Brilio.net - Keterbatasan fisik tak pernah menghalangi tiga anak muda ini untuk mandiri. Bagi mereka, menyandang status sebagai disabilitas bukan menjadi alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain. Sebaliknya, justru mereka ingin membuktikan, disabilitas juga bisa berkarya.
Begitulah perjuangan yang dilakukan tiga anak muda asal Sumatera, Wahyu Alistia (25) dari Lampung, Saldi Rahman (23) asal Padang, dan Rendy Agusta (25) dari Pekanbaru. Trio disabilitas yang menamakan diri mereka Kito Rato baru-baru ini membuka usaha kuliner (food & beverage) kaki lima di Granada Square (Kencana Loka, BSD City), Tangerang Selatan.
BACA JUGA :
7 Potret Maisa, difabel kakak kandung Sheryl Sheinafia
Tapi jangan berpikir mereka buka gerobak kaki lima ya. Kito Rato berarti kita sebagai manusia itu sama. Wahyu dan Rendy disabilitas pada bagian lengan. Sementara Saldi di bagian kaki. Ia terpaksa menggunakan kaki palsu.
Mereka menyulap mobil Volkswagen (VW) Combi Brazil untuk dijadikan mobil inklusi sebagai kedai bergerak. Maklum, menggunakan VW Combi untuk berjualan kopi ataupun makanan sudah merupakan hal yang lumrah. Mobil ini memang punya dimensi yang cocok dijadikan sebagai teman seperjuangan mencari nafkah. Ruang interiornya yang luas membuat modifikasi bisa dilakukan sedemikian rupa untuk bisa mengangkut berbagai peralatan yang diperlukan.
BACA JUGA :
Masjid El-Syifa di Indonesia jadi bukti tempat ibadah ramah difabel
Nah tentu saja di sini kita nggak ingin membahas soal Volkswagen. Tapi ingin menelisik kisah perjuangan Wahyu sebagai anak seorang nelayan, serta Saldi dan Rendy yang masing-masing anak seorang petani mengatasi keterbatasan fisik yang mereka miliki.
Sekadar informasi nih. Sebelum memutuskan untuk berwirausaha, ketiga anak muda ini pernah bekerja di perusahaan. Hanya saja mereka berpikir menyandang status karyawan tidak bisa memenuhi passion. Mereka pun akhirnya berinisiatif keluar dari zona nyaman. Mengejar mimpi menjadi entrepreneur.
Kami ingin menunjukkan bahwa kami mampu berwirausaha seperti anak muda lain. Tidak ada batasan bagi kami untuk menggapai cita-cita yang setara, ujar Wahyu kepada Brilio.net.
Boleh jadi, mereka bukan yang pertama berjualan dengan memanfaatkan kendaraan roda empat. Sudah banyak gerai mobil yang menjajakan makanan dan minuman. Tapi semangat mereka berwirausaha patut diacungi jempol.
Nah untuk semua design dan materi promosi dikerjakan Saldi, yang memang memiliki hobi di bidang design grafis. Usaha ini membuat Saldi pun seperti menemukan permata hati untuk bangkit. Sebelumnya dia sempat putus asa usai mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kakinya diamputasi.
Semua yang dicita-citakan saya anggap selesai. Namun saya selalu dapat motivasi dari orang tua dan melihat kedua adik saya. Siapa nanti yang akan membiayai mereka kelak, kenang Saldi.
Di mobil ini mereka juga menjual kopi. Uniknya, dari ketiga anak muda ini tidak ada yang pernah belajar secara khusus untuk menjadi barista. Kemampuan meracik kopi didapat secara otodidak dengan belajar memalui platform digital seperti Youtube. Mereka tak pernah lelah untuk terus belajar hingga menemukan racikan yang dirasa pas untuk dipasarkan.
Kuncinya mereka belajar bisnis model (learn model canvas). Semua tahapan dicoba layaknya mendirikan sebuah start up. Mulai dari business model canvas yakni membuat model bisnis yang dirangkai sedemikian rupa agar bisa menghasilkan satu rencana jangka panjang, sekaligus melihat apa saja yang perlu dilakukan ketika ingin membangun bisnis.
Setelah itu mereka juga menerapkan value propositions canvas, menjabarkan dalam melihat bisnis bagaimana menciptakan value untuk para konsumen. Mereka juga melihat customer validation, apa yang menjadi keinginan pasar.
Saat ini sebenarnya mereka memasuki tahap minimum viable product dan terus diiterasi dan improvement. Karena itu, saat membuka gerai mobil, dengan semangat memeringati hari Kemerdekaan Republik Indonesia, mereka menggratiskan es kopi susu Merdeka racikan mereka. Tak lupa juga menawarkan konsumen dengan harga promo untuk milkshake dan mocktail.
Sontak saja, gerai mereka diserbu pengunjung. Rata-rata yang datang adalah warga perumahan sekitar BSD City, komunitas olahraga, komunitas motor, milenial, karyawan beberapa perusahaan serta anggota LSM. Selain ingin merasakan racikan menu Kito Rato, mereka juga mengapresiasi semangat ketiga anak muda disabilitas ini ketika menjalankan bisnis di mobil inklusi itu.
Umumnya pembeli merasakan cita rasa dan racikan yang pas untuk kopi dingin, mocktail, milkshake, green tea, dan thai tea. Selain rasa dan harga yang pas, inspirasi Kito Rato membuat pembeli berdecak kagum dengan semangat ketiga anak muda disabilitas ini menjalankan bisnisnya. Salut deh.
Nah buat anak-anak muda yang diberikan kesempurnaan fisik tapi masih mager alias malas gerak untuk berusaha, malu dong dengan Kito Rato. Mereka mampu menebar inspirasi positif di era disrupsi.