Brilio.net - Di era yang seperti ini, sangat jarang ditemukan orang-orang yang rela membantu orang lain, tanpa mengharapkan imbalan. Apalagi menyangkut profesi di bidang jasa.
Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Aznan Lelo, dokter sekaligus guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ini. Ia tidak memasang tarif biaya berobat di tempat praktiknya.
Sebuah bangunan tua di kawasan Jln. Puri Medan, Kelurahan Komat, Kecamatan Medan Area, Medan, Sumatera Utara, kerap didatangi orang-orang yang mengendarai becak, sepeda motor, hingga mobil.
Dikutip brilio.net dari kickandy.com Aznan membuka praktik tanpa memasang papan nama. Kepada pasiennya dia tidak memasang tarif. Pasien membayar jasa konsultasi dan dr. Aznan memberikan obat hasil racikannya sendiri, kadang pula menuliskan resep. Obat-obat yang dipilihnya pun generik, bisa diperoleh di banyak apotek dengan harga terjangkau. Sudah 30 tahun ia membuka praktik dengan cara begitu.
BACA JUGA :
Azizul Hakim Mansyur, pemuda Indonesia yang jadi Imam Masjid New York
Biasanya ia buka praktik pukul 17.00 WIB, dan di meja registrasi disediakan amplop-amplop. Pasien-pasiennya sudah tahu cara dan jumlah pengisian amplop untuk tarif "ikhlas hati" itu. Para pasien pun mengisi amplop sekehendak hati. Amplop yang sudah diisi dibawa masuk ke ruang praktik saat diperiksa, dan seusai pemeriksaan ditinggal di meja dr. Aznan.
"Semua orang sakit harus dibantu. Orang miskin lebih menghargai profesi dokter dibandingkan orang kaya. Siapapun yang sedang dalam keadaan sakit harus dibantu. Saya tidak pernah minta, tetapi kalau diberikan, saya juga tidak menolak, ungkap dr.Aznan
Setiap hari tempat praktiknya dipadati pasien yang jumlahnya mencapai ratusan. Akibatnya ia sering harus membuka praktik hingga dini hari, terkadang sampai pukul 01.30 WIB. Dia dibantu beberapa mahasiswanya yang sedang coass (magang dokter).
Dokter bagi Aznan adalah profesi yang tidak boleh menetapkan tarif jasa pembayaran. Sama halnya seperti dua profesi lainnya, yakni pengacara dan guru.