Brilio.net - Sekilas wajahnya mengingatkan pada sosok petinju sekaligus pahlawan masyarakat Filipina Manny Pacquiao. Tetapi jika Pacquiao memiliki badan kuat, berotot, penampilan figur satu ini sebaliknya.
Ia cenderung kurus, kecil. Namun kekuatan otak yang dimiliki, mungkin sejajar dengan satu pukulan milik Pacquiao yang sudah meng-KO puluhan lawan-lawannya.
BACA JUGA :
Antok ICJ: Dengan persaudaraan di Facebook saatnya kita berubah
Wajah DR. Tus (kiri) yang sekilas mirip Manny Pacquiao (kanan). (foto: Repro)
Dialah Tuswadi, pendidik asal Desa Tapen, Kecamatan Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah. Mr. Tus atau DR. Tus, kemudian orang mengenalnya, adalah guru bahasa Inggris di SMA N 1 Sigaluh, yang berjarak sekitar satu jam berkendara dari rumahnya.
BACA JUGA :
Wahyu Ichwandardi, animator Indonesia di balik karya re-make Star Wars
Lahir dari keluarga sederhana, ayahnya Kusnedi, pedagang cangkul, dan ibunya Rati, ibu rumah tangga biasa, DR. Tus, sudah memiliki cita-cita besar sejak kecil.
Dianugerahi kecerdasan, DR.Tus, memulai langkahnya meraih cita-cita dari SD N Tapen 03. Ia kemudian meraih gelar sarjana FKIP Bahasa Inggris dari IKIP Semarang, atau sekarang Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada 1999.
Perjalanan inspiratif DR. Tus, di bidang pendidikan diawali ketika ia memilih meneruskan kuliah S2 dan S3 di Universitas Hiroshima. Berawal dari biaya sendiri sampai mendapatkan beasiswa, Tuswadi akhirnya mendapatkan gelar doktor di bidang Pendidikan dan Mitigasi Bencana, gelar yang kini menjadi sapaan akrabnya, DR. Tus.
Kembali ke kampung halaman dan meneruskan profesinya sebagai guru Bahasa Inggris, DR. Tus, ingin keberhasilannya sebagai anak kampung yang sukses meraih gelar doktor di Universitas Hiroshima dapat ditularkan kepada siswanya dan juga anak muda-anak muda lain di Tanah Air.
Ia kemudian mendirikan apa yang disebut "Rumah Pintar DR. Tus". Rumah Pintar DR. Tus didirikan karena keberadaannya sebagai seorang guru yang berkewajiban menyediakan rumah yang berbeda dari rumah orang biasa.
Kegiatan di Rumah Pintar DR. Tus. (foto: Facebook/Tuswadi)
"Rumah yang mencerminkan sebagai guru, di mana di situ banyak buku-buku yang bisa menambah ilmu pengetahuan. Sehingga saat siswa atau orangtua siswa berkunjung mereka akan belajar sesuatu yang positif," katanya saat wawancara dengan brilio.net, Sabtu malam (16/9).
Kegiatan di Rumah Pintar DR. Tus mencerminkan banyak sekali metode pembelajaran yang tidak diperoleh anak didik saat berada di sekolah. Di Rumah Pintar DR. Tus, selain belajar Bahasa Inggris, siswa diajari soal kemandirian, pembentukan karakter, nilai-nilai kemanusiaan, yang ia adopsi dari sistem pembelajaran gaya Jepang.
"Di Jepang siswa diajari mandiri begitu, membersihkan lantai, ruangan kelas, kebun atau taman sekolah. Maka dari itu di sana tidak ada yang namanya tukang kebun," ungkapnya. Perihal kemandirian ini, ia praktikkan sendiri. Brilio.net sempat melihat DR. Tus, menyapu, mengepel sendiri rumah pribadinya sekaligus tempat Rumah DR. Tus berada.
Menurut DR. Tus, selama ini banyak terjadi jurang komunikasi antara guru dan peserta didik, yang menyebabkan peserta didik tidak mampu mencapai prestasi akademis dan nonakademis secara maksimal. "Di sini kami mencairkan suasana. Anak-anak yang berkunjung akan belajar banyak hal, baik dari saya maupun lingkungan. Kita juga kolaborasi dengan ustaz untuk menanamkan nilai agama," kata DR. Tus.
Keakraban DR. Tus dengan siswa-siswinya. (foto: Facebook/Tuswadi)
Seiring berjalannya waktu, sosok pengagum BJ Habibie ini, menjadikan Rumah DR. Tus sebagai semacam kawah candradimuka para mahasiswa Indonesia yang ingin meneruskan kuliahnya ke Universitas Hiroshima. "Ide membawa anak-anak terbaik Indonesia belajar ke Universitas Hiroshima sudah terbersit sejak saya melanjutkan gelar master di sana, dan yang menginspirasi saya adalah Pak Habibie," ujar sosok yang juga mencintai dunia tulis menulis ini.
Dan tangan dingin DR. Tus ditambah faktor dia sebagai lulusan Universitas Hiroshima sudah ada 25 pemuda-pemudi Indonesia sejak 2009 hingga 2017 ini yang meneruskan S2 dan S3 di Universitas Hiroshima. "Latar belakang mereka juga beragam. Ada yang fresh graduate, ada yang guru, dosen, ataupun yang sudah berafiliasi dengan lembaga riset," ungkap sosok yang sudah menerbitkan empat novel kisah perjuangan hidupnya ini.
Mahasiswa Indonesia yang belajar di Rumah Pintar DR. Tus dan beberapa sudah diterima di Universitas Hiroshima. (foto: Facebook/Tuswadi).
DR. Tus menyebut misinya membantu putra-putri terbaik Indonesia belajar ke Universitas Hiroshima ini diharapkan akan terus menyebar sebagai virus positif. "Saya terbuka kepada siapa saja yang berminat meneruskan kuliah ke Jepang," akunya.
Ke depan DR. Tus, melalui jaringannya saat ini, tidak hanya ingin membantu pemuda-pemudi terbaik Indonesia bisa belajar di Universitas Hiroshima. Tetapi, bisa juga ke Eropa, Amerika Serikat dan universitas bergengsi lainnya.
DR. Tuswadi di meja kerjanya. (Sugeng Wahyudi/Brilio.net)
Dari kampung yang jauh dari hiruk pikuk dan publisitas, seorang guru tengah merancang cita-cita tinggi membangun SDM unggul Tanah Air di waktu mendatang. Semoga niatmu dilancarkan DR. Tus...