Brilio.net - Nama Cut Nyak Dien atau Teuku Umar memang lebih dikenal luas daripada nama Teuku Markam. Namun, sosok satu ini juga layak dikatakan sebagai pahlawan dari Aceh meskipun ia tidak menggunakan rencong dalam mengusir serdadu Belanda. Ya, saudagar asal Aceh ini berjuang setelah Indonesia merdeka dari penjajahan.
Berbeda dengan pahlawan lainnya, Markam membantu perjuangan Indonesia dalam bidang ekonomi yang ketika itu masih belum bangkit. Pria keturunan Uleebalang (panglima kerajaan) ini memang tamatan militer, tapi perjuangannya malah jauh dari bidang itu. Bung Karno sendiri saat itu sangat berterima kasih sekali atas sumbangsih yang dilakukan Markam demi Indonesia.
BACA JUGA :
9 Orang pribumi keturunan Tionghoa ini berjuang untuk Indonesia
Ironis memang, meskipun ia sudah berjuang keras bagi negara Indonesia, pada akhirnya Markam malah tak diakui oleh negara yang ia perjuangkan. Nah, ingin tahu lebih lanjut tentang pria Aceh ini? Yuk simak enam fakta Teuku Markam yang brilio.net rangkum dari berbagai sumber, Senin (10/4).
1. Menyumbang 28 kg emas untuk Monas.
BACA JUGA :
11 Wajah sosok ini bakal kamu temukan di uang baru RI, kenalan yuk
foto: toptime.co.id
Memang belum ditemukan dokumentasi atau apa pun, namun banyak yang meyakini kalau Teuku Markam lah yang menyumbang 28 kilogram emas dari 38 kilogram emas di puncak Monumen Nasional (Monas) itu. Nggak hanya itu, ada pula beberapa sumber yang mengatakan kalau Markam juga ikut andil dalam membebaskan lahan Senayan.
2. Saudagar terkaya dari Aceh.
foto: twitter.com/simpsura
Di masa awal kemerdekaan inilah Teuku Markam muncul dengan bisnis sebagai profesinya. Mulai dari bisnis ekspor impor, besi beton hingga plat baja ia tekuni. Dengan berbagai macam bisnis itu ia bisa menjadi sangat kaya. Markam juga tercatat sebagai eksportir pertama mobil Toyota hardtop dari Jepang.
Saking kayanya, Markam sempat membangun infrastruktur di aceh seperti membangun jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh dan Tapaktuan. Ia juga disebut-sebut memiliki beberapa dok kapal di Jakarta, Makassar, Medan dan Palembang.
3. Dituduh sebagai antek PKI.
foto: twitter.com/simpsura
Nggak cuma Monas dan Senayan, masih banyak jasa yang dilakukan oleh Markam. Markam juga ikut membiayai berbagai macam yang terkait dalam melepaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Konglomerat yang dekat Soekarno ini juga ikut mensukseskan KTT Asia Afrika. Luar biasa memang jasanya, namun pada akhirnya Markam malah tak dianggap dan diakui oleh negara. Saat pemerintahan Soeharto, Markam diciduk dan dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan terlibat dengan PKI serta dianggap kaum penyembah Soekarno. Hingga akhirnya Markam dijebloskan ke penjara pada tahun 1966
4. Dipenjara dan semua hartanya ludes.
foto: merdeka.com
Pada masa orde baru, nggak hanya difitnah dan berakhir dipenjara saja penderitaan yang dirasakan oleh Markam. PT Karkam miliknya yang telah menyumbang cukup banyak dana demi pembangunan ekonomi Indonesia juga diambil Pemerintah Indonesia dan menjadikannya sebagai BUMN.
Yang lebih ironis, tak ada harta sedikitpun yang disisakan untuk keluarga dan anak-anaknya. Hingga akhirnya keluarga Markam hidupnya terlunta-lunta. Pada saat Markam keluar dari penjara di tahun 1974 pun, ia dan keluarganya juga masih kesulitan untuk mengklaim hartanya lagi. Pengambilalihan harta Markam ini ternyata dibenarkan oleh sejarawan Anhar Gonggong. Salah satunya Bank Duta milik Soeharto, kemungkinan asetnya Markam.
5. Nama baiknya yang tak kunjung bersih.
foto: zulfanafdhilla.com
Setelah bebas dari penjara, hidup Markam belum juga baik. Ia masih sering mendapat hinaan dari orang-orang karena dianggap sebagai antek PKI. Padahal sudah jelas, Markam berjuang keras di awal kemerdekaan Indonesia. Hanya karena ia dekat dengan Soekarno dan dianggap sebagai Sukarnois hidup Markam dan keluarganya hingga kini miris. Namun yang sangat disesalkan adalah nama baiknya yang tak kunjung dibersihkan dari tuduhan. Hingga di ujung usia, Markam masih dianggap sebagai pengkhianat negara.
6. Hingga akhir hayat alami kesulitan.
foto: biografiku.com
Markam meninggal dunia pada tahun 1985. Ia meninggal akibat mengidap komplikasi berbagai macam penyakit. Nggak hanya Markam yang mengalami kehidupan tragis, bahkan sekarang anak cucunya menderita lahir bathin. Keluarga Markam sudah belasan tahun hidup berpencar ke mana-mana. Ada yang memilih untuk tinggal di Aceh dan beberapa lagi ada yang memilih menetap di Jakarta.