Brilio.net - Setiap orang orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar setiap impiannya. Tapi nggak semua orang berani mengambil langkah pertama. Seperti halnya dilakukan olej Desia Ayu Gestania memilih untuk mengejar impiannya tak peduli apa resiko depannya.
Desia Ayu Gestania yang akrab disapa Desia memberanikan diri mengejar mimpinya sejak tahun 2013 lalu. Saat hanya segelintir orang yang melihat media sosial sebagai sarana untuk berbisnis, Desia justru beranikan diri membuka bisnis pertamanya di Instagram.
BACA JUGA :
Pilih resign kerja kantoran, wanita ini pulang kampung sempat jual gorengan kini sukses bisnis ekspor
Remember why you start, tutur Desia saat ditemui brilio.net pada beberapa waktu lalu.
Kalimat singkat penuh inspirasi ini benar-benar dipegang teguh oleh Desia yang merintis bisnis dengan modal nekat hingga berhasil punya toko kue yang dikenal banyak orang. Toko kue Desia Kitchen yang beralamat di Jalan Tegal Panggung Nomor 41, Danurejan, Jogja. Bangunan toko ini memiliki desain minimalis dengan konsep kekinian, cocok bagi siapa saja yang ingin menikmati manisnya sepotong kue dengan secangkir kopi.
Sebelum memulai bisnis, Desia memutuskan menempuh pendidikan sarjana di James Cook University Singapore mengambil jurusan Bisnis. "Pendidikan Sarjana di James Cook University Singapura Jurusan Bisnis. Setelah lulus lanjut kerja di universitas itu juga sebagai Marketing dan Admin," jelas Desia.
BACA JUGA :
Pernah kerja jadi pegawai bank dibayar Rp 350 ribu, kini remaja tengil ini sukses jadi komedian
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Melepas karier di Singapura demi jualan kue
Usai lulus dari James Cook University, pada 2010-2012 Desia sempat bekerja di Universitasnya sebagai Marketing dan Admin yang membimbing orang asing yang ingin berkuliah di Singapura, terutama di James Cook University selama dua tahun. Sukses berkarier di Singapura dengan pendapatan yang cukup menjanjikan, ia justru memilih mengejar impiannya untuk menjadi bisnis owner.
Alhasil pada akhir 2012 Desia memutuskan keluar dari perusahaan di Singapura dan kembali ke Indonesia pada awal tahun 2013. Sekembalinya ke Indonesia, ia tak langsung bekerja malah menganggur sembari memikirkan bisnis yang akan dijalaninya.
"2010-2012 di Singapura, kemudian 2013 balik ke Indonesia. Pas awal-awal babat alas dengan buka bisnis itu. Dari Januari sampai September masih cari-cari bikin bisnis apa," ucap Desia .
Setelah, memutuskan untuk kejar mimpinya ia pun mencoba mengulik berbagai peluang bisnis di bidang makanan. Berkat kesukaannya mengulik makanan, Desia akhirnya memutuskan untuk membuka toko kue sendiri. Meski tak punya bekal keilmuan dalam membuat kue, ia pun semangat belajar melalui YouTube maupun majalah kala itu.
"Berawal dari suka makan kue-kue dan ketika kembali ke Indonesia bingung mau buat apa akhirnya memutuskan untuk membuat cake. Belajar dari YouTube otodidak dan tidak langsung jadi, proses belajar terus menerus," sambung Desia mengisahkan awal belajar membuat cake.
"Dulu inginnya makanan berat, japanse satu, atau makanan yang belum ada di Indonesia. Tapi berjalannya waktu lebih tertariknya ke kue karena dulu teman-teman suka kirim cake jadi pengen coba juga, rasa penasaran ngulik kue," ucapnya lagi.
Dengan modal seadanya, Desia mencoba berbagai resep dan belajar membuat berbagai kue hasil kreasinya sendiri. Hasil buatannya pun hanya di posting pada media sosial khususnya Path (medsos sejenis Instagram yang popular di tahun 2010-2015).
Berawal postingan di Path banyak rekannya yang menyarankan untuk membuka open PO (pre order). Hal itu pun dilakukannya karena pertimbangan minim resiko, ia mencoba buka open po di Instagram dengan ala kadarnya.
"Awal membangun terinspirasi dari hobi yang suka update bikin kue di Path. Dan dari Path teman-teman menyarankan bikin open PO," ungkap Desia.
Orderan pertama hingga bisnis yang mulai berkembang
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Pesanan pertamanya pun datang dari siswa SMA. Tak langsung punya toko offline, selama 8 tahun Desia menjalankan usahanya secara online dengan sistem pre-order. Berapapun pesanan yang didapatkan ia dengan setulus hati membuatnya.
"Jadi, modalnya dari PO untuk buka bisnis. Foto ala kadarnya jadi post di IG. Trus ada anak SMA order, jadinya dibuatin meski cuma satu pesanan," pukasnya.
Untuk meningkatkan brand awareness pada produknya ia pun mengikuti berbagai bazar dan gencar mempromosikan di media sosial. Tak berhenti disitu saja, Desia pun memperhatikan packaging kue yang dibuatnya. Kala itu, desain packaging yang tak terlalu menarik sehingga ia memutuskan untuk membuat desain packaging-nya sendiri. Semua dilakukannya seorang diri.
"Jadi dulu dari bikin kue sampa packaging dibuat sendiri. Selain posting di IG saya juga ikut bazar. Syukurnya waktu itu cup cake booming sampe banyak orang yang menunggu. Orang rela nunggu. Intinya belajar mengembangkan produk. Mengenal diri sendiri maupun market," tutur Desia lagi.
Beberapa tahun menjalankan usaha kue seorang diri, perlahan-lahan Desia memutuskan merekrut beberapa karyawan setelah merasa usahanya mulai berkembang. Dari awalnya hanya 1 karyawan hingga sekarang ada total 8 karyawan yang bergantung hidup lewat toko kue kecilnya.
Tantangan selama mendirikan usaha
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Setelah 8 tahun menjalankan toko kue online, sekitar tahun 2020 Desia pun memutuskan membuka toko offline. Tak langsung sukses, usahanya pun mengalami naik turun. Apalagi di masa pandemi banyak orderan yang menurun pasalnya ekonomi yang menyusut sehingga berpengaruh pada orderan toko kuenya.
Tidak ingin menyerah dengan kondisi yang semakin sulit, Desia mulai adaptasi produk yang dibuatnya dengan membuat cake frozen seperti frozen kroket, risol, maupun cake and cheese frozen. Selain itu, Desia pun cukup lihai melihat peluang orang-orang yang menetap di rumah sehingga membuat produk baking kit, yaitu menyediakan bahan-bahan kue yang sesuai takaran lalu customer bisa langsung membuatnya.
Waktu awal pandemi bikin sesuatu yang frozen seperti frozen kroket, risol, cake and cheese. Lalu liat peluang bahwa orang stay at home, jadi pengen bikin baking kit biar orang bisa beraktivitas meski di rumah aja. Jadi kayak bahan-bahan kue dibuat tinggal customer yang pesan tinggal buat sendiri di rumah dengan harga terjangkau cuma Rp99.000, tutur Desia.
Menjadi bisnis owner yang memulai usaha dengan modal seadanya dan pengalaman yang minim menjadi tantangan tersendiri. Menurutnya bisnis Desias Kitchen membuatnya terus belajar untuk tidak menyerah serta selalu survive apapun kondisinya.
Titik terendah jadi penjual kue
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Bagi Desia, titik terendah bukan awal memulai tetap tetap bertahan di tengah ketidakpastian usaha. Apalagi setelah memiliki toko online malah menjadi tantangan terbesarnya sebab harus mengurus karyawan dengan berbagai macam background.
Saat usahanya semakin berkembang, Desia malah kesulitan dalam mengelola karyawan maupun sistem bisnisnya. Alhasil kadang membuatnya ingin menyerah.
"Pengen nyerah itu ada, tapi tidak akan mungkin karena memang bisnis ini hidup dan mati, jadi ya harus saling semangat, " curhatnya.
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Menjadi bisnis owner tidak semudah yang dibayangkan, ada tantangan yang harus dilewati setiap tahapannya, mulai dari pengembangan produk hingga usaha ekstra untuk membangun sistem bisnis yang stabil. Oleh karena itu, Desia berharap kedepannya usaha yang dijalankan bisa bertahan dan stabil hingga berpuluh-puluh tahun kedepannya.
"Paling utama stabil. Ingin lebih besar lagi agar banyak dikenal banyak orang, saling berbagi kebahagian. Selain itu, bisa buka lapangan kerja yang lebih luas lagi," sambung Desia.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa dalam menjalani usaha tak ada yang instan. Oleh karena itu setiap bisnis owner harus percaya pada proses serta terus belajar. Ia percaya bahwa small step is still step yang perlu ditanamkan dalam hati tiap orang agar tujuannya segera terwujud.
"Percaya pada proses, kadang kita suka terburu-buru. Padahal nggak ada yang kejar juga. Small step is still step jadi nggak perlu big step. Keep going apapun yang terjadi, " ujar Desia.