Brilio.net - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD kembali menjadi sorotan publik setelah resmi ditunjuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo di Pemilu 2024. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri pada Rabu (18/10).
Mahfud MD dianggap memiliki pengalaman yang lengkap dan sebagai politikus trias politika atau yang pernah menduduki jabatan di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu, Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy menyebutkan bahwa Mahfud MD adalah sosok yang religius dan sudah malang melintang di dunia politik.
BACA JUGA :
Mahfud MD cawapres Ganjar Pranowo ungkap kegagalan di masa lalu, sempat tak lolos daftar CPNS
Untuk bisa sampai di titik sekarang, pria berusia 66 tahun ini tentunya pernah melewati masa-masa sulit. Dikutip brilio.net dari chanel YouTube Sekretariat Kabinet pada Rabu (18/10), Mahfud MD mengatakan bahwa masa-masa sulitnya itu terjadi sejak dia masih kecil. Keadaan tersebut berlanjut sampai usianya beranjak dewasa.
BACA JUGA :
Mahfud MD cawapres Ganjar Pranowo di Pilpres 2024, Megawati: Sosok pendekar hukum
"Waktu saya SMA itu saya itu kan keluarga miskin ya, sehingga ketika ya miskin benar sih nggak. Tapi ya golongan ekonomi lemahlah orang tua," terangnya.
Pada 1974, Mahfud MD sempat berada di Yogyakarta. Terlahir dari keluarga di golongan ekonomi lemah, Mahfud MD yang kala itu masih duduk di bangku SMA mengharuskan dirinya untuk ngekos. Tempat kostnya tersebut terbilang agak kumuh dengan kondisi dinding gedek bambu dengan berlantaikan tanah dan lampu teplok.
"Ketika saya sekolah itu di Jogja itu kan kosnya ngontrak, ngontrak rumah di kampung yang dindingnya gedek, tanahnya itu ya tanah biasa, belum di semen. Lampunya lampu teplok, ya agak kumuh," tuturnya.
Berhubung kondisi yang kurang nyaman untuk belajar, Mahfud MD kemudian memilih kuburan Cina sebagai tempatnya untuk belajar. Dia menyebut kuburan cina justru dirawat dengan baik dan bersih serta ada lampu-lampunya sehingga terang.
"Nah di dekat kos saya itu ada bong, bong sebutannya kuburan Cina. Tempat itu malah dirawat sama orang, lampunya nyala, dibersihkan tiap hari sehingga saya merasa daripada belajar di tempat kos, tempatnya nggak nyaman, ya mending di kuburan Cina," kata pria alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta ini.
Biasanya Mahfud mengunjungi kuburan Cina seusai sekolah. Di waktu tersebut, kuburan juga sudah dibersihkan. Bahkan, dia mengaku sering tidur di sana dibandingkan di kamar kos sendiri.
"Jadi misalnya selesai sekolah jam 1, nanti makan dulu jam tiga sudah ke kuburan, ada lampu juga gak usah bayar kan ada listriknya, kuburan Cina waktu itukan mewah trus dibersihkan. Kita tidur, lebih enak tidur di situ," bebernya.
Aktivitas tersebut pun berlangsung cukup lama. Terhitung 3 tahun, sejak 1975 hingga 1977, Mahfud memilih belajar di kuburan.
"Nah itu terjadi di tahun 1975 sampai 1977. Jadi tiga tahun belajar di kuburan Cina," ungkapnya.
Namun, Mahfud tidak setiap hari tidur di kuburan. Dia melakukan itu jika menjelang ujian saja agar lebih fokus. Menurut Mahfud, kuburan enak dipakai untuk tempat belajar karena hening sehingga bisa konsentrasi.
Kegiatan tidur di kuburan tidak dilakukan Mahfud lagi setelah kuliah. Alasannya karena ada masjid dan kos yang lebih bagus.