Brilio.net - Muda, berprestasi, dan inspiratif. Gambaran itulah yang cocok disematkan kepada Ahmad Ataka Awwalur Rizqi. Pada usianya yang baru 23 tahun, pemuda asal Yogyakarta ini sekarang sedang menempuh program doktoral di salah satu universitas terkemuka dunia, King's College London, United Kingdom. Lalu apa istimewanya?
Jika lazimnya mahasiswa yang menempuh program doktor harus melalui program master terlebih dahulu, maka hal berbeda terjadi pada Ataka. Lulus dari Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2014 lalu, ia langsung menempuh program Doctor of Philosophy in Robotics di King's College London pada awal tahun 2015 lalu.
BACA JUGA :
Pengawet tahu dari lidah buaya karya mahasiswa UNY raih emas di Korea
Ceritanya bermula ketika pertengahan 2014 paper ditulis Ataka sebagai pengembangan dari skripsi S-1 di UGM menjadi kandidat Best Conference Paper Award di konferensi Advanced Robotics and Intelligent Systems (ARIS) 2014 Taiwan. Karena keterbatasan dana, akhirnya dosen pembimbing Ataka yang berangkat dan mempresentasikan karya mereka tersebut. Di sanalah kemudian sang dosen bertemu dengan Prof. Kaspar Althoefer, kepala Centre for Robotics Research (CoRe) King's College London (KCL). Dari komunikasi lewat emai tersebut, akhirnya Ataka memutuskan untuk mendaftar di King's College London Program M.Phil/Ph.D di bawah bimbingan Prof Kaspar Althoefer.
Awalnya, lanjut Ataka, ia memang berniat untuk mendaftar program master terlebih dahulu. Tapi setelah berkomunikasi dan mengirim CV ke Prof. Kaspar Althoefer tawaran mengejutkan malah didapatkannya. "Saya justru ditawari untuk langsung mendaftar program M.Phil/Ph.D yang berlangsung 3-4 tahun tanpa gelar master. Hal seperti ini ternyata memang bisa saja terjadi karena beberapa program doktoral tidak mengharuskan calon mahasiswanya mempunyai gelar master," kata Ataka kepada brilio.net, Rabu (8/12).
BACA JUGA :
Berkat pakan ayam dari tempe, Maya raih juara kompetisi Asia-Pasifik
Beruntungnya, ia juga lolos program Beasiswa Presiden Republik Indonesia (BPRI) angkatan pertama yang dilepas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Oktober 2014 silam. Alhasil seluruh biaya studinya dibiayai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Januari 2015, putra pertama pasangan almarhum Ahmad Taufiqurrahman dan Nur Hilawah ini berangkat ke London dan diberi kesempatan memilih topik penelitian apa yang akan dikerjakan untuk program doktoral. Saat itu, kata Ataka, ada dua proyek besar di sana, yakni STIFF-FLOP yang bertujuan mendesain sistem robotika baru untuk keperluan bedah di bidang medis dan Four by Three yang mengembangkan robot manipulator untuk digunakan di lingkungan industri.
Karena melihat banyak hal menarik di robot bedah, Ataka pun memilih untuk ikut mengembangkan lebih jauh sistem robot bedah yang ada di laboratorium saat itu. Karena proyek STIFF-FLOP akan berakhir Desember ini, Ataka pun lalu ditawati untuk ikut bergabung di proyek Four by Three yang masih berlangsung selama dua tahun ke depan karena dirasa mampu untuk berkontribusi di situ.
Ataka yang di Indonesia bertempat tinggal di Wirobrajan Yogyakarta ini mengungkapkan, sewaktu kecil ia lebih menggemari matematika dan fisika. Ataka baru tertarik pada robot sewaktu mulai kuliah di Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM pada 2010 lalu. Kebetulan di sana ia bergabung dengan Komunitas Electrical Engineering Innovation Centre, wadah bagi mahasiswa untuk belajar robotika di luar kuliah. Dari situlah peraih medali perak pada International Physics Olympiad di Kroasia tahun 2010 ini belajar bersama para senior dan mahasiswa lain membuat robot line-follower, robot sederhana yang bergerak otomatis mengikuti garis hitam.
Mulai dari situ akhirnya kegemaran Ataka terhadap robot semasa kuliah S-1 terus diasah. Ia aktif mengikuti perlombaan dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Beberapa prestasi yang ditorehkannya bersama tim seperti juara 2 Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia (KOMURINDO) 2013 bidang muatan roket serta medali perunggu Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2014.
"Salah satu robot yang saya dan teman-teman kembangkan dulu adalah mobile robot pemantau daerah bencana serta kendali formasi robot terbang UAV Quadrotor," terang peraih rekor MURI sebagai penggagas kaos edukasi bertema fisika dan matematika pertama pada bulan Juni 2001 ini.
Selain menggemari matematika, fisika, dan robotika, pemuda kelahiran Banyuwangi 24 Juli 1992 ini juga sudah menggemari dunia tulis-menulis sejak duduk di Sekolah Dasar. Beberapa karya fiksi yang telah diterbitkan saat ia duduk di bangku SMP adalah Misteri Pedang Skinheald 1; Sang Pembuka Segel dan Misteri Pembunuhan Penggemar Harry Potter pada tahun 2005. Kemudian pada 2007 karyanya keluar lagi dengan judul Misteri Pedang Skinheald 2, Awal Petualangan Besar. Saat ini, sambil kuliah di King's College London, ia sedang menyusun sebuah buku non-fiksi berisi pengalaman-pengalamannya selama berkecimpung di dunia Olimpiade Fisika serta mengunjungi berbagai negara.