Brilio.net - Ketika hendak memasuki bulan Ramadhan, kita sering mendengar kata-kata tentang hilal. Apalagi saat pemerintah mengumumkan jadwal Sidang Isbat untuk Ramadhan tahun 2020. Jika kamu belum tahu, hilal adalah penyebutan untuk bulan sabit atau bulan muda.
Namun istilah rukyatul hilal merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk mengetahui penanggalan dalam kalender Islam. Termasuk dalam penentuan awal dan akhir bulan. Karena itulah, metode ini juga dipakai untuk menentukan awal Ramadhan.
Alquran pernah menyebutkan istilah hilal pada surah Al Baqarah ayat 189. Dalam hadits pun, Rasulullah juga memperlihatkan bagaimana cara melakukan rukhyatul hilal. Lebih lengkapnya, berikut arti kata hilal dan cara menentukan awal Ramadhan yang dihimpun brilio.net dari berbagai sumber pada Rabu (22/4).
1. Arti kata hilal.
BACA JUGA :
30 Resep takjil buka puasa Ramadhan, segar, sehat, & mudah dibuat
foto: freepik.com
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hilal diartikan sebagai bulan sabit; bulan yang terbit pada tanggal satu bulan Qamariyah. Dalam pengertian lain dijelaskan bahwa hilal adalah adalah penampakan bulan sabit muda yang terlihat dari permukaan Bumi setelah konjungsi atau ijtimak.
Dalam bahasa Arab, hilal adalah isim yang terbentuk dari 3 huruf asal yakni ha-lam-lam yang secara lengkap diartikan sebagai bulan sabit yang tampak pada awal bulan.
Sedangkan dalam Alquran hilal disebutkan dalam bentuk jamak 'al ahillah' pada Al Baqarah ayat 189 yang artinya, "mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan Sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji."
Ayat tersebut turun ketika sahabat bertanya pada Rasulullah tentang penciptaan dan hikmah adanya ahillah/hilal. Maka dengan ayat tersebut Rasulullah menjelaskan bahwa penampakkan hilal bisa menjadi panduan kalender bagi aktivitas dan ibadah manusia termasuk tentang haji.
Sedangkan dalam hadits, Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menetapkan hilal itu sebagai pertanda waktu bagi kepentingan manusia, maka berpuasa lah karena melihatnya (hilal bulan Ramadhan) dan berbuka lah kalian karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika tidak kelihatan, maka hitung lah ia (bilangan bulan Sya'ban atau bulan Ramadhan) menjadi 30 hari."
Dalam hadits tersebut, kata hilal dirangkai dengan kata ra-a yang dalam bahasa Arab memiliki arti melihat dengan mata dan mengetahui dengan keyakinan. Sehingga penampakan hilal haruslah terlihat jelas. Cahaya dari hilal harus terlihat dari bumi di awal bulan. Bukan sekedar pemikiran atau dugaan adanya hilal. Jika cahayanya tidak tampak, maka tidak bisa disebut hilal.
Atas dasar tersebut, maka hilal dapat disimpulkan sebagai cahaya bulan baru yang didahului proses ijtimak, bisa terlihat dengan mata, dan posisi bulan harus berada di atas ufuk.
2. Menentukan awal Ramadhan dengan rukyatul hilal.
BACA JUGA :
30 Resep masakan menu buka puasa Ramadhan, enak, praktis, mudah dibuat
foto: liputan6.com
Setelah mengetahui bahwa salah satu kriteria hilal adalah harus tampak dan cahayanya terlihat, maka Rasulullah SAW menyuruh kaum muslimin melakukan rukyah yakni melihat atau mengamati secara langsung. Karena itulah, kita mengenal istilah rukyatul hilal.
Di Indonesia sendiri, awal Ramadhan biasanya ditentukan dengan dua metode, yakni ilmu hisab dan rukyatul hilal. Hisab adalah menghitung, mengkalkulasi, dan mengukur pergerakan posisi hilal di akhir bulan yang dilakukan oleh ahli falak (astronomi). Jadi metode ini bisa digunakan untuk memperkirakan kapan hilal berada di posisinya dengan pendekatan yang rasional.
Sedangkan rukyatul hilal masih tergolong pendekatan empirik, yakni dengan mengamati tanda-tanda dari alam dan melihat hilal secara langsung. Biasanya, rukyatul hilal dilaksanakan pada hari ke-29 sesudah tenggelam matahari. Apabila hilal sudah terlihat, maka malam itu memasuki bulan baru. Sebaliknya jika hilal tidak terlihat, maka digenapkan 30 hari sehingga besok malamnya merupakan awal bulan tanggal 1.
Hal ini sudah sesuai dengan penanggalan Hijriyah berdasarkan peredaran bulan. Setiap bulannya, akan ada hilal yang muncul sebagai awal bulan dan akhir bulan. Karena bulan mengitari bumi selama 29,5 hari, maka dalam satu bulan hanya tersisa durasi waktu yakni 29 hari atau 30 hari.
Untuk mengamatinya kita perlu fokus sekitar 15 menit hingga 1 jam sebelum tenggelam. Hanya ada sekitar 1,25 persen saja bagian permukaan bulan yang terkena paparan sinar matahari. Karena itulah metode rukyatul hilal harus diamati dengan seksama menggunakan mata telanjang atau bisa juga dengan bantuan alat optik.
Sedangkan untuk posisinya ijtimaknya, ditandai dengan posisi bumi, bulan, dan matahari berada dalam garis lurus. Ketika melaksanakan rukyatul hilal, kita juga harus memperhatikan sudut adzimut dan sudut elogansi. Sudut adzimut adalah posisi bulan diatas matahari, sedangkan sudut elongasi adalah posisi bulan di arah kiri dan kanan matahari.
Hilal bisa terlihat setidaknya jika berada di sudut azimut lebih dari 2 derajat dari matahari. Jarak ideal mata telanjang bisa melihat hilal adalah 7 derajat. Lalu batas menggunakan alat optik batasnya pada sudut 3 derajat.