Brilio.net - Bisakah kamu membayangkan bagaimana rasanya hidup di Planet Mars? Pasti sulit, karena hingga saat ini belum ada manusia punya pengalaman tinggal di sana.
Tetapi, sensasi hidup di Mars ini bukan suatu angan-angan belaka. Sebab, berbagai penelitian mengenai kemungkinan tersebut terus dilakukan. Dan dalam penelitian itu, di antaranya adalah simulasi manusia hidup di Mars.
Di antaranya sedikit orang yang menjalani simulasi langka tersebut adalah Vincensius Christiawan, seniman asal Yogyakarta. Pria berusia 40 tahun ini berkesempatan mengikuti Simulasi Mars Desert Research Station (MDRS) di Utah, Amerika Serikat pada tahun 2018.
BACA JUGA :
Mengenal sosok Anton, fotografer 'Anton Photo' legendaris Jogja
foto: Dokumen pribadi/Vincensius Christiawan
Kesempatan ini diperolah Venzha ketika Mars Society berawal saat NASA ingin membuat proyek besar berupa pameran bertema antariksa di Asia Tenggara pada tahun 2016. Pihak NASA membutuhkan seseorang yang bisa mendampingi mereka.
Mulanya ia didatangi orang NASA sekira 2016 lalu. Saat itu mereka sedang mencari satu orang dari Indonesia yang mau mendampingi NASA membuat pameran di Asia Tenggara untuk pertama kalinya. Dalam event tersebut NASA juga sudah melakukan persiapan dengan mencari siapa negara yang mau menjadi tuan rumah.
"Yang paling cocok itu Singapura, karena paling punya infrastrukturnya waktu itu. Keamanannya, pengangkutannya, pajaknya dan segala macam," kata Venzha ketika ditemui brilio.net di kediamannya v.u.f.o.c, sebuah lab yang fokus ke art dan space science di Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Senin (21/28).
Venzha mengatakan bahwa kala itu pihak NASA memang membutuhkan sosok seniman yang memang fokus pada bidang sains. Tentu saja ini bukan hal mudah untuk menemukannya, sampai akhirnya seorang teman memperkenalkan Venzha pada pihak NASA.
"Jadi nggak lucu kan, masak nggak ada yang dampingi NASA? Akhirnya mereka cari satu seniman yang memang fokusnya di sains. Nah, kebetulan ada yang kenal saya, terus saya direkomendasikan, lalu mereka ke sini menawarkan itu untuk pameran," ujarnya.
--
NASA tertarik pada Venzha karena karya seninya
BACA JUGA :
Sosok pencipta filter Instagram yang viral, ternyata orang Blitar
foto: Brilio/Syamsu Dhuha Firman Ridho
"Karya saya yang menarik perhatian mereka waktu itu adalah menara Indonesia Space Science Society (ISSS)," ujarnya.
Saat itu perwakilan NASA melihat karya Venzha yang kebetulan sedang di pamerkan di ARTJog, yakni Search for Extra Terrestrial Intelligence (SETI). Saat itu Venzha bertemu dengan Direktur Mars Society Jepang, Yusuke Murakami yang kebetulan ikut datang ke Yogyakarta. Siapa sangka, Venzha mendapatkan hal yang cukup membuat dirinya senang. Setelah membicarakan banyak hal, Venzha ditawari kesempatan untuk mengikuti simulasi hidup di Planet Mars.
"Selang beberapa hari, yang ngadain simulasi Mars itu datang juga ke sini untuk menghadiri acara yang saya buat, SETI namanya. Tahun 2016. setelah ngobrol-ngobrol, dia mencoba menawarkan (untuk ikut simulasi hidup di Mars). Wah, saya mau!" ujar Venzha begitu bersemangat.
foto: Brilio/Syamsu Dhuha Firman Ridho
Namun ternyata juga tak sesepele itu. Ternyata Yusuke masih meragukan Venzha, dikarenakan pola hidupnya yang kurang sehat, terutama masih merokok. Venzha dengan tegas mengatakan bahwa dirinya siap untuk hidup sehat dan menghilangkan semua kebiasaan buruknya. Venzha benar-benar membuktikan hal itu, bahkan ia menjual semua mobil dan motornya lalu menukarnya dengan sepeda agar bisa hidup lebih sehat.
"Begitu dipilih pada tahun 2016, persiapan saya 2 tahun untuk menuju 2018. Jadi saya dapat slot itu 2018. Saya jual mobil, jual motor semuanya, saya beli sepeda supaya hidup sehat. Saya merasa nggak ada masalah, saya nggak ngerokok nggak apa-apa. Benar-benar bisa menjalankan hidup sehat," ujarnya.
Dokumen pribadi/Vincensius Christiawan
Berhasil menjalankan pola hidup sehat, akhirnya pada Maret 2018 Venzha berangkat dan tiba di lokasi MDRS, Utah, Amerika Serikat. Sesampainya di sana, ada hal-hal yang perlu di ketahui oleh para peserta, mulai dari pengenalan kru, yang menurut Venzha berjumlah 7 orang termasuk dirinya. Mereka juga di beri 2 robot anjing. Hanya Venzha yang berasal dari Indonesia, 6 lainnya berasal dari Jepang.
Aturan-aturan yang diberikan harus mereka jalankan dengan baik. Mulai dari bangun jam 6 pagi, sarapan, lalu briefing. Aktivitas dimulai pada pukul 8 pagi hingga memasuki jam makan siang. Setelah itu akan ada briefing lanjutan dan tepat pukul 10 malam mereka wajib beristirahat.
"Simulasi diadakan 2 bulan di Utah. Sebulan kita hidup di area dome, di tengah-tengah gurun Utah dan 1 bulan di desa untuk berkomunikasi. Selama di sana ada 6 aturan yang harus ditaati, yaitu no alkohol, no fighting, no connection, no sex, no gosip dan no smoking," kata Venzha.
foto: Dokumen pribadi/Vincensius Christiawan
Selama menjalani hidup simulasi, Venzha dan peserta lainnya benar-benar harus menjalani hidup layaknya di Mars. Mereka melakukan beberapa kegiatan mulai dari observasi, menanam sayur mayur untuk nutrisi makanan, memanfaatkan energi gas dan solar panel, mengukur pemakaian energi dan mengatur suplai air untuk kebutuhan selama mengikuti simulasi tersebut.
Tak hanya itu saja. Ketika berada di luar dome, setiap peserta wajib mengenakan space suit atau pakaian astronot. Menurut pemaparan Venzha, hal itu untuk melatih mereka menyesuaikan situasi di Planet Mars sesungguhnya, terlebih suhu udara di lokasi MDRS terbilang ekstrem.
foto: Dokumen pribadi/Vincensius Christiawan
"Jadi kita kalau keluar itu ya berasa benar-benar ada di Mars, harus pakai space suit, terus bawa GPS, radio komunikasi, oksigen. Yang paling melelahkan adalah harus naik turun di gurun. Ada yang sulit lagi ketika mengenakan pakai space suit kita tidak bisa menoleh, jadi benar-benar butuh orang lain untuk memberikan aba-aba," ujar Venzha.
Selama menjalani simulasi MDRS, Venzha mengaku timnya tak pernah mengalami masalah apapun. Ia dan teman-temannya bisa menjalani masa simulasi dengan sangat baik. Selama di sana, mereka hanya mengonsumsi spacefood, untuk sekali makan mereka harus menghabiskan 2 spacefood seukuran pasta gigi. Tak hanya itu saja, selama di sana mereka benar-benar harus menghemat air. Untuk itu mereka hanya mandi satu kali dalam seminggu.
"Kita makannya itu spacefood, jadi bentuknya itu kaya pasta gigi, tapi ada rasa-rasanya. Yang jelas kalau untuk masalah makan tidak ada masalah. Nah, kalau untuk mandi ini istilahnya army shower, harus cepat dan itu cuma seminggu sekali," ucapnya.
foto: Brilio/Syamsu Dhuha Firman Ridho
Venzha mengaku mendapatkan banyak pengalaman selama mengikuti simulasi hidup di Mars. Bagi Venzha yang paling berkesan adalah bisa saling menjaga dan peduli sesama kru agar bisa hidup selama menjalani simulasi.
Kesempatan yang cukup menarik juga di peroleh Venzha pada Maret 2019. Ia kembali menjalani simulasi, namun kali ini berbeda. Venzha bersama beberapa kru lainnya harus menjalani hidup di sebuah kapal yang seolah-olah sedang membawa mereka menuju ke Mars.
foto: Dokumen pribadi/Vincensius Christiawan
"Barusan saja, Maret-April kemarin (2019) itu di Jepang. Jadi ini kita di kapal, kita membayangi on the way to Mars dari Bumi. Jadi simulasinya di kapal," ujar Venzha.
Menurut Venzha, apa yang ia dan teman-temannya lakukan saat ini hanya untuk memberikan ilmu pengetahuan yang nantinya dapat digunakan di kemudian hari. Mengingat tujuan dari simulasi tersebut adalah mengambil data yang digunakan untuk generasi selanjutnya untuk menuju ke Planet Mars.
"Karena memang nantinya masa depan kita bukan sekarang, orang bisa ke Mars itu bukan generasi kita, saya sangat yakin itu. Mungkin anak-anak kita nanti baru bisa ke sana. Sekarang itu baru dibuat pesawatnya, belum jadi pesawatnya, belum jadi infrastrukturnya, belum jadi apa-apa, jadi masih preparation, dan preparation itu panjang A sampai Z. Nah, itu apa? Itu hanya education. Education itu apa? Misalnya tata cara kita mengolah data atau perspektif pola pikir kita yang dianggap benar nggak, Mars itu bisa dijadikan tempat tinggal," jelas Venzha.
Meski sekarang ini para ilmuwan terus melakukan upaya dalam meneliti Mars, Venzha punya pandangan bahwa Mars belum layak untuk ditinggali oleh manusia. Sekarang ini yang dilakukan oleh pihak MDRS hanyalah untuk mempelajari dari segi tekanan arah, detak jantung dan tingkat stresnya terutama. Data-data ini kemudian harus dikompres secara ilmiah untuk mendapatkan data yang konkret untuk penelitian selanjutnya.
"Mars itu masih impian sekarang ini, belum bisa dijadikan tempat tinggal manusia. Lagian belum ada juga manusia yang ke sana, baru robot yang dikirim ke sana. Saya mungkin salah satu orang yang menolak untuk mengirim manusia ke Mars atau menjadikan Mars sebagai tempat untuk koloni manusia. Karena memang Mars itu sangat tidak cocok untuk organisme yang bernama manusia," katanya.
Namun Venzha mengungkapkan, jika Mars hanya dijadikan sebuah penelitian dan dibangun sebuah laboratorium di sana, bagi dirinya itu tak jadi masalah.
"Kalau buat laboratorium di sana, saya rasa itu tidak jadi masalah dan saya dukung. Tapi kalau membuat koloni manusia di sana, seperti bunuh diri. Iya bisa aja sih, tapi tetap sangat banyak life support yang harus disiapkan," ujarnya.
foto: Dokumen pribadi/Vincensius Christiawan
Venzha merupakan seniman yang memang sangat tertarik dengan dunia luar angkasa, ia bahkan rela untuk mengunjungi beberapa negara hanya untuk mempelajari dunia antariksa.
"Saya juga suka riset di bidang space sains dan space exploration. Nah, dua hal itu buat saya sampai sekolah. Bukan sekolah untuk mencari gelar, tetapi saya mencari riset-riset atau semacam sekolah pendek di luar. Seperti tahun kemarin saya 6 bulan di Prancis, nah itu di sebuah universitas yang khusus tentang astrofisik, tentang fisika luar angkasa," jelas Venzha.
foto: Dokumen pribadi/Vincensius Christiawan
Apa yang dilakukannya ini bukan tanpa alasan. Bagi Venzha sangat sedikit orang yang mau mengorbankan hidupnya untuk ilmu pengetahuan, terutama mengenai ilmu luar angkasa, ia pun bertekad untuk mencoba hal tersebut.
foto: Brilio/Syamsu Dhuha Firman Ridho
"Saya mendedikasikan itu bukan hanya untuk sekadar ingin tahu, tapi ada hubungannya dengan rentetan dengan konsep yang ingin saya bangun. Di Indonesia kan masih jarang nih, ketertarikan orang untuk mengorbankan hidupnya untuk ilmu pengetahuan, khususnya tentang ilmu luar angkasa. Saya ingin memulai itulah, siapa tahu bisa," imbuh Venzha sembari menutup obrolan.