Brilio.net - Siapa yang tak tahu dengan Abu Nawas? Nama ini begitu populer dalam cerita 1001 Malam.
Tokoh Abu Nawas dikisahkan hidup pada masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid. Dalam sejarah Islam, pada masa Harun Al Rasyid inilah ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat.
BACA JUGA :
Kisah Abu Nawas yang melarang rukuk dan sujud dalam salat
Tak hanya melahirkan banyak ilmuwan besar, pada masa ini juga muncul nama-nama pujangga dan penyair dengan karyanya yang populer hingga kini.
Nah, karakter Abu Nawas sendiri digambarkan sebagai sosok yang cerdik namun jenaka. Kisah-kisahnya dinilai bermakna, namun tetap menghibur.
Ada berbagai masalah yang dalam ceritanya mampu diselesaikan dengan baik oleh Abu Nawas. Menariknya lagi, hampir setiap penyelesaian yang dilakukan Abu Nawas sangat tak terduga dan jarang dipikirkan oleh orang pada umumnya.
BACA JUGA :
Kisah Abu Nawas ajari keledai membaca buku
Penasaran seperti apa kisahnya? Dihimpun brilio.net dari berbagai sumber pada Kamis (4/6), berikut lima ceritahikayat Abu Nawas yang menarik, singkat, jenaka, dan bermakna.
1. Abu Nawas dan ibu yang sebenarnya.
foto: freepik.com
Pada suatu hari, hakim pengadilan dibuat bingung oleh dua orang ibu yang merebutkan seorang bayi. Karena sama-sama mempunyai bukti yang kuat, hakim tidak tahu bagaimana caranya untuk menentukan siapa ibu kandung dari bayi itu.
Akhirnya, dia pergi menghadap Raja Harun Al Rasyid untuk meminta bantuan supaya kasus tersebut tidak berlarut-larut.
Raja kemudian turun tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun, dia malah dibuat putus asa karenanya. Kedua wanita itu sama-sama keras kepala dan tetap menginginkan bayi itu.
Kemudian, Raja memanggil Abu Nawas ke istana. Setelah mengetahui duduk permasalahannya, dia mencari cara agar nasib bayi itu tidak terlunta-lunta dan bisa bersama lagi dengan ibu kandungnya.
Keesokan harinya, Abu Nawas pergi ke pengadilan dengan membawa serta seorang algojo. Abu menyuruh meletakkan bayi yang diperebutkan itu di atas sebuah meja.
"Apa yang akan kalau lakukan pada bayi itu?" tanya kedua ibu yang saling berebut itu bersamaan.
"Sebelum menjawab pertanyaan kalian, saya akan bertanya sekali lagi. Adakah di antara kalian berdua yang bersedia menyerahkan bayi itu kepada ibunya yang asli?" kata Abu Nawas.
"Tapi, bayi ini adalah anakku," jawab kedua ibu itu serentak.
"Baiklah kalau begitu. Karena kalian berdua sama-sama menginginkan bayi ini, dengan terpaksa saya akan membelah bayi ini menjadi dua," jawab Abu Nawas.
Mendengar jawaban tersebut, perempuan pertama sangat bahagia dan langsung menyetujui usulan tersebut. Sementara itu, perempuan yang kedua menangis histeris dan memohon agar Abu Nawas tidak melakukan hal tersebut.
"Tolong jangan belah bayi itu, serahkan saja dia pada wanita itu. Aku rela asalkan dia tetap hidup," isaknya.
Puaslah Abu Nawas ketika mendengar jawaban itu. Akhirnya, dia tahu siapa ibu dari bayi itu yang sebenarnya. Lalu, dia menyerahkan sang bayi pada perempuan kedua yang merupakan ibu kandungnya.
Setelah itu, Abu meminta agar pengadilan menghukum wanita yang pertama sesuai dengan kejahatannya.
Hal ini dikarenakan tidak ada seorang ibu yang tega melihat anaknya dibunuh, apalagi di hadapannya sendiri. Akhirnya, masalah pun selesai dan si bayi akhirnya dapat bersatu kembali dengan ibu kandungnya.
2. Abu Nawas dan rumah sempit.
foto: freepik.com
Pada suatu hari, ada seorang laki-laki datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki itu hendak mengeluh kepadanya mengenai masalah yang sedang dihadapinya. Dia sedih karena rumahnya terasa sempit ditinggali banyak orang.
"Abu Nawas, aku memiliki seorang istri dan delapan anak, tapi rumahku begitu sempit. Setiap hari, mereka mengeluh dan merasa tak nyaman tinggal di rumah. Kami ingin pindah dari rumah tersebut, tapi tidak mempunyai uang. Tolonglah katakan padaku apa yang harus kulakukan," kata lelaki itu.
Mendengar hal itu, Abu Nawas kemudian berpikir sejak. Tak berapa lama, sebuah ide terlintas di kepalanya.
"Kamu mempunyai domba di rumah?" tanya Abu Nawas padanya.
"Aku tak menaiki domba, jadi aku tak memilikinya," jawabnya.
Setelah mendengar jawabannya, dia meminta lelaki tersebut untuk membeli sebuah domba dan menyuruhnya untuk menaruh di rumah. Pria itu kemudian menuruti usul Abu Nawas dan kemudian pergi membeli seekor domba.
Keesokan harinya, dia datang lagi ke rumah Abu Nawas. "Bagaimana ini? Setelah aku mengikuti usulmu, nyatanya rumahku menjadi tambah sempit dan berantakan," keluhnya.
"Kalau begitu, cobalah beli dua ekor domba lagi dan peliharalah di dalam rumahmu," jawab Abu Nawas.
Kemudian, pria itu bergegas pergi ke pasar dan membeli dua ekor domba lagi. Namun, bukannya seperti yang diharapkan, rumahnya justru semakin terasa sempit.
Dengan perasaan jengkel, dia pergi ke rumah Abu Nawas untuk mengadu yang ketiga kalinya. Dia menceritakan semua apa yang terjadi, termasuk mengenai istrinya yang menjadi sering marah-marah karena domba tersebut.
Akhirnya, Abu Nawas menyarankannya untuk menjual semua domba yang dimiliki.
Keesokan harinya, kedua orang tersebut bertemu kembali. Abu Nawas kemudian bertanya, "Bagaimana keadaan rumahmu sekarang, apakah sudah lebih lega?"
"Setelah aku menjual domba-domba tersebut, rumahku menjadi nyaman untuk ditinggali. Istriku pun tidak lagi marah-marah," jawab pria tersebut sambil tersenyum.
Akhirnya, Abu Nawas dapat menyelesaikan masalah pria dan rumah sempitnya itu.
3. Abu Nawas dan enam ekor lembu.
foto: freepik.com
Pada suatu hari, Raja Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Raja ingin menguji kecerdikan Abu Nawas.
Sesampainya di hadapan Raja, Abu Nawas pun menyembah. Dan Raja bertitah, "Hai Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku penggal lehermu."
"Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku," jawab Abu Nawas.
Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, "Mampuslah kau Abu Nawas!"
Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Raja. Seharian ia tidak ke luar rumah, sehingga membuat tetangga heran.
Ia baru ke luar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Raja kepadanya.
Ia segera menuju kerumunan orang banyak, lalu ujarnya, "Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?"
Orang-orang yang menjawab benar, akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang menjawab salah akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab dengan benar.
Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, "Begitu saja kok nggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Raja Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya."
Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga yang ingin tahu kesanggupan Abu Nawas mambawa enam ekor Lembu berjenggot. Sampai di depan Raja Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk dengan khidmat.
Lalu, Raja berkata, "Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot yang pandai bicara itu?"
Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu, "Inilah mereka, tuanku Syah Alam."
"Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?"
"Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang," jawab Abu Nawas.
Ketika Raja bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-beda. Maka berujarlah Abu Nawas, "Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku."
Raja heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Maka Raja pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.
4. Abu Nawas dan botol ajaib.
foto: freepik.com
Suatu hari Raja Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas ke istananya untuk diberi tugas. Setelah tiba di istana, Raja menyambut Abu Nawas dengan senyuman.
"Akhir-akhir ini aku sering merasakan perutku sakit, kata tabib istana, aku terkena serangan angin" kata Raja.
Abu Nawas sedikit keheranan, lalu bertanya, "Ampun Baginda, kiranya apa yang bisa hamba lakukan untuk Yang Mulia?"
"Tangkap dan penjarakan angin itu untukku!" perintahnya.
Abu Nawas diam sejenak.
"Aku beri kau waktu tiga hari untuk menyelesaikan perintah ini," tambah sang Raja.
Abu Nawas kemudian pulang dengan membawa pekerjaan dari Raja Harun al-Rasyid. Ia masih terdiam, mulutnya terkunci rapat tak mengeluarkan sepatah katapun.
Dalam kebingungan yang tidak habis-habis, ia belum bisa memikirkan bagaimana cara menangkap dan membuktikan bahwa itu memang benar-benar angin.
Menurutnya, hanya anginlah satu-satunya benda aneh yang tidak berwarna dan tidak bisa dilihat seperti halnya air, yang masih bisa diindera. Sudah dua hari ini, tetapi Abu Nawas masih belum bisa mendapatkan cara untuk menangkap angin, bahkan memenjarakannya.
Abu Nawas hampir putus asa dan tidak bisa tidur, karena waktu yang telah ditentukan tinggal sehari lagi.
Ia mondar-mandir memikirkan cara, tiba-tiba ia tersadar dan berkata kepada dirinya sendiri "Bukankah jin itu tidak terlihat?"
Ia berjingkrak dan menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan dan berjalan menuju istana kemudian menyerahkan sebuah botol kepada Raja.
"Mana angin itu, Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Ada di dalam, yang mulia," jawab Abu Nawas.
"Benarkah? Aku tidak melihat apa-apa," kata Sang Raja.
"Ampun Baginda, angin tidak bisa dilihat, tetapi jika Tuanku ingin tahu angin, tutup botol tersebut harus dibuka terlebih dahulu," jawab Abu Nawas.
Setelah tutup botol itu dibuka, Raja mencium bau busuk. Dengan marah ia berkata kepada Abu Nawas, "Bau apa ini, Abu Nawas?"
"Ampun Baginda, tadi hamba buang angin lalu hamba masukkan ke dalam botol tersebut. Karena takut angin yang hamba masukkan itu keluar, maka hamba memenjarakannya dengan menyumbat botol dan menutupnya," kata Abu Nawas dengan sangat ketakutan.
Tapi, Raja tidak jadi marah, karena apa yang dikatakan Abu Nawas memang masuk akal. Dan begitulah, ia selamat dan Sang Raja pun memberikannya hadiah.
5. Abu Nawas dan air susu yang pemalu.
foto: freepik.com
Suatu hari Raja Harun Al-Rasyid berjalan-jalan di pasar. Tiba-tiba ia memergoki Abu Nawas tengah memegang botol berisi anggur.
Raja pun menegur sang penyair, "Wahai Abu Nawas, apa yang tengah kau pegang itu?"
Dengan gugup Abu Nawas menjawab, "Ini susu Baginda."
"Bagaimana mungkin air susu ini berwarna merah, biasanya susu kan berwarna putih bersih," kata Raja keheranan sambil mengambil botol yang di pegang Abu Nawas.
"Betul Baginda, semula air susu ini berwarna putih bersih, saat melihat Baginda yang gagah rupawan, ia tersipu-sipu malu, dan merona merah."
Mendengar jawaban Abu Nawas, baginda pun tertawa dan meninggalkannya sambil geleng-geleng kepala.