita ditarget 100-150 kilogram maggot," tutur Endang.
Keuntungan budidaya maggot ini nggak hanya bisa dirasakan oleh KMJ saja, sebetulnya masyarakat bisa memperoleh dampak positif dari maggot ini lewat plasma maggot. Plasma maggot merupakan skema yang kini tengah dikembangkan oleh KMJ.
"Kami lagi mengembangkan plasma. Plasma itu nanti kita menaruh 1 set box di desa atau kelurahan. Jadi kalau nunggu siklus (sampai jadi baby maggot) 45 hari kelamaan. Kalau di masyarakat itu yang penting penyerapan sampahnya. Jadi kita yang bangun siklus di sini, nanti masyarakat yang ambil baby maggot dari kita. sampah masyarakat terserap, maggot dikasih ke sini itu kita hargai," ujar Endang.
"Katakanlah (dijual) ke kita itu Rp 5000 per 40 kilogram maggot. Itu dia dapet Rp 200 ribu, tapi dipotong biaya baby maggot Rp 80 ribu, jadi dapet keuntungan (bersih) Rp 120 ribu per 10 hari," lanjutnya.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Skema Plasma ini sudah dilirik oleh tiga kelurahan, salah satunya di Gedongkiwo. Brilio.net kemudian mewawancarai Rio, anggota dari komunitas Win On Go sebagai lembaga yang mengelola skema plasma ini di kelurahan Gedongkiwo.
Rio tertarik untuk mencoba skema tersebut sebab dia yakin maggot bisa mengurangi masalah sampah organik, khususnya di kelurahan Gedongkiwo. Selain itu, proses dari baby maggot sampai dewasa cukup cepat juga jadi faktor pendukung.
"Karena dengan berhitung kebutuhan 20kg sampah organik olahan dapur per hari untuk makanan maggot, sebagai solusi menyerap sampah organik di kota Jogja. Jika semua mau bergerak dengan pemindahan sampah terpusat di budidaya maggot seperti di skema yang kami buat di kelurahan Gedongkiwo, sebenernya, soal sampah organik utamanya olahan dapur itu sudah tidak jadi masalah," katanya.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Lebih lanjut, Rio mengatakan skema plasma ini jika dilihat keuntungan secara materi memang belum seberapa. Kecuali skemaini dibuat dalam skala lebih besar dan harga lebih dari Rp 5 ribu. Namun begitu, keuntungan non-materi yang didapat sangat terasa, seperti Sampah Olahan Dapur (SOD) bisa terserap habis berkat maggot.
"Kalo secara keuntungan materi mungkin belum seberapa ya jika untuk awalan. Ga cukup secara hitungan keuangan. Kecuali dalam skala lebih dan harga lebih dari Rp 5 ribu. Namun non materi sudah jelas bahwa di lembaga win on go kemudian bersama FKWA , menjadi mampu terus mengedukasi dan memberi solusi terkait lingkungan, khususnya sampah," jelasnya.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Sama seperti upaya pengelolaan sampah lainnya, tentu ditemukan kendala lapangan yang dihadapi masyarakat terkait mengurai limbah organik ini. Menurut Rio, perlu keseragaman dan penyebaran informasi yang lebih baik, utamanya soal teknis budidaya maggot ini.
Oleh karena itu, Endang selaku ketua FKWA dan pengawas dari KMJ masih menerapkan skema ini di lingkup Kota Jogja saja. Tujuannya untuk mengurangi sampah olahan dapur masyarakat Jogja. Selain itu, Endang juga rajin berkeliling untuk memberikan bimbingan terkait budidaya maggot ini, supaya masyarakat semua bergerak dan bisa menjalankannya secara gotong royong.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Kembali lagi ke Kandang Maggot Jogja, meskipun omset yang didapat belum seberapa, tapi dengan produk maggot dan kasgot yang dijual bisa dipakai untuk biaya operasional Kandang Maggot Jogja. Sebuah pencapaian yang cukup bagus, mengingat KMJ baru berusia 2 tahun lebih, namun bisa menunjukkan progres yang bagus.
Kesimpulannya, banyak cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangga yang kini terus menumpuk. Bisa dengan program bank sampah yang sudah lama berjalan, atau bisa juga dengan budidaya maggot yang simpel dan menguntungkan.