Brilio.net - Selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa, inilah yang dirasakan Rahmi Mulyani (50). Semenjak tahun 2008, wanita asal Padang, Sumatera Barat ini didiagnosis menderita penyakit lupus. Lupus adalah sebuah penyakit autoimun kronis yang dapat memengaruhi beberapa rangkaian sistem organ tubuh, termasuk sistem saraf pusat.
Gejala awal yang dia alami sebelum positif dinyatakan menderita lupus adalah demam, rambut rontok, sariawan, dan nyeri sendi.
"Semua itu terjadi bersamaan, waktunya bisa dari malam sampai pagi. Kalau bangun rasanya kaku kayak robot, sakit semua. Karena lama nggak sembuh-sembuh akhirnya ke dokter dan dinyatakan lupus," kata Rahmi saat dihubungi brilio.net melalui sambungan telepon, Sabtu (19/3).
Rahmi menceritakan pula bahwa saat sariawan menyerangnya, tulang rahang gigi atas sampai terbuka. Membuatnya susah makan dan minum, akibat terasa perih. Semua ini terjadi selama berbulan-bulan sampai dia sempat opname di sebuah rumah sakit di Padang dan terpaksa harus melakukan NasoGastric Tubes (NGT). NGT adalah pemasangan selang kepada pasien untuk memasukkan makanan cair atau obat-obatan. Lebih dari itu, dia sempat mengalami koma karena kondisi drop.
Sayangnya, selang sepuluh bulan setelah didiagnosis lupus, Rahmi mengalami pengeroposan tulang begitu parah di bagian kedua panggulnya. Pengeroposan ini membuat Rahmi tak bisa menopang badannya sendiri. Sulit bagi wanita yang suka berkerajinan tangan sejak SD ini bergerak kala itu. Akhirnya dia pun dirujuk pengobatan di Jakarta.
BACA JUGA :
Kisah haru gadis kecil penderita autis ini belajar bicara dari kucing
Perkembangan Rahmi terbilang bagus karena dari semula dia tak bisa bergerak banyak saat masih di Padang, akhirnya di Jakarta dia bisa berjalan-jalan. Semisal pergi ke pasar pusat bahan mentah kerajinan tangan. Semua ini terjadi dalam selang waktu tiga bulan. Progres yang diakui Rahmi terbilang cepat.
Menurut penuturan Rahmi, kedua panggulnya terpaksa dioperasi pada tahun 2012. Namun siapa sangka, tiga tahun berikutnya panggul kirinya kembali bermasalah. Operasi tulang panggul pun kembali dilakukan pada sekitar bulan Oktober 2015 lalu. Tak berhenti sampai di sini, pada Senin (28/3) depan, wanita yang memiliki tujuh saudara ini akan kembali berjuang di meja operasi. Lagi-lagi panggul kirinya bermasalah.
"Mohon doanya biar berhasil, ya," ucapnya dengan nada suara lembut.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam keterbatasan fisik, Rahmi tak ingin pasrah. Dia yakin bahwa setiap ada niat, pasti ada jalan. Terbukti, walaupun dia hidup sendiri di perantauan, tepatnya di salah satu sudut Jakarta Pusat, dia berusaha mandiri.
"Kalau berobat ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo, ya dulu bisa jalan kaki kalau kuat. Kalau nggak, ya naik kendaraan umum. Tapi beberapa waktu belakang pakai jasa khusus taksi, soalnya kalau taksi umum nggak mau karena ribet, mengingat saya pakai kursi roda," terang wanita berjilbab ini.
Sekali pun dalam kebanyakan aktivitas Rahmi menggunakan kursi roda, kalau di dalam rumah, semisal ke kamar mandi, dia berupaya untuk menggunakan alat bantu jalan (walker).
BACA JUGA: Belum pernah ketemu sama sekali tapi LDR 2,5 tahun, akhirnya pasangan ini menikah, so sweet banget!
Bukti kemandirian Rahmi ditunjukkan dengan semangatnya untuk memperluas jaringan komunikasi. Misalnya saja dia bergabung dalam komunitas lupus di Jakarta. Dari sini Rahmi mengakui cakralawanya terbuka dan semangatnya berkobar. Selanjutnya dia mulai sering mengikuti seminar wirausaha dan workshop kerajinan tangan.
"Prinsip saya, hidup jangan menyusahkan orang lain. Alhamdulillah banyak teman yang bantuin dalam berwirausaha dan mulai berkembang walau pun dalam operasional sehari-harinya masih sendirian," tambah wanita yang memproduksi bros dan kerajinan tangan serupa ini.
Hasil hasta karyanya sudah dipasarkan kepada tetangga dekat rumah atau ketika kontrol di rumah sakit dia tawarkan kepada kenalan. Bahkan usahanya mulai merambah bazar-bazar kerajinan tangan. Meskipun penghasilannya tak seberapa, namun Rahmi selalu bersyukur atas anugerah Tuhan.
Semula Rahmi begitu terpukul dengan kondisinya yang buta sebelah, tepatnya mata kanan, akibat kanker mata saat kecil, ditambah lumpuh karena lupus. Tapi perlahan dia merasa bahwa mengeluh tak ada guna, justru akan menenggelamkannya dalam kesedihan dan penderitaan tiada akhir.
BACA JUGA :
Curhatan anak dengan orangtua beda agama ini bikin terenyuh
Rahmi menyatakan bahwa dengan mengikuti seminar atau workshop dan menekuni kesukaannya, membuat pikirannya tercerahkan dan teralihkan dari rasa sakit yang kadang datang menyapa.
Selain itu, Rahmi merasa semenjak memiliki lupus, dia jadi belajar untuk mengendalikan diri dan selalu berpositif thinking. Kepada orang di luar sana yang kondisinya lebih sehat dan prima ketimbang dirinya tapi suka mengeluhkan kehidupan, Rahmi berbagi sedikit semangat.
"Mengeluh hanya akan melemahkan diri sendiri. Selama bisa melakukan sesuatu sendiri, ya mari dilakukan sesuai kemampuan. Nggak ada yang nggak mungkin. Teruslah berdoa dan berikhtiar. Itulah yang menentukan nasib kita," pungkasnya mengakhiri cerita.