Brilio.net - Dua sejoli yang saling mencintai pasti ingin selalu bersama. Maka nggak heran jika mereka memutuskan untuk berpacaran.
Model berpacaran pun beragam, bisa bermesraan di sebuah cafe, nonton film berdua, atau berjalan-jalan di taman.
BACA JUGA :
6 Amalan ibadah bagi perempuan haid di bulan Ramadan
Nah, kalau di bulan Ramadan seperti ini, hukum pacaran gimana ya?
Berikut penjelasan Ustadz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, mengenai berpacaran di bulan Ramadhan yang dikupas dalam tanya jawab, seperti dilansir brilio.net dari Antara, Jumat (17/5).
Bagaimana hukumnya berpacaran saat menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan?
BACA JUGA :
Minum susu saat sahur bikin kenyang lebih lama, ini penjelasannya
Pertama-tama yang harus didudukkan masalahnya adalah tentang apa yang dimaksudkan dengan pacaran itu sendiri. Jika pacaran dipahami dengan berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya maka jelas hal ini diharamkan. Di antara dalilnya adalah hadits berikut ini:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali berkhalwat (berduaan) dengan perempuan yang bukan mahram karena yang ketiga di antara mereka adalah setan," (HR Ahmad).
Hadits ini mengandaikan bahwa seorang laki-laki yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan hari akhir dilarang untuk berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Bahkan, menurut Imam Abu Ishaq asy-Syirazi, shalat berdua dengan yang bukan mahram-pun dimakruhkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam kitab al-Muhadzdzab berikut ini:
"Dan dimakruhkan seorang laki-laki shalat dengan seorang perempuan ajnabiyyah karena didasarkan pada sabda Nabi SAW, Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan perempuan karena yang ketiga di antara mereka adalah setan." (Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafii, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, I, h. 98)
Menurut Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab bahwa yang dimaksud dengan makruh oleh Imam Abu Ishaq asy-Syirazi dalam konteks ini adalah makruh tahrim yang statusnya itu sama dengan haram.
"Yang dimaksud makruh (dalam pernyataan Abu Ishaq Asy-Syirazi di atas) adalah makruh tahrim. Hal ini apabila si laki-laki tersebut berduaan dengan seorang perempuan ajnabiyyah atau bukan mahramnya." (Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz IV, h. 173).
Dari sini dapat dipahami berduaan saja dengan lawan jenis yang bukan mahramnya bahkan sampai shalat berduaan dengannya saja pun itu diharamkan apalagi sampai berpandangan dengan mesra dan bergandengan tangan.
Lantas apakah hal itu dapat membatalkan puasa?
Bergandeng tangan dan memandang lawan jenis tidaklah membatalkan puasa. Namun dapat berujung puasanya tidak diterima di sisi Allah karena ia melakukan apa yang telah diharamkan sebagaimana penjelasan pada tulisan edisi sebelumnya mengenai soal mengumpat dan mencaci di medsos.
Lain ceritanya apabila dalam memandang kemudian menimbulkan syahwat sampai mengeluarkan air mani maka akan membatalkan puasa. Sebab, salah satu hal yang dapat membatalkan puasa adalah keluarnya mani.
Dalam kasus ini, menurut Syaikh Nawawi Banten, sepanjang hal itu menjadi kebiasaannya. Artinya seseorang yang secara kebiasaannya bila memandang lawan jenisnya menjadi terangsang lalu keluar air mani maka puasanya menjadi batal.
Demikian juga puasanya menjadi batal jika seseorang memandang lawan jenisnya kemudian merasa akan keluar mani tetapi ia tetap memandang sampai keluar maninya.
"Seandainya ia memperhatikan dengan seksama (sesuatu) atau memikirkannya kemudian keluar air mani maka puasanya tidak batal sepanjang keluar maninya tidak dari kebiasaannya sebab melihat atau membayangkannya. Jika tidak demikian maka keluarnya mani membatalkan puasa.
Dan jika ia merasa mani akan keluar sebab mamandangnya kemudian ia tetap memandang (menikmatinya) sehingga keluar mani maka dapat dipastikan membatalkan puasa." (Syekh Nawawi Al-Bantani, Nihayah az-Zain fi Irsyad al-Mubtadi`in, Bairut-Dar al-Fikr, tt, h. 187).
Demikian penjelasan singkat ini. Bagi orang yang berpuasa sudah sepatutnya untuk menghindari hal-hal yang dilarang dalam agama karena hal itu dapat menyebabkan puasanya menjadi sia-sia.