Brilio.net -Memasuki minggu-minggu terakhir bulan Ramadhan tentunya menjadi kabar yang menyenangkan bagi pekerja. Momen ini menandakan bahwa tunjangan hari raya (THR) sebentar lagi akan cair dan bisa dipakai untuk berlebaran nanti. Namun, bukannya malah senang, warganet malah dibikin kaget dengan peraturan yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP). Pasalnya pada 2024 ini, potongan pajak THRnya lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini membuat banyak warganet yang kebingungan. Walhasil, media sosial penuh dengan keresahan mereka seperti di platform X. Banyak cuitan tentang mengenai potongan pajak THR tahun 2024. Seperti yang dilansir olehbrilio.netKamis (28/3) melalui akun menfess X @worksfess yang memberikan postingan berisi rincian potongan dan menanyakan bagaimana cara menghitung PPh 21 untuk THR, kolom komentarnya ramai dengan keluhan warganet mengenai potongan pajak yang semakin besar.
BACA JUGA :
Cara membayar pajak motor di Indomaret, praktis dan nggak perlu antre lama
foto: X/@worksfess
Diposting ulang sebanyak 524 kali dan mendapat komentar sebanyak 247 oleh pengguna X. Di luar itu, telah dijelaskan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tentang perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada saat menerima Tunjangan Hari Raya (THR) menggunakan skema tarif efektif rata-rata (TER). Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti menjelaskan bahwa PPh 21 dihitung dengan cara menambahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan tersebut, kemudian hasilnya dikalikan dengan tarif sesuai dengan tabel TER. Seperti yang baru-baru ini dijelaskan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tentang perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada saat menerima Tunjangan Hari Raya (THR) menggunakan skema tarif efektif rata-rata (TER).
BACA JUGA :
5 Cara bayar pajak kendaraan lewat aplikasi Samolnas, nggak ribet
Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR, ujar Dwi dikutip brilio.net dari Antara, Kamis (28/3/2024).
Penyesuaian skema penghitungan PPh 21 menggunakan TER diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023. Sebelumnya, metode penghitungan melibatkan dua kali perhitungan oleh pemberi kerja, yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR, menggunakan tarif Pasal 17. Namun, dalam pengaturan baru, pemberi kerja hanya perlu mengalikan penghasilan bruto bulanan dengan tarif efektif rata-rata (TER) bulanan.
Bagian dari pendapatan bruto yang dimaksud meliputi upah dan insentif rutin (termasuk bayaran lembur); tambahan, Tunjangan Hari Raya (THR), penghasilan dari pekerjaan kontrak dan pendapatan lain yang tidak tetap; bayaran dari acara yang diadakan oleh pengusaha; pembayaran iuran asuransi sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang diserahkan oleh pengusaha; serta pembayaran premi asuransi yang dikeluarkan oleh pengusaha.
Dwi Astuti menekankan bahwa penerapan metode perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) tidak akan menambah beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Tarif TER digunakan untuk mempermudah perhitungan PPh Pasal 21 dari bulan Januari hingga November.
Pada bulan Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali total pajak yang harus dibayar dalam setahun dengan menggunakan tarif standar PPh Pasal 17, dan kemudian dikurangi dengan jumlah pajak yang sudah dibayarkan dari bulan Januari sampai November. Dengan demikian, beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak akan tetap sama.
Cara menghitung aturan PPh Pasal 12 yang berubah.
foto: freepik.com
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tahun 2003 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 tahun 2023 telah dikeluarkan dan berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2023. Peraturan ini mengenai penyederhanaan metode perhitungan PPh Pasal 21 melalui Tarif Efektif Rata Rata. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan kewajiban bagi setiap wajib pajak yang menerima pendapatan dalam bentuk gaji atau upah. Menurut ketentuan perpajakan di Indonesia, Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus dianggap sebagai bagian dari penghasilan karyawan dan akan dikenakan PPh Pasal 21.
Penggunaan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) dalam pembayaran pajak telah menjadi topik yang diperbincangkan di kalangan wajib pajak karena munculnya asumsi tentang peningkatan beban pajak baru. Dikutip dari akun resmi Instagram Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada Kamis (28/3/2024), TER bukanlah jenis pajak baru, tetapi merupakan pendekatan baru dalam perhitungan pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak serta menyederhanakan proses administrasi perpajakan.
Bagi sebagian individu, menghitung jumlah pajak yang harus dipotong bisa menjadi tugas yang rumit dan membingungkan. Namun, dengan penerapan tarif efektif rata-rata (TER), proses tersebut dapat menjadi lebih mudah dan sederhana bagi para wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak juga telah menghadirkan alat perhitungan pajak untuk mempermudah penghitungan berbagai macam jenis pajak, termasuk PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif efektif rata-rata, yang dapat diakses melalui tautan: kalkulator.pajak.go.id
Cara hitung lama.
foto: freepik.com
Tuan R bekerja pada perusahaan PT ABC dan memperoleh gaji sebulan Rp.15.000.000, serta membayar iuran pensiun Rp.150.000 per bulan. Tuan R menikah dan tidak memiliki tanggungan (PTKP K/0).
Gaji bulanan 15.000.000
Biaya Jabatan 5% atau maksimal 500.000
Iuran pensiun 150.000
Penghasilan neto sebulan 14.350.000
Penghasilan neto setahun 172.200.000
PTKP K/0 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak 113.700.000
PPh Pasal 21 terutang
Lapisan I 3.000.000
Lapisan II 8.055.000
Total PPh Pasal 21 terutang setahun 11.055.000
PPh Pasal 21 terutang per bulan (Sebelum TER) 921.250
Perhitungan dengan TER
(tarif lihat table acuan)
TER (Januari s.d. November) 900.000
6% x 15.000.000
PPh Pasal 21 terutang (Jan s.d. Nov)
11 x 900.000 9.900.000
PPh Pasal 21 terutang Desember
11.055.000- 9.900.000 1.155.000
Sebelum TER (Jan s.d. Des)
Per bulan (921.250) ' Pertahun (11.055.000)
Dengan TER (Jan s.d. Nov)
900.000 dan Des : 1.155.000
PPH Pasal 21 bulan Desember lebih besar daripada bulan Januari s.d. November.
Cara hitung baru.
foto: freepik.com
Tuan R bekerja pada perusahaan PT ABC dan memperoleh gaji sebulan Rp.20.000.000, serta membayar iuran pensiun Rp.200.000 per bulan. Tuan R menikah dan tidak memiliki tanggungan (PTKP K/0).
Gaji bulanan 20.000.000
Biaya Jabatan 5% atau maksimal 500.000
Iuran pension 200.000
Penghasilan neto sebulan 19.300.000
Penghasilan neto setahun 231.600.000
PTKP K/0 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak 173.100.000
PPh Pasal 21 terutang
Lapisan I 3.000.000
Lapisan II 16.965.000
Total PPh PAsal 21 terutang setahun 19.965.000
PPh Pasal 21 terutang per bulan (Sebelum TER) 921.250
Perhitungan dengan TER
(tarif lihat table acuan)
TER (Januari s.d. November) 1.800.000
9% x 20.000.000
PPh Pasal 21 terutang (Jan s.d. Nov)
11 x 1.800.000 19.800.000
PPh Pasal 21 terutang Desember
19.965.000 - 19.800.000 165.000
Sebelum TER (Jan s.d. Des)
Per bulan (1.663.750) ' Pertahun (19.965.750)
Dengan TER (Jan s.d. Nov)
1.800.000 dan Des : 165.000
PPH Pasal 21 bulan Desember lebih kecil daripada bulan Januari s.d. November