Brilio.net - Menjadi seseorang yang sukses haruslah dimulai dengan bekerja keras, apalagi jika sedari kecil sudah hidup biasa-biasa saja. Ini sama halnya dengan menjadi seorang atlet yang tangguh dan profesional, diperlukan ketekunan untuk menjadi yang terbaik. Perjuangan dari hari ke hari untuk menjadi atlet tangguh pun harus lebih keras, terutama bagi para penyandang difabel.
Hal ini juga dialami oleh atlet difabel bernama Hadi Susilo. Lelaki tamatan SMA ini harus selalu bertumpu pada kursi roda yang setia menemani setiap perjalanannya. Kakinya sudah tidak mampu digerakkan seperti sebelumnya dan membuat dirinya frustasi. Namun ia beruntung, sebab dokter yang merawatnya memiliki kawan seorang pelatih panahan yang kebetulan mencari atlet difabel dari Kabupaten Lamandau. Ia pun tertarik untuk mengikutinya.
BACA JUGA :
10 Potret Gustika Jusuf, cucu Bung Hatta yang pintar & memesona
Dilansir dari Merdeka.com, Rabu (10/6) Pada akhirnya, Hadi tergabung dalam cabang olahraga (Cabor) Panahan Kalimantan Tengah. Ia menjadi atlet difabel asal Kalimantan yang sudah berkali-kali mengikuti kejuaraan panahan. Hal tersebut ia dapatkan tentunya dengan perjalanan panjang dan tidak mudah. Selama ini ia mempunyai kegigihan dan ketekunan dalam berlatih untuk menyabet sederet prestasi. Kegigihannya membuat banyak orang terinspirasi.
Fakta-fakta dibalik kesuksesannya pun dapat membuat tercengang sekaligus kagum. Seperti apa saja fakta dari sosok Hadi? Dihimpun brilio.net dari Merdeka.com, Rabu (10/6).
1. Alami kecelakaan motor.
BACA JUGA :
Kisah Lailatul Qomariah, anak tukang becak jadi doktor muda
Ia mengalami kecelakaan motor tunggal pada tahun 2011. Tidak mudah baginya untuk menerima keadaan baru. Kelumpuhan total membuatnya harus selalu bertumpu pada kursi roda yang setia menemani setiap perjalanannya.
2. Depresi dan ingin bunuh diri.
Hal tersebut membuat dirinya depresi, bahkan pernah berpikir untuk bunuh diri. Ia merasa bahwa kematian merupakan jalan keluar terbaik.
"Awalnya sempat frustasi dan ingin bunuh diri," ujar Hadi dilansir dari tniad.mil.id.
3. Mulai bangkit dengan semangat baru.
Semenjak bertemu dokter yang merawatnya dan disarankan menjadi atlet difabel, ia memiliki semangat baru untuk melanjutkan hidup. Hadi mencoba belajar menjadi seorang pemanah bersama para penyandang difabel lain. Setiap melihat keadaan rekannya yang terhitung lebih parah darinya, rasa syukurnya muncul.
"Akhirnya dengan berjalannya waktu, dan dengan mengikuti latihan panahan gairah hidup saya tumbuh lagi," ujar Hadi.
"Ternyata masih banyak yang kondisinya jauh di bawah saya, tapi mereka tetap bersemangat," tambahnya.
4. Mengikuti berbagai pertandingan.
Kegigihannya membuat Hadi dapat mewakili Kalimantan Tengah di beberapa pertandingan. Keikutsertaannya bukan sekadar berpartisipasi, namun juga berprestasi. Ia pun memperoleh tugas mewakili Kalimantan di berbagai kota besar, bersaing dengan para atlet difabel lain.
"Hingga saat ini, saya sudah mengikuti berbagai pertandingan, yaitu di Bandung, Pakualam Cup di Yogyakarta, Mangukura Open di Bali," ujarnya.
5. Tanding dengan atlet normal.
Momen besar baginya adalah ketika mengikuti Kuad Archery Open Championship 2019, yang digelar di Lapangan Gatot Subroto Makopassus, Cijantung, Jakarta Timur, pada tahun 2019. Ia bahkan bertanding bersama para atlet normal dari berbagai kota besar. Bersama dengan Lia, rekan dari Kalimantan Tengah, keduanya berusaha jadi juara. Hal ini juga merupakan event pertama bagi rekan Hadi, Mahda Aulia, gadis difabel sejak lahir yang kini masih duduk di bangku SMP itu.
"Bersama Lia juga (atlet difabel), kami tidak hanya sekadar partisipasi, namun juga berkompetisi dan berprestasi bersama dengan atlet lainnya yang normal," tutup Hadi.