Orderan pertama hingga bisnis yang mulai berkembang
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
BACA JUGA :
Pilih resign kerja kantoran, wanita ini pulang kampung sempat jual gorengan kini sukses bisnis ekspor
Pesanan pertamanya pun datang dari siswa SMA. Tak langsung punya toko offline, selama 8 tahun Desia menjalankan usahanya secara online dengan sistem pre-order. Berapapun pesanan yang didapatkan ia dengan setulus hati membuatnya.
"Jadi, modalnya dari PO untuk buka bisnis. Foto ala kadarnya jadi post di IG. Trus ada anak SMA order, jadinya dibuatin meski cuma satu pesanan," pukasnya.
Untuk meningkatkan brand awareness pada produknya ia pun mengikuti berbagai bazar dan gencar mempromosikan di media sosial. Tak berhenti disitu saja, Desia pun memperhatikan packaging kue yang dibuatnya. Kala itu, desain packaging yang tak terlalu menarik sehingga ia memutuskan untuk membuat desain packaging-nya sendiri. Semua dilakukannya seorang diri.
BACA JUGA :
Pernah kerja jadi pegawai bank dibayar Rp 350 ribu, kini remaja tengil ini sukses jadi komedian
"Jadi dulu dari bikin kue sampa packaging dibuat sendiri. Selain posting di IG saya juga ikut bazar. Syukurnya waktu itu cup cake booming sampe banyak orang yang menunggu. Orang rela nunggu. Intinya belajar mengembangkan produk. Mengenal diri sendiri maupun market," tutur Desia lagi.
Beberapa tahun menjalankan usaha kue seorang diri, perlahan-lahan Desia memutuskan merekrut beberapa karyawan setelah merasa usahanya mulai berkembang. Dari awalnya hanya 1 karyawan hingga sekarang ada total 8 karyawan yang bergantung hidup lewat toko kue kecilnya.
Tantangan selama mendirikan usaha
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Setelah 8 tahun menjalankan toko kue online, sekitar tahun 2020 Desia pun memutuskan membuka toko offline. Tak langsung sukses, usahanya pun mengalami naik turun. Apalagi di masa pandemi banyak orderan yang menurun pasalnya ekonomi yang menyusut sehingga berpengaruh pada orderan toko kuenya.
Tidak ingin menyerah dengan kondisi yang semakin sulit, Desia mulai adaptasi produk yang dibuatnya dengan membuat cake frozen seperti frozen kroket, risol, maupun cake and cheese frozen. Selain itu, Desia pun cukup lihai melihat peluang orang-orang yang menetap di rumah sehingga membuat produk baking kit, yaitu menyediakan bahan-bahan kue yang sesuai takaran lalu customer bisa langsung membuatnya.
Waktu awal pandemi bikin sesuatu yang frozen seperti frozen kroket, risol, cake and cheese. Lalu liat peluang bahwa orang stay at home, jadi pengen bikin baking kit biar orang bisa beraktivitas meski di rumah aja. Jadi kayak bahan-bahan kue dibuat tinggal customer yang pesan tinggal buat sendiri di rumah dengan harga terjangkau cuma Rp99.000, tutur Desia.
Menjadi bisnis owner yang memulai usaha dengan modal seadanya dan pengalaman yang minim menjadi tantangan tersendiri. Menurutnya bisnis Desias Kitchen membuatnya terus belajar untuk tidak menyerah serta selalu survive apapun kondisinya.
Titik terendah jadi penjual kue
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Bagi Desia, titik terendah bukan awal memulai tetap tetap bertahan di tengah ketidakpastian usaha. Apalagi setelah memiliki toko online malah menjadi tantangan terbesarnya sebab harus mengurus karyawan dengan berbagai macam background.
Saat usahanya semakin berkembang, Desia malah kesulitan dalam mengelola karyawan maupun sistem bisnisnya. Alhasil kadang membuatnya ingin menyerah.
"Pengen nyerah itu ada, tapi tidak akan mungkin karena memang bisnis ini hidup dan mati, jadi ya harus saling semangat, " curhatnya.
foto: brilio.net/Sri Jumiyarti
Menjadi bisnis owner tidak semudah yang dibayangkan, ada tantangan yang harus dilewati setiap tahapannya, mulai dari pengembangan produk hingga usaha ekstra untuk membangun sistem bisnis yang stabil. Oleh karena itu, Desia berharap kedepannya usaha yang dijalankan bisa bertahan dan stabil hingga berpuluh-puluh tahun kedepannya.
"Paling utama stabil. Ingin lebih besar lagi agar banyak dikenal banyak orang, saling berbagi kebahagian. Selain itu, bisa buka lapangan kerja yang lebih luas lagi," sambung Desia.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa dalam menjalani usaha tak ada yang instan. Oleh karena itu setiap bisnis owner harus percaya pada proses serta terus belajar. Ia percaya bahwa small step is still step yang perlu ditanamkan dalam hati tiap orang agar tujuannya segera terwujud.
"Percaya pada proses, kadang kita suka terburu-buru. Padahal nggak ada yang kejar juga. Small step is still step jadi nggak perlu big step. Keep going apapun yang terjadi, " ujar Desia.