Rumah di Jalan Patangpuluhan Nomor 22 Wirobrajan Yogyakarta itu memiliki halaman terbilang luas. Bangunan rumahnya bergaya kuno, agak menjorok ke dalam. Rumput dan tanaman hijau yang menyelingi jalur kendaraan beraspal memberikan nuansa segar, menjadi penyambut pertama kali pada setiap tamu yang datang. Di rumah inilah Presiden RI pertama Soekarno berdiam ketika penjajah Belanda melancarkan Agresi Militer pertamanya tahun 1947.
Rumah ini adalah milik Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Purbodiningrat yang merupakan cucu dari Gusti Raden Mas Murtejo yang lebih dikenal dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Ayah Purbodiningrat adalah putra mahkota pertama Gusti Raden Mas (GRM) Akhaddiyat yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran (KGP) Adipati Anom Hamengkunegara I.
BACA JUGA :
Gali tanah untuk pipa gas, pekerja temukan tiga mumi abad ke-19
Rumah ini kini ditempati oleh salah seorang cucu KRT Purbodiningrat, Raden Ayu Yuke Kusumayanti. Yuke adalah anak dari putri ke-5 Purbodiningrat, Raden Ayu Siti Kusmiarti. Yuke kini diamanahi sebagai juru bicara rumah bersejarah ini. Purbodiningrat memiliki total 8 putra-putri. Lima putra-putri Purbodiningrat yang masih hidup merupakan ahli waris rumah seluas 4213 meter persegi ini. Dengan Soekarno, hubungan Purbodiningrat adalah rekan sesama insinyur alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pada 2013, rumah ini sempat ramai menjadi pemberitaan setelah diiklankan di sebuah situs jual beli. Rumah ini ditawarkan dengan harga Rp 29 miliar. Namun Yuke menuturkan bahwa belum ada wacana untuk menjual rumah ini. Pihaknya mengaku menjadikan rumah ini sebagai tempat berkumpul bagi putra-putri dan cucu Purbodiningrat.
"Sebetulnya yang memberikan informasi untuk dijual itu bukan ahli waris langsung, saya tidak tahu dari mana dan siapa. Yang jelas sebagai ahli waris sendiri belum pernah memasukkan iklan untuk penjualan. Kalau yang belakang memang dijual," tuturnya pada brilio.net ketika dikunjungi di rumah yang tengah diperbincangkan ini.
BACA JUGA :
Kehidupan masyarakat Maya kuno terkuak, dikenal sebagai Kota Emas
"Waktu itu juru bicara masih dipegang oleh kakak ibu saya, beliau juga kaget karena merasa tidak pernah ahli waris memasukkan di situs penjualan. Taunya beliau ketika banyak dari beberapa orang yang datang ke sini menanyakan apakah benar rumah ini diiklankan untuk dijual," tambah Yuke.
Raden Ayu Yuke Kusumayanti/Foto: @Brilio
Selain ramai karena diisukan akan dijual, rumah ini juga sempat dilirik pemerintah untuk menjadi cagar budaya. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta adalah pihak yang maju mengusulkannya. Wahyu Astuti yang menjabat Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan BPCB Yogyakarta tahun 2013 menyebut rumah ini bisa menjadi cagar budaya peringkat kota dilihat dari usia bangunan di atas 50 tahun, gaya arsitektur yang mewakili langgam bangunan pada zamannya, serta menjadi sebuah penanda sejarah.
Juru bicara sebelumnya yang merupakan budhe dari Yuke, Siti Ismusilah, menyatakan keberatan jika rumah ini dijadikan cagar budaya sebab pemilik jadi tak bisa seenaknya mengubah bangunan. Jika harus merenovasi maka mesti dengan pendampinan dari BPCB. Sedangkan Yuke menyangkal bahwa rumah ini memenuhi syarat sebagai cagar budaya.
"Memang pernah menjadi isu setelah iklan rumah ini kemudian dihubungkan dengan pernah disinggahi Bung Karno kemudian pemerintah DIY khususnya dinas terkait cagar budaya datang ke sini bertemu langsung dengan ahli waris. Setelah diteliti sejarah dan sebagainya tidak terbukti ini merupakan situs, tidak termasuk cagar budaya. Karena memang sejarahnya ini bukan pemberian dari pihak keraton dan sebagainya tapi murni eyang membeli kemudian membangun rumah di sini," tuturnya.