Brilio.net - Mendengar nama Anton Photo tentu bukan nama yang asing lagi buat sebagian masyarakat di Jogja, bukan? Apalagi bagi mereka yang sudah tinggal bertahun-tahun, atau cukup lama di daerah istimewa ini.
Namanya sendiri dikenal oleh publik sebagai pemilik studio foto legendaris di Jogja. Bagaimana tidak, rasanya hampir setiap daerah di Jogja, masyarakat dapat dengan mudah menemukan balihonya di tepi jalan.
Sekilas orang berpikir, apa istimewanya sebuah baliho? Padahal hanya sekadar media iklan yang cukup umum digunakan banyak perusahaan. Namun hal ini nyatanya tak sama dirasakan oleh Anton Photo. Baliho mungkin tidak hanya sebagai media iklan, namun juga pengenalan dirinya kepada masyarakat.
Beruntungnya, brilio.net berkesempatan berbincang dan berbagi cerita bersama H Hariyanto S.Pd yang merupakan pemilik studio foto itu.
BACA JUGA :
Mengenal Mbah Asih, juru kunci Merapi pengganti Mbah Maridjan
foto: Sosok Anton, pemilik Anton photo Dok. Anton
Dalam baliho yang selama ini dilihat, tertera jelas alamatnya berada di Jalan Godean km 14,7, Sleman. Bisa dikatakan, daerah ini cukup jauh dari pusat kota Yogyakarta. Berdiri sejak 2003 hingga kini, Anton Photo tak membuka cabang usaha fotografinya itu.
Hanya saja, awal dibangunnya lokasi pertama ada di Jl Godean km 14,5. Beberapa tahun kemudian Anton kembali membangun bangunan baru studionya di km 14,7.
"Dulu lebar cuma 2 meter, ke belakang 10 meter. Tahun itu orang-orang sudah butuh (studio foto) untuk KTP, ijazah, raport," ujar Anton membuka obrolan, ketika ditemui brilio.net pada Minggu (27/10).
Beliau menyempatkan bertemu setelah dari siang hari bekerja di kawasan Bantul untuk mendokumentasikan pesta pernikahan. Ia tiba dengan penampilan santai, hanya baju kaus dan celana pendek saja.
Pria 48 tahun ini menceritakan bagaimana pengalaman pertamanya menggeluti dunia fotografi. Semua bermula dari kegemarannya dari kecil hingga menjadikan fotografi sebagai salah satu mata pencahariannya.
"Saya sejak kecil senang foto-foto, kayak foto bersejarah lalu saja kembangkan diri saat kuliah," tuturnya.
BACA JUGA :
Kisah sukses Widodo, meraup untung dari budidaya semut kroto
foto: Penampakan studio dari Jl Godean Dok. Anton
Kegemarannya di dunia fotografi makin ia tekuni ketika duduk di bangku perguruan tinggi. Pada 1992, Anton mengenyam pendidikan di IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang menjadi Universitas Negeri Yogyakarta). Di sana, Anton berkesempatan meminjam barang-barang milik laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) yang khusus sebagai media pembelajaran fotografi.
"Di sana (IKIP Negeri Yogyakarta) saya mengembangkan dan melanjutkan cita-cita saya jadi fotografer yang bagus," sambungnya.
Beruntungnya, Anton juga didukung oleh ilmu fotografi dari lingkungannya. Pria kelahiran 30 Juni 1971 itu mengikuti banyak seminar fotografi dan bertanya-tanya pada gurunya yang merupakan warga China. Lambat laun proses belajarnya itu semakin membuatnya makin piawai dalam menggunakan kamera.
"Zaman dulu itu (cari ilmu) nggak seperti saat ini. Lewat YouTube langsung tahu," tambahnya.
Lalu apa yang menjadi alasan sampai fotografer dijadikan sebuah profesi? Diakuinya banyak yang menyukai kualitas hasil foto dari jepretan tangannya. Mereka tertarik dengan bidikan yang diambil oleh Anton kala itu.
Mulanya, Anton bekerja sebagai fotografer dari acara hajatan ke acara hajatan. Penghasilannya pun terbilang cukup lumayan. Dulu, roll film yang berisikan 36 bisa dibanderol Rp 35.000 dengan modal Rp 10.000 saja. Zaman itu, nominal ini bukanlah kecil.
foto: Studio Anton Photo Instagram/@antonphotostudio
Meski sudah menekuni profesinya selama 16 tahun, Anton mengaku sudah merasakan jatuh bangun berkali-kali. Apalagi kini mulai marak penyedia jasa foto atau fotografer online. Namun studio Anton Photo tetap berdiri kokoh.
Kendati demikian, menurutnya tetap ada perbedaan mencolok dengan penghasilannya dulu dan kini. "Dulu zaman (pakai) film bisa 12 tempat (yang gunakan jasanya), sekarang paling 1-2 tempat aja per hari," ungkapnya.
Mengulik lebih jauh, brilio.net ingin tahu alasan terbesar Anton Photo yang masih mempertahankan lokasi yang terbilang cukup jauh dari pusat kota. Walau bisa dikatakan, Anton Photo sudah berkembang cukup pesat.
"Tempat saya lokasinya jauh dari kota, tapi rezekinya kota. 'Wong ndeso tapi rezeki kutho'," tuturnya sembari tertawa.
Anton pun mengenang kembali di mana ia mulai memasang baliho ikoniknya. Menurutnya, baliho yang terpampang di sejumlah daerah Jogja itu mulai ada sejak 2008.
"Mulanya di depan rumah aja di Godean. Sekarang ada di Magelang, Wates, Kulonprogo. Ya, Jateng-DIY," kenangnya.
Sekilas, orang mungkin berpikir jika baliho itu Anton sendiri yang membangun. Pasalnya ia sudah memasang iklan belasan tahun lamanya. Namun, sebaliknya ia mengatakan semua disewanya dari pemerintah setempat dan setiap tahunnya membayar pajak.
foto: Baliho Anton Photo yang ikonik Facebook/Anton Photo
"Ikonnya emang gambar Pak Anton. Dari dulu sampai sekarang (gambarnya) itu-itu aja. Kalau diganti nanti bingung lagi. Jadi gambar Anton Photo ya bener-bener fotonya Pak Anton. Ya (adanya baliho) menguntungkan sebagai tempat usaha," tambahnya.
Posenya dalam baliho emang terbilang sangat ikonik. Pak Anton yang identik dengan kumisnya itu berpose memegang kamera besar. Mengenakan kemeja berwarna biru, serta jam berwarna emas di tangan kirinya.
"Itu foto umur 35 lah," sambung Anton.
Tentunya, ada kebanggaan tersendiri bagi Anton. Pasalnya pemasangan baliho di banyak tempat ini mampu membangun 'branding' dirinya. Ini terbukti dari orang tak dikenalnya jadi tahu dirinya.
"Jadi tukang foto itu emang (posenya) megang kamera atau video shooting biar tahu. Kalau modal pacul nanti dikira petani," tutupnya sambil tertawa.