Brilio.net - Kamis (26/1) sekitar pukul 10 pagi Sekretariat Mapala Unisi di Jalan Cik Di Tiro Yogyakarta riuh oleh perbincangan. Di ruangan depan tempat menamu, ada lima pria bukan usia mahasiswa tengah asyik bercengkerama di ruangan berukuran sekitar 3 m x 3 m. Mereka adalah para anggota senior.
Di dalam Mapala tidak ada istilah alumni, status keanggotaan diemban sampai mati. Sebagian mengenakan Pakaian Dinas Lapangan (PDL) yang berwarna kuning sawo. Di dada sebelah kanan tercantum nomor anggota yang didahului dengan tahun masuk Mapala.
BACA JUGA :
Misteri Sumur Upas, situs Majapahit yang punya banyak lorong rahasia
The Great Camping (TGC) adalah jalan untuk menjadi anggota Mapala Unisi. Pada 2017 kegiatan tahunan ini adalah kali ke-37 diadakan. TGC dibagi menjadi dua bagian, yaitu materi kelas (11-12 Januari) dan materi lapangan (14-22). Materi kelas diisi dengan 10 materi, yaitu (1) Hubungan Islam, Manusia, dan Alam; (2) Sejarah dan Organisasi Mapala Unisi; (3) Sosiologi Pedesaan; (4) Navigasi Darat; (5) Mountainering; (6) Survival; (7) Lingkungan Hidup; (8) Manajemen dan Jurnalistik Alam Bebas; (9) Search and Rescue (SAR); (10) P3K. Lereng Selatan Gunung Lawu, Karanganyar dipilih menjadi lokasi materi lapangan.
Dari seluruh materi lapangan, survival yang dilaksanakan pada tanggal 18-20 Januari adalah yang paling berat. Oleh karena itu, panitia bekerja sama dengan Mapala FK UNS untuk memeriksa kesehatan seluruh peserta pada malam sebelum masuk rangkaian kegiatan ini.
Yang dinyatakan tidak lulus pemeriksaan dibiarkan tinggal di basecamp, di mana Syaits Asyam adalah salah satunya. Lokasi survival berjarak sekitar 1,5 KM dari basecamp. Model yang digunakan adalah survival statis, di mana peserta camp menetap di lokasi yang sudah di tentukan panitia. Para peserta dibekali satu jeriken air, peralatan masak (nesting, kompor, bahan bakar), garam, dan benda tajam untuk mendapatkan makanan alam baik flora maupun fauna. Mereka dianjurkan menjaga api unggun tetap hidup, mendapat kesempatan tiga kali sehari berburu makanan, dan selalu didampingi oleh panitia.
BACA JUGA :
Melihat Desa Wig di Purbalingga, semua warganya ahli mengolah rambut
Salah satu kegiatan Mapala Unisi, materi kelas. (foto: Instagram/@mapalaunisi)
Panitia sepakat menghentikan TGC pasca salah satu peserta Muhammad Fadhli (Teknik Elektro 2015) wafat dalam perjalanan menuju RSUD Karanganyar pada Jumat (20/1). Semua peserta dipulangkan ke Yogyakarta. Hal ini membuat para panitia amat terpukul. Kabar tak menyenangkan berlanjut keesokan harinya.
Syaits Asyam (Teknik Industri 2015) menyusul Fadhli pada Sabtu (21/1) setelah sempat dirawat di RS Bethesda Yogyakarta. Pada Senin (23/1), giliran Ilham Nur Padmi Listiadi (Fakultas Hukum Program Internasional) berpulang. Pihak UII merespons cepat kejadian ini. Dibentuk Tim Investigasi yang terdiri dari pimpinan UII, bidang kemahasiswaan, bidang medis forensik, dan bidang hukum, untuk melakukan pendampingan pada peserta di bidang hukum.
Ada pula Tim Crisis Center untuk pendampingan psikologi yang langsung memfasilitasi ke-34 peserta lainnya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Jogja Internasional Hospital (JIH). Sebanyak 10 orang sempat harus rawat inap. Bahkan satu di antaranya dilarikan ke Intensive Care Unit (ICU) karena muntah darah.
Kasus ini mendapat perhatian dari banyak pihak, termasuk Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir. Pada Kamis (26/1) Nasir mendatangi JIH untuk membesuk 10 korban yang masih dirawat inap. Sebelum itu Nasir mengadakan pembicaraan dengan Yayasan dan rektorat UII di Kopertis Wilayah V dan melanjutkan ke rumah Syaits Asyam. Kejadian ini telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia. Mapala Unisi mendapat hujatan lewat kolom komentar di situs-situs media yang memberitakan kejadian ini. Ada pihak-pihak yang serta merta menstempel Mapala dengan cap 'pembunuh'.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (27/1), Ketua Mapala Unisi Imam Noorizky menyampaikan penyesalan atas kejadian ini sekaligus belasungkawa kepada pihak keluarga yang ditinggalkan dan permohonan maaf kepada seluruh organisasi pecinta alam. Dia juga menyebut akan menyerahkan sepenuhnya kepada tim yang telah dibentuk dan akan menerima apapun hasil yang didapatkan oleh tim saat ini dengan terbuka dan lapang dada.
"Dan juga apabila dari hasil investigasi dan tim pencari fakta didapatkan kejanggalan yang mengarah kepada adanya kekerasan fisik sehingga menyebabkan adanya korban jiwa, saya selaku ketua Mapala Unisi dan pengurus siap untuk mempertanggungjawabkan itu semua. Jika hal ini memungkinkan untuk dijadikan bukti pidana yang akan ditangani oleh pihak kepolisian maka kami akan bersikap kooperatif dan akan menjunjung tinggi proses hukum tersebut dan kita semua akan mengawal proses hukum tersebut," ungkapnya.
Organisasi yang diperhitungkan
Di balik itu semua, Mapala Unisi adalah organisasi yang diperhitungkan di skala kampus, nasional, bahkan internasional. Baik mengenai kegiatan alam bebas maupun pengabdian kepada masyarakat. Organisasi ini berdiri pada 3 Juli 1974 dengan nama awal Unisi Mountaineers Club (UMC). Pada 1976 barulah digunakan nama Mapala Unisi hingga kini, merupakan satu-satunya organisasi Mapala yang ada di UII.
Menurut pengakuan salah seorang anggota senior Mapala Unisi Andy Reza, sehari-hari Mapala Unisi tanggap terhadap permintaan darah dari para keluarga pasien, mengingat akses lokasi sekretariat yang dekat dengan beberapa rumah sakit di Yogyakarta seperti RS Panti Rapih, RS Bethesdha dan RS Sardjito.
Pada beberapa bencana yang menimpa Tanah Air, Mapala Unisi turut memberikan respons bantuan berupa penerjunan relawan. Antara lain tsunami Aceh 2004, Gempa DIY 2006, Merapi 2010, Kelud 10`3, longsor Banjarnegara dan Purworejo 2014, serta Gempa Pidie 2016.
Bantuan kemanusiaan gempa Pidie 2016. (foto: Instagram/@mapalunisi)
Mapala Unisi bermitra dengan beberapa desa dalam rangka mengisi kegiatan bidang dakwah islamiyah, pendidikan, serta peningkatan ekonomi. Desa tersebut antara lain adalah Kinahrejo, Sleman; Deles, Klaten; Selo, Boyolali; Tanggung, Sleman; Tritis, Sleman.
"Yang paling berkesan, kita punya kode etik dan semboyan: Aku Cinta Pada Tuhanku, Aku Cinta Pada Bangsa dan Negaraku, Aku Cinta Pada Masyarakat, Aku Cinta Pada Diriku. Paling berkesan ketika kita bisa meringankan beban manusia terutama, karena kode etik itu (Aku Cinta Pada Masyarakat) di atas Aku Cinta Pada Diriku," tutur Andy Reza yang punya NPA 93.1395 MPL-UII kepada brilio.net.
Ditemui terpisah, Humas UII Karina Utami Dewi mengajak untuk adil dalam memandang organisasi ini. Dia menyampaikan, Mapala Unisi adalah organisasi yang sudah sangat lama di UII, telah mengadakan TGC selama 37 tahun. Menurutnya Mapala Unisi cukup punya andil di masyarakat luas baik kemanusiaan maupun keislaman. Misalnya melakukan penjemputan terhadap Mbah Marijan saat kondisinya Merapi dalam status waspada pada 2010.
"Ada kegiatan mereka yang secara prestasi cukup baik. Tahun lalu misalnya mereka berangkat untuk perlombaan, meraih posisi 4 besar di kompetisi SAR internasional di Siprus Utara (Turki) bulan April 2016 kemarin. Mereka punya desa binaan di Merapi, mereka membangun masjid.
Jadi ada nilai-nilai keislamannya juga. Namun mereka tetap mahasiswa kita, mereka adalah unit yang ada di bawah UII. Sehingga ketika melakukan penyimpangan dari SOP tentunya harus kita tindak tegas. Tapi tentunya kita tidak memungkiri prestasi mereka," tutur Karina.
Sebelumnya foto berita ini menggunakan foto ilustrasi Mapala UI yang tidak berkaitan dengan isi berita. Redaksi mohon maaf atas kesalahan yang tidak pernah kami sengaja.
Baca juga tulisan sebelumnya:
Multilevel itu bernama kekerasan
Kenapa yang berprestasi harus berpulang?
Tulisan ketiga dari empat tulisan yang disiapkan redaksi. Simak terus liputan khusus brilio.net terkait "kasus kekerasan dalam dunia pendidikan tinggi" (tewasnya tiga mahasiswa UII dalam kegiatan Diksar Mapala)