1. Home
  2. ยป
  3. Wow!
22 Juni 2022 23:24

Apa arti broken home, ini penyebab, dampak, dan cara mengatasinya

Terjadinya broken home bisa disebabkan oleh berbagai macam, seperti halnya pertengkaran, perceraian, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Kharisma Alfi Tiara
foto: freepik.com

Brilio.net - Broken home adalah kondisi keluarga yang tidak utuh. Arti broken home menggambarkan ketidakharmonisan, tidak rukun, dan sering terjadinya keributan dalam keluarga. Hal inilah yang menjadi broken home dapat berdampak pada seorang anak.

Terjadinya broken home bisa disebabkan oleh berbagai macam, seperti halnya pertengkaran, perceraian, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Menghadapi kenyataan bahwa keluarga broken home tentunya tidak mudah. Apabila orang tua yang sering bertengkar hingga adanya kekerasan, dapat menyebabkan kondisi psikologis anak terganggu.

BACA JUGA :
Apa arti attitude, pahami definisi, fungsi, dan faktor pembentuknya


Broken home juga kerap ditandai dengan adanya perpisahan dalam rumah tangga. Biasanya suami dan istri terpisah karena mengalami perceraian atau salah satu orang tua meninggal. Karena istilah broken home akrab diartikan sebagai keadaan rumah yang tidak kondusif.

Lebih lanjut, berikut ini penyebab, dampak, dan cara mengatasi broken home, dirangkum brilio.net dari berbagai sumber pada Rabu (22/6).

BACA JUGA :
Reformasi adalah perubahan untuk kebaikan, pahami latar belakangnya

Penyebab broken home.

foto: freepik.com

Berikut ini penyebab broken home, antara lain.

1. Perceraian.

Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi memiliki rasa kasih sayang. Dasar-dasar pernikahan yang telah dibina bersama telah goyah dan tidak mampu menopang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis.

Dengan begitu, hubungan suami istri makin lama akan merenggang hingga komunikasi terputus. Dari perpisahan, meninggalkan luka yang mendalam bagi sang anak. Sebab mereka akan dibingungkan harus memilih tinggal bersama ayah atau ibu, serta stigma masyarakat yang begitu lekat pada keluarga yang mengalami perceraian.

2. Ketidakdewasaan sikap orang tua.

Ketidakdewasaan sikap orang tua dilihat dari sikap egoisme dan egosentrisme. Egoisme adalah sifat yang mementingkan dirinya sendiri. Egosentrisme adalah segala pikiran dan perbuatan yang selalu menjadikan diri sendiri sebagai pusat.

Sikap tersebut bisa dikarenakan adanya luka batin yang dialami orang tua saat kecil dan belum terselesaikan hingga dewasa. Kemungkinan sosok anak kecil dalam diri meronta ingin diperhatikan, ada perasaan yang lama terpendam dan belum terselesaikan, hingga berdampak pada hubungan saat berumah tangga.

3. Orang tua kurang bertanggung jawab.

Biasanya orang tua yang kurang bertanggung jawab disebabkan karena kesibukan masing-masing. Bisa jadi kesibukan ini terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan benda atau aktivitas lainnya. Bagi sang anak yang ditinggal sendiri akan merasa rindu mendapatkan perhatian. Ketika sang anak merasa ia bukan lagi prioritas, maka ia akan menarik diri dan ikut larut dengan kesibukannya.

4. Masalah ekonomi.

Masalah ekonomi adalah pendorong yang umum dalam masalah rumah tangga. Pertengkaran akan materi, ketidaksanggupan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga memicu keretakan dalam keluarga.

5. Jauh dari Tuhan.

Segala sesuatu keburukkan perilaku manusia disebabkan karena dirinya jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika dalam sebuah keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi semata, maka kehancuran dalam rumah tangga itu akan terjadi.

6. Kehilangan kehangatan keluarga.

Kurang atau putus komunikasi di antara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya menjadi penyebab utama dari kurangnya komunikasi.

Dampak broken home.

foto: freepik.com

Akibat dari broken home, fungsi keluarga tidak berjalan secara semestinya. Berikut ini dampak dari broken home.

1. Dampak broken home terhadap fungsi keluarga.

- Fungsi afeksi.
Fungsi afeksi diartikan sebagai tidak adanya limpahan kasih sayang, sehingga anak-anak akan mencari perhatian di luar rumah, misalnya kepada teman, pacar, atau lainnya. Keadaan ini sering menimpa anak-anak yang mengalami broken home.

- Fungsi rekreasi.
Dampak dari fungsi ini menyebabkan anak tidak betah di rumah, akibatnya ia akan mencari suasana dan tempat yang membuat dirinya diterima dan ada yang peduli. Padahal seharusnya keluarga menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak, di mana merasakan rindu dan kehangatan, namun justru sebaliknya.

- Fungsi edukatif.
Fungsi ini diartikan bahwa orang tua semestinya menjadi pendidik dan teladan bagi anak-anaknya. Namun, seseorang yang broken home justru menciptakan ketidakpercayaan anak terhadap orang tua. Bahkan menjadikan anak trauma dengan pernikahan.

2. Dampak broken home terhadap kejiwaan anak.

- Anak akan mudah memberontak dan membuat masalah di luar. Biasanya anak yang menjadi korban keluarga yang bercerai akan menjadi sangat nakal dan tidak bisa dikontrol.

- Anak korban perceraian menjadi mudah marah karena terlalu sering melihat orang tua bertengkar. Namun, kemarahan juga bisa muncul karena merasa hidupnya berantakan dan tidak nyaman, serta merasa kehilangan hidup yang tentram.

- Anak cenderung merasa sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak juga bisa kehilangan pengakuan dari masyarakat.

Cara mengatasi broken home.

foto: freepik.com

Dalam kondisi pernikahan yang sedang tidak baik, suami istri seharusnya mencari solusi untuk kebaikan anak-anak. Ada beberapa cara untuk meminimalisir dampak negatif dari broken home, diantaranya adalah.

1. Mendekatkan diri kepada Tuhan.

Di saat ada masalah dan terpuruk karena menghadapi suatu masalah, maka cobalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan cara beribadah sesuai dengan agama yang dianut. Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, membuat hati menjadi lebih tenang.

2. Berpikir positif.

Berpikir positif sebab setiap peristiwa yang dialami pasti ada hikmah dibaliknya yang dapat dipetik. Jadikan semua sebagai proses pembelajaran bagi kamu menuju tahap yang lebih dewasa. Alangkah baiknya mulailah untuk menerima dan mencoba menjadi lebih baik.

3. Tidak menebar kebencian terhadap mantan pasangan.

Meskipun berdamai dengan mantan pasangan sangatlah sulit, namun orang tua harus memberikan pengaruh yang baik pada emosi anak. Janganlah menebar kebencian dengan menceritakan hal buruk, imbasnya adalah anak akan merasa trauma dalam memilih pasangan hidup. Selain itu juga akan merasa insecure pada orang baru dan membenci orang tuanya seumur hidup.

4. Memberikan perhatian lebih.

Meskipun anak akan hidup di keluarga yang tidak utuh lagi, bukan berarti anak tidak mendapat perhatian. Bangun lagi kedekatan dengan anak supaya anak tidak merasa kehilangan. Pahami bahasa cinta kepada anak dan penuhi apa yang dibutuhkan oleh sang anak.

5. Tidak membohongi anak.

Jika orang tua berpisah, anak tidak boleh dibohongi dengan alasan apapun. Alangkah baiknya berikan penjelasan sesederhana mungkin mengapa ayah dan ibu sudah tidak bersama lagi. Beri tahu bahwa perpisahan yang terjadi disebabkan karena beberapa hal dan sudah sepakat hal ini dilakukan untuk menyelamatkan masa depan anak.

Sumber: Suryani, Ade Jaya. 2016. Dari Aktivis Mahasiswa ke Pelacur. Penerbit A-Empat.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags