Brilio.net - Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang sebaik-baiknya bentuk diciptakan oleh Allah SWT. Manusia diciptakan memiliki hati, akal pikiran, perasaan. Namun, seringkali perasaan manusia mudah goyah. Dalam hal ini, manusia dapat memiliki rasa iri atau dengki dengan manusia lainnya.
Tak jarang, perasaan iri atau dengki timbul karena sesuatu hal yang nggak dimiliki oleh dirinya. Sikap iri bukanlah sikap yang terpuji. Karena dari iri akan menyebabkan penyakit hati yang sering dikenal dengan ain.
BACA JUGA :
Pengertian penyakit ain dalam Islam, beserta ciri-ciri & pencegahannya
Maka dari itu, setiap manusia dianjurkan untuk menjaga pandangannya dari hal-hal yang dapat menyebabkan perasaan negatif di dalam tubuh. Penyakit ain sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah, bahkan penyakit ini juga dapat merugikan seseorang penderitanya.
Lebih lanjut, untuk mengetahui penjelasan lengkapnya mengenai penyakit ain, berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber pada Jumat (1/4).
Definisi penyakit ain.
BACA JUGA :
5 Makanan dan minuman ini dapat memicu penyakit liver
foto: freepik.com
Salah satu penyakit nonmedis yang dapat sembuh dengan membaca ayat-ayat suci Alquran secara tartil adalah penyakit ain. Menurut Ibnu Qayyim dalam Zad al'Ma'ada dalam buku yang berjudul "Tartil Alquran untuk Kecerdasan dan Kesehatanmu", penyakit ain adalah berasal dari jiwa orang dengki lewat pandangan dan sasaran.
Apabila menimpa orang yang nggak memiliki penangkal, maka ia akan terkena pengaruh, dan jika menimpa orang yang mempunyai penangkal kuat maka panah tersebut mampu menembusnya. Penangkal yang kuat maksudnya adalah iman serta takwa. Jadi pada intinya, penyakit ain adalah penyakit yang disebabkan oleh pengaruh buruk pandangan mata seseorang.
Ain merupakan penyakit yang berasal dari gangguan hati manusia, dan dapat mengganggu kehidupan manusia. Penyakit ain juga dikenal dengan kena mata, mata jahat, atau evil eye. Dijelaskan oleh Al Lajnah Ad Daimah, bahwa "Ain berasal dari kata 'aana - ya'iinu yang berarti terkena sesuatu hal dari mata. Asalnya dari kekaguman orang melihat sesuatu, lalu diikuti oleh respons jiwa tersebut menggunakan media pandangan mata untuk menyalurkan racunnya kepada yang dipandang tersebut."
Dalil dan penyebab penyakit ain.
foto: freepik.com
Berikut ini dalil-dalil yang menerangkan tentang penyakit ain, di antaranya sebagai berikut.
a. Ibnu Abbas Ra, mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Ain (mata jahat) itu benar-benar adanya. Jika seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir, maka ain-lah yang melakukannya. Apabila kamu diminta untuk mandi, maka mandilah." (HR. Muslim)
b. Aisyah Ra, mengatakan bahwa Rasullullah SAW bersabda, "Mintalah kalian perlindungan kepada Allah dari ain (mata jahat) karena sesungguhnya ain itu benar adanya." (HR. Majah)
c. Amir bin Rabi'ah Ra, mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika salah seorang dari kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, pada dirinya, atau pada hartanya, maka doakan keberkahan baginya, karena ain itu benar adanya." (HR. Al-Albani dalam Shahih An Nasa'i)
Penyakit ain terjadi karena iri atau dengki terhadap sesuatu (nikmat) yang ada pada orang lain. Orang yang memiliki rasa iri atau dengki dengan orang lain, kemudian memandang orang tersebut dengan pandangan yang penuh hasad (iri atau dengki), ini bisa menyebabkan penyakit ain. Al Lajnah Ad Daimah, menjelaskan:
Allah Taala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahualaihi Wasallam untuk meminta perlindungan dari orang yang hasad. Dalam Al Quran: dan dari keburukan orang yang hasad (QS. Al Falaq: 5). Maka setiap orang yang menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang yang hasad, namun tidak semua orang yang hasad itu menimbulkan ain (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).
Gejala penyakit ain.
foto: freepik.com
Penyakit ain juga memiliki beberapa gejala, adapun tanda gejala terkena gangguan ain menurut Syaikh Abdul Aziz As-Sadhan hafidzahullahu Ta'ala adalah, jika bukan karena penyakit jasmani (penyakit medis), maka umumnya dalam bentuk:
1. Sakit kepala yang berpindah-pindah.
2. Wajah pucat.
3. Sering berkeringat dan buang air kecil.
4. Nafsu makan yang lemah.
5. Mati rasa.
6. Panas atau dingin di anggota badan.
7. Detak jantung yang cepat dan tidak beraturan.
8. Rasa sakit yang berpindah dari bawah punggung dan bahu.
9. Bersedih dan merasa sempit (sesak) di dada.
10. Berkeringat di malam hari.
11. Perilaku (emosi) berlebihan.
12. Ketakutan yang tidak wajar.
13. Sering bersendawa.
14. Menguap atau terengah-engah.
15. Menyendiri atau suka mengasingkan diri. 16. Diam atau malas bergerak.
17. Senang (terlalu banyak) tidur
18. Adanya masalah kesehatan tertentu tanpa ada sebab-sebab medis yang diketahui.
Namun, tanda-tanda tersebut atau sebagiannya bisa ditemukan tergantung pada kuat atau banyaknya ain.
Cara mengobati ain.
foto: freepik.com
Seseorang yang terkena ain, perlu mengobati sebab-sebab terkena penyakit ain, berikut ini cara mengobati atau menyembuhkan penyakit ain.
1. Mandi dari air bekas mandi orang yang menyebabkan ain.
Sebagaimana tertuang dalam hadits Ibnu Abbas Ra, Nabi Muhammad SAW bersabda;
"Ain itu benar adanya. Andaikan ada perkara yang bisa mendahului takdir, maka itulah ain. Maka jika kalian mandi, gunakanlah air mandinya itu (untuk memandikan orang yang terkena air)." (HR. Muslim no. 2188)
2. Ruqyah Syar'iyyah.
Sebagaimana tertuang dalam hadits dari Asma binti Umais Ra, ia berkata;
"Wahai Rasulullah, Bani Ja'far terkena penyakit ain, bolehkah kami minta mereka diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului takdir, itulah ain." (HR. Tirmidzi no.2059, Ibnu Majah no.3510, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
3. Mandi dari air bekas wudhu orang yang menyebabkan ain.
Nabi Muhammad SAW, memerintahkan Amir bin Rabi'ah untuk berwudhu dan menyiramkan air wudhunya kepada Sahl yang terkena ain. Dalam riwayat yang lain menjelaskan:
"Lalu Nabi Muhammad SAW memerintahkan Amir untuk berwudhu. Lalu Amir membasuh wajah dan kedua tangannya hingga sikunya, dan membasuh kedua lututnya dan bagian dalam sarungnya. Lalu Nabi memerintahkannya untuk menyiramkannya kapada Sahl." (HR. An Nasa'i no. 7617, Ibnu Majah no. 3509, Ahmad no.15980. dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).