Dengan demikian, Sri Mulyani dan pimpinan Direktorat Jenderal Bea Cukai berdiskusi tentang sejumlah permasalahan terkini yang terkait dengan layanan Bea Cukai. Hal tersebut dilakukan di Bandara Soekarno Hatta pada Sabtu, 27 April 2024. Salah satu masalah yang dibicarakan adalah pengiriman sepatu yang dikenai bea masuk hingga mencapai Rp 31 juta.
Menurut Sri Mulyani, bea yang dikenakan kepada Althaf selaku pembeli karena ditemukan Indikasi salah memberikan nominal harga. Perusahaan Jasa Titipan (PJT) memberi tahu dengan harga yang lebih rendah dari sebenarnya (under invoicing). Sehingga, Althaf dikenakan nominal yang fantastis.
BACA JUGA :
Dapat barang gratis dari luar negeri, YouTuber ini malah harus bayar Rp 27 juta ke bea cukai
"Dalam dua kasus ini, ditemukan indikasi bahwa harga yang diberitahukan oleh perusahaan jasa titipan (PJT) lebih rendah dari yang sebenarnya (under invoicing)," tulis Sri Mulyani dikutip dari akun instagram resmi @smindrawati Minggu, 28 April 2024.
Sri Mulyani melanjutkan bahwa petugas Bea Cukai kemudian mengoreksi klasifikasi barang tersebut untuk keperluan penghitungan bea masuk dan pajak yang tepat. Bea masuk dan pajak yang telah dibayarkan sebelumnya pun disesuaikan dengan klasifikasi yang benar.
BACA JUGA :
Pria protes beli sepatu harga Rp 10 juta kena bea masuk Rp 30 juta, begini penjelasan pihak bea cukai
foto: liputan6.com
Kasus ini telah selesai karena bea masuk dan pajak yang telah disesuaikan telah dibayarkan dan barangnya sudah diterima oleh penerima. Sri Mulyani berharap kejadian ini dapat menjadi pelajaran bagi para importir dan pengguna jasa titip (jastip) untuk selalu teliti dalam mengklasifikasikan barang yang akan dikirimkan ke Indonesia.
"Oleh sebab itu, petugas BC mengoreksi untuk keperluan penghitungan bea masuk dan pajaknya. Namun, masalah ini sudah selesai karena Bea Masuk dan Pajaknya telah dilakukan pembayaran, sehingga barangnya pun sudah diterima oleh penerima barang," kata Sri Mulyani dikutip dari liputan6.com.
Adapun terkait kasus pengiriman sepatu yakni saat Radhika Althaf alami lonjakan bea saat membeli sepatu bola dari laman belanja asal Jerman pada 15 April 2024 dengan harga 500 euro atau Rp 10.301.000. Sepatu tersebut dikirim dengan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) DHL dengan biaya kirim Rp 1.204.000 atau sekitar 70 euro. Pada 21 April 2024, ia kaget dengan email dari DHL yang menyatakan kalau total biaya yang dibayarkan untuk sepatu yang dibelinya sebesar Rp 31.810.340.
Tentu sebagai konsumen kaget mendengar kabar ini. Sebagai langkah awal, ia pun langsung menghubungi pihak DHL selaku PJT yang menangani barangnya. Ia awalnya mengira barangnya tertukar sehingga tarif bea yang terlampir tidak sesuai. Tetapi, setelah memverifikasi dengan DHL mengenai Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) untuk barang miliknya, ternyata benar bahwa tarif yang tinggi tersebut dikenakan padanya.
"Aku langsung coba hubungi call center Bea Cukai 1500225 berkali-kali, tapi selalu sibuk. Akhirnya aku coba cek Instagramnya Bea Cukai Soekarno-Hatta, dan kebetulan besoknya mereka lagi buka sesi konsultasi tatap muka online seputar Bea Cukai. Aku daftar sesi konsultasi itu, dan besoknya Zoom meeting bersama pihak Bea Cukai," kata Althaf.
foto: liputan6.com
Dalam pertemuan konsultasi tersebut, Althaf mengajukan pertanyaan tentang denda bea yang dikenakan padanya. Bea Cukai menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh kesalahan dari PJT yang mengumumkan harga barang yang tidak sesuai dengan harga sebenarnya. Dalam laporan Bea Cukai, terungkap bahwa harga sebenarnya hanya 35 atau setara Rp562.736.
Tentu tak mau tinggal diam, karena Althaf merasa kesalahan memberitahu harga itu bukan bagian dari kesalahannya. Sehingga ia tidak bersedia jika dibebankan denda untuk kesalahan tersebut. Althaf dan bea cukai pun masih bernegosiasi lewat sesi konsultasi itu.
Pihak Bea Cukai menawarkan kepada Althaf sebagai jalan keluar yaitu dengan mengajukan keberatan namun dengan tanpa ada garansi akan dikabulkan. Bahkan pengajuan keberatan itu justru bisa membuat dendanya semakin besar.
Tentu ini bukan saran yang solutif, sehingga ia memutuskan untuk membuat kasusnya viral di sosial media. Banyak netizen yang justru menuduh Althaf melakukan praktik under-invoicing. Namun, Althaf tetap membela diri bahwa persoalan administrasi seluruhnya diurus oleh DHL selaku PJT-nya. Ia sama sekali tidak tahu soal harga yang dilaporkan.
Dengan demikian, ia tetap dikenakan denda oleh Bea Cukai RI. Namun, Althaf enggan untuk membayar pada kesalahan yang dirasa bukan dari dirinya. Ia pun langsung mengirimkan surat resmi kepada DHL untuk membicarakan permasalahan ini hingga tuntas.
"Lebih baik aku tidak membayar, apalagi terhadap sesuatu yang bukan kesalahan aku," pungkas Althaf.