Brilio.net - Guru Besar adalah gelar akademik tertinggi yang dapat diberikan kepada seorang dosen atau profesor di sebuah perguruan tinggi atau universitas. Gelar ini mengindikasikan tingkat prestasi, pengetahuan, dan pengalaman yang sangat tinggi dalam bidang akademik tertentu.
Meraih gelar Guru besar tentu menjadi dambaan bagi para tenaga pengajar perguruan tinggi. Tak terkecuali bagi Prof. Dr. Puji Lestari, S.IP., M.Si., dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPNVY).
BACA JUGA :
Sayang anak-anak tetangga, bu dosen bangun gubuk sederhana untuk fasilitas bermain, ini 9 potretnya
Puji Lestari merupakan seorang tenaga pengajar senior di salah satu kampus bela negara ini. Wanita kelahiran Klaten, 25 Juni 1970 ini menjadi guru besar pertama di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPNVY dalam bidang Ilmu Komunikasi.
foto: brilio.net/Syeny Wulandari
BACA JUGA :
Mahasiswa curhat punya dosen pembimbing Dian Sastro, akui salah fokus sang aktris dikira mahasiswi
Perjalanannya untuk berada di titik ini tidaklah mudah. Pasalnya, ia yang hanya seorang gadis kecil dari Klaten, terlahir dari keluarga yang secara ekonomi pas-pasan, namun terbukti bisa menjadi seorang profesor.
Karier Puji berawal ketika dirinya lulus dari Universitas Gajah Mada. Usai meraih gelar sarjana, ia mendaftar menjadi dosen di UPNVY pada tahun 1995. Dia mengatakan, saat itu Jurusan Ilmu Komunikasi UPNVY sedang mempersiapkan mahasiswa tahun pertama mereka.
Perjalanannya untuk mencapai gelar profesor tentu tidaklah mudah dan singkat. Setahun setelah menjadi dosen, ia memutuskan untuk lanjut studi S-2 di Universitas Padjadjaran.
Setelah lulus pada jenjang tersebut, dirinya kembali mengabdi sebagai dosen selama satu tahun. Tak lama kemudian, dirinya kembali ke bangku perkuliahan untuk mengemban ilmu pada jenjang S-3.
foto: brilio.net/Syeny Wulandari
Tetapi, masa studi yang dijalaninya tak selalu berjalan mulus. Saat menempuh studi S-3, Puji sempat mengalami beberapa kendala. Meski begitu, ia berhasil lulus dengan gelar doktor saat usia 36 tahun.
"S-3 saya sempat lima tahun banyak off, karena terkendala waktu itu saya keguguran, saya membangun rumah, dan sebagainya. Sehingga efektif studi saya tiga tahun sebenarnya," ungkap Puji pada Brilio.net Sabtu (2/9).
Bagi seorang dosen, untuk mencapai gelar profesor bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa tingkat jabatan fungsional yang harus diemban terlebih dahulu demi mencapai jabatan tertinggi tersebut.
Puji mengungkapkan, ketika awal menjadi dosen, ia menjabat sebagai Asisten Ahli terlebih dahulu. Setelah ia menyelesaikan studi S-3, dirinya memperoleh jabatan sebagai Lektor Kepala pada tahun 2009.
Berangkat dari sana, dirinya mulai mengurus jabatan untuk memperoleh gelar profesor. Menurutnya, mengurus gelar tersebut di Indonesia tidaklah mudah.
Untuk memperoleh jabatan fungsional profesor, seorang dosen harus memperoleh nilai kredit kumulatif sebesar 850 poin. Nilai tersebut diperoleh melalui kegiatan pendidikan, melaksanakan pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan unsur penunjang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pokok dosen.
Tetapi, dirinya diberi kemudahan karena memperoleh hibah-hibah penelitian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Dikti). "Nah dengan dapat hibah-hibah ini sudah otomatis memperoleh itu, sehingga tinggal mengajukan saja ke profesor," lanjutnya.
foto: brilio.net/Syeny Wulandari
Demi menggapai gelar guru besar tersebut, banyak tantangan yang telah dilewati oleh Puji. Dirinya mengaku bahwa tantangan dalam upaya meraih gelar tersebut adalah ketika membuktikan karyanya merupakan hasil tulisannya sendiri. Oleh karena itu, Puji harus berusaha untuk mengumpulkan bukti autentik untuk kemudian diberikan kepada tim penilai.
"Banyak calon profesor itu kan dituding menggunakan joki. Lha kemarin ada berita yang besar sekali itu joki profesor dan sebagainya, bahkan menulis jurnal predator dan sebagainya. Sementara saya ini kan betul-betul murni. Tetapi di Ditjen Dikti sana seleksinya sangat ketat karena banyak masalah yang muncul," pungkasnya.
Saat pengukuhan Guru Besar, Puji mengungkapkan telah menulis beberapa buku yang bertema Komunikasi. Buku yang pertama berjudul Teori Komunikasi Hati, Analisis dan Implementasi dalam kehidupan yang mengulas dari sisi teori dan implementasi serta analisisnya.
Sementara itu, buku kedua menitikberatkan pada implementasinya dalam kehidupan dia sendiri, jauh sebelum mengenal teori komunikasi hati. Jadi di tengah persiapan pengukuhan, saya masih bisa memproses 2 buku karya sekaligus,"terangnya.
Dia ingin momen pengukuhan dirinya sebagai profesor ini tidak hanya sebatas pencapaian gelar akademik tertinggi sebagai profesor. Tetapi, ada sesuatu secara keilmuan yang bisa dibagi kepada masyarakat luas.
Kini, Puji ditunjuk sebagai asesor jurnal, asesor kompetensi, dan juga asesor Laporan Kinerja Dosen/Beban Kinerja Dosen (LDK/BKD). Ia juga aktif menjabat sebagai ketua umum Asosiasi Penerbit Jurnal Ilmu Komunikasi Indonesia dan menjadi pengurus Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Indonesia.
Puji pun mengungkapkan, tiga tahun kepemimpinannya, ia bersama tim berhasil melakukan percepatan sertifikasi jurnal komunikasi yang sebenarnya cukup sulit. 41 Jurnal tersertifikasi berhasil ditambahkan hingga total menjadi 70 di seluruh Indonesia.
"Dari 250 prodi Ilmu Komunikasi di Indonesia, 70 yang terakreditasi itu masih sangat kecil jumlahnya. Karena itu kami berikrar tiga tahun kedepan harus semakin banyak yang terakreditasi, ini bukan semata mengejar kredit poin saja tapi kemanfaatan untuk masyarakat," ujarnya.