Brilio.net - Sosok perempuan asal Yogyakarta, Nun Nani Rachmah Putri, sangat inspiratif. Ney, begitu ia disapa, membuktikan bahwa menjadi difabel bukan alasan untuk menyerah dan berhenti berkarya. Tangan kanannya lumpuh dan tak bisa digerakkan. Praktis Ney hanya mempunyai satu tangan saja, yakni tangan kiri. Namun dengan keterbatasan itu, ia terus berkarya menjadi seniman henna atau seni lukis mahendi.
Semua berawal dari kecelakaan saat sedang mengendarai motornya di Jalan Imogiri Barat pada 2 Juni 2012 silam. Kecelakaan itu sangat parah hingga dinyatakan tangan kanannya lumpuh. Tak mudah bagi wanita kelahiran 26 Januari 1989 ini untuk menerima dan mengikhlaskan disfungsi tangan kanannya. Pengalaman batin penuh dengan ujian mental dan spiritual benar-benar ia rasakan saat itu. Tak terkecuali saat harus menjalani masa pemulihan pasca kecelakaan yang membuatnya harus berkutat di lingkungan rumah sakit dalam waktu lama.
BACA JUGA :
Salut! Cewek ini bisa damaikan tawuran antar fans bola lewat medsos
Dua bulan menjalani perawatan di rumah sakit membuat Ney merasa bosan dan depresi. Namun Ney belum menyerah dan tak mau kalah. Guna melawan depresi yang dirasakan, ia mencoba menuangkan perasaannya ke dalam sebuah tulisan dan melukis menggunakan kuas. Saat itu Ney memang sudah suka menggambar tapi media yang digunakan masih berupa kertas, kanvas bahkan lantai keramik. Waktu itu medianya belum menggunakan tangan atau kaki seperti layaknya seorang seniman henna.
Nun Nani Rachmah Putri
BACA JUGA :
10 Fakta ini bukti Kate Middleton istri bangsawan yang sederhana
Hingga akhirnya, kerabat Ney yaitu sang tante yang berprofesi sebagai perias pengantin memperhatikan lukisan-lukisan yang ia buat. Karya-karyanya ternyata memiliki pola mirip dengan pola-pola henna (doodle pattern). Ney pun diajak memperdalam bakat dan mencoba merias tangan dengan henna. Sejak saat itulah Ney belajar otodidak seni mahendi (seni ukir dengan menggunakan pasta henna), sekitar bulan Agustus 2014. Ilmu tentang henna juga ia peroleh dari seniman henna yang berada di Jogja atau teman-teman yang tergabung dalam Henna Club Indonesia melalui media sosial Facebook.
Beruntung Ney yang berada di lingkungan yang tak pernah absen untuk mendukungnya. Ketika masa awal menghadapi kelumpuhannya, Mama menjadi sosok 'tangan kanan' yang diandalkan untuk beraktivitas sehari-sehari, mulai dari mandi sampai mengenakan pakaian. Lama-kelamaan ia berusaha untuk mulai membiasakan menggunakan tangan kiri untuk melakukan aktivitas seperti saat ia masih menggunakan kedua tangannya.
"Keterbatasan hanya milik mereka yang nggak berani bermimpi, mereka yang lupa bersyukur meski kemampuan fisiknya nggak terbatas," jawab Ney kepada brilio.net ketika ditanya soal slogan hidup.
Mulai setahun lalu, Ney secara profesional telah fokus menekuni seni lukis henna yang kini mulai dikenal oleh masyarakat Jogja, khususnya kaum perempuan. Antusiasme orang-orang di sekitarnya terhadap henna luar biasa. Ney makin semangat memenuhi langganan desain henna hingga ke luar kota. Padahal menjadi seorang henna artist bukan menjadi cita-citanya. Dulu, jauh sebelum menjadi difabel, lulusan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Pendidikan Kimia ini bercita-cita menjadi seorang Dosen Kimia karena kegemarannya belajar Kimia.
Namun perjalanan hidup membuatnya mengubah mimpinya. Kini, lewat jemarinya, lukisan henna yang cantik dan menawan telah banyak ia ciptakan. Henna buatan Ney pun diracik sendiri dengan bahan-bahan yang tidak membahayakan kulit. Bubuk henna (Lawsonia inermis) diracik dengan air jeruk nipis, essential oil, dan lain sebagainya. Desain henna karya Ney juga tak monoton itu-itu saja tapi juga kaya akan motif. Semuanya tak lepas dari ide sang suami, Ginanjar Wahyu Ariaji, sebagai pemberi saran soal desain.
"Suami saya itu nggak segan bantu urusan rumah atau pekerjaan perempuan lainnya saja tapi juga membantu pekerjaan saya sebagai henna artist. Mulai dari tukang antar jemput kalau pas ada job nge-henna, teman berbagi ide dan pemberi nasihat soal desain sekaligus merangkap manajer pribadi. Itulah yang membuat kami nggak hanya sekedar partner suami istri, tapi juga partner dalam berkarya," cerita wanita yang baru saja menikah 4 Oktober 2015 ini.
"Setiap orang punya masalahnya masing-masing. Jangan pernah membandingkan masalah kita dengan masalah orang lain, karena kadar kemampuan orang itu unik dan berbeda. Terlepas dia difabel atau tidak," kata Ney menutup ceritanya.