1. Home
  2. »
  3. Sosok
17 Maret 2016 08:43

Dicurhati difabel yang ditolak Go-Jek, Triyono buat ojek difabel

Triyono (34), penyandang difabel yang telah menginisiasi terbentuknya ojek difabel sejak Juni tahun lalu. Nur Romdlon

Brilio.net - Siang itu, tampak seorang lelaki berkacamata yang memegang tongkat sedang mengajak ngobrol beberapa orang di rumah sebelah barat Pura Pakualaman Yogyakarta. Di dekatnya, terparkir tiga motor yang sudah dimodifikasi. Motor tersebut telah diberi tempat duduk tambahan yang cukup untuk dua orang di bagian kiri pengendaranya.

Lelaki berkacamata itu adalah Triyono (34), penyandang difabel yang telah menginisiasi terbentuknya ojek difabel sejak Juni tahun lalu. Sejak tahun lalu, aktivitas Triyono tak hanya berbisnis dan menjadi konsultan peternakan. Finalis Wirausaha Muda Mandiri 2010 itu juga mencurahkan waktunya untuk para difabel lain. Ia mendirikan jasa ojek Difa City Tour and Transport yang semua pegawainya adalah penyandang difabel.

"Dulu saya malah jarang berinteraksi dengan sesama difabel. Saya bergaulnya ya dengan orang normal lainnya. Saya juga nggak pernah ikut organisasi atau perkumpulan difabel," kata Triyono kepada brilio.net, Rabu (16/3).

Curhatan seorang teman difabel yang ditolak saat melamar sebagai pengemudi Go-Jek karena kekurangannya menggugah hati Triyono. Ia lantas mencoba memutar otak bagaimana caranya memberi bantuan kepada temannya itu.

"Saya sih maklum karena sistem Go-Jek mungkin belum mengakomodir para difabel untuk bekerja, motor difabel kan beda," kata lulusan jurusan peternakan Universitas Sebelas Maret (UNS) ini.

Ia kemudian mencoba membuat konsep dan prototype motor yang bisa digunakan oleh difabel untuk beraktivitas. Setelah jadi prototypenya, ia tawarkan konsepnya itu kepada para pengusaha dan perusahaan agar bisa mendapat bantuan CSR. Ia juga mengajak kerjasama Sedekah Rombongan karena merasa mempunyai misi yang sama.

Setelah mendapatkan bantuan, Triyono yang difabel karena terkena penyakit polio sejak balita ini lantas mendistribusikan motor tersebut. Ia pertama kali mencoba masuk ke Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) cabang Sleman untuk mencari difabel yang mau ia bimbing.

Sedikit demi sedikit ia merekrut difabel. Bagi mereka yang sudah mempunyai motor, Triyono akan membawa motor itu ke bengkel rekanannya untuk dimodifikasi sesuai konsepnya. Sedangkan yang tak punya motor, Triyono akan memberikan motor yang telah disesuaikan dengan karakteristik disabilitasnya secara cuma-cuma.

Triyono mengaku kebanyakan difabel yang ia rekrut dulunya belum mempunyai pekerjaan tetap, ada yang hanya beternak di rumah, ada juga yang jualan musiman. "Saya lihat wajahnya saja sedih, suram. Mereka saat ngobrol dengan saya menunduk terus, nyalinya ciut," terang Triyono.

Untuk mempromosikan ojek Difa, Triyono mencoba masuk ke perkumpulan difabel yang ada di berbagai daerah di DI Yogyakarta. Ia memperkenalkan ojek difabel ini saat ada pertemuan difabel. Hasilnya, pelanggan Difa pun terus berdatangan.

Mereka yang ingin menggunakan jasa Difa cukup menghubungi nomor yang hotline yang ada. Tak butuh waktu lama, pengemudi ojek Difa pun akan segera datang. Mereka yang sudah berlangganan bahkan sudah mempunyai jadwal tersendiri kapan ojek Difa akan datang untuk mengantar dan menjemput.

Hampir 80% pelanggan ojek Difa adalah difabel, utamanya tunanetra. Selain sebagai ojek, Difa juga melayani pengantaran barang dan juga paket tour bagi difabel dan keluarganya.

Konsep yang dibuat Triyono juga tak memberatkan para pegawainya. Potongan bagi hasil dengan Difa hanya dilakukan jika pendapatan sudah lebih dari Rp 1 juta. Jika belum, maka manajemen Difa tak akan mengambil bagian. Potongan tersebut akan dikembangkan untuk memproduksi kendaraan ojek Difa agar semakin lebih banyak lagi.

Hingga saat ini, sudah ada 15 armada ojek Difa. Sementara itu daftar tunggu difabel yang melamar menjadi pengemudi ojek Difa sudah puluhan. Permintaan untuk membuat ojek serupa di Semarang, Solo, dan Bali juga sudah ada.

Triyono sendiri meniatkan mengembangkan Difa untuk membantu para difabel. Ia sendiri sudah merasa tercukupi dengan berbagai bisnis yang ia jalankan.

"Saya kesal karena difabel sering dijadikan obyek proposal. Seakan-akan jika mereka mandiri, mereka yang sering memanfaatkan sebagai obyek itu bingung nantinya siapa yang dijadikan proposal. Harusnya kalau benar-benar memberi pelatihan difabel itu ya langsung difasilitasi dan dibimbing," katanya.

Saat ini aplikasi android dan iOS untuk ojek Difa pun masih dalam proses pengerjaan. Jika jadi, nantinya Difa City Tour and Transport akan beroperasi layaknya Go-Jek dan ojek berbasis aplikasi ponsel lainnya.

Triyono kini pun cukup merasa senang karena sudah bisa melihat tawa para difabel yang ia bimbing di Difa Tour and Transport. Muka suram dan takut kini serasa tak ada lagi.




SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags