Brilio.net - Istilah fandom saat ini tentu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Tanah Air. Fandom sendiri merupakan kumpulan fans yang menggemari suatu topik atau objek tertentu seperti pop idol, games, manga, olahraga, hobi, dan bidang lainnya.
Di masa pandemi ini jumlah fandom sendiri mengalami peningkatan signifikan. Pertanyaan pun kemudian muncul tentang pengaruh fandom terhadap kehidupan fans. Alasan bagaimana dan mengapa fandom bisa merubah perilaku masyarakat ASEAN terutama Indonesia juga belum terjawab.
BACA JUGA :
5 Alternatif game asyik selain Mobile Legends ini cocok untuk si kecil
Menjawab pertanyaan di atas, Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) beserta Hakuhodo International Indonesia pun akhirnya melakukan riset yang bertajuk Into the Fandom: How tribes of fans will be the next power in society?.
Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) mendedikasikan diri membantu perusahaan dengan upaya pemasaran mereka di negara-negara ASEAN, serta mengamati gaya hidup baru yang muncul di kawasan yang dinamis ini dan berbagi ide tentang mereka.
HILL ASEAN memanfaatkan keahlian mengesankan yang telah dibangun Hakuhodo di sei-katsu-sha (istilah untuk orang holistik), Keahlian ini diasah dalam tiga puluh tahun sejak meluncurnya Institut Kehidupan dan Kehidupan Hakuhodo di Jepang pada 1981.
BACA JUGA :
Lebih mudah awasi si kecil saat bermain di halaman dengan CCTV Outdoor
HILL ASEAN menjabarkan hasil penemuannya dalam sebuah forum online pada Kamis (19/5). Organisasi ini mengungkap analisisnya akan kata-kata dan perilaku tentang "Mengapa ASEAN Sei-katsu-sha sangat antusias dengan fandom".
foto: HILL ASEAN
Ternyata, manfaat yang diperoleh ASEAN Sei-katsu-sha dari fandom tidak hanya kenikmatan murni, tetapi juga berbagai hal lainnya. Misalnya, mencakup cita-cita yang tidak dapat dipenuhi di dunia nyata, hubungan saling mendukung di luar keluarga, rasa memiliki, dan sebagainya.
Bahkan, berdasarkan riset yang dilakukan HILL ASEAN memperlihatkan jika fandom dapat mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik sebesar 81%. Selain itu, fandom juga memberdayakan penggemar untuk bertindak tidak hanya sebagai penerima tetapi juga sebagai produser dan pencipta.
Di ASEAN sendiri ada tiga fandom terbesar yakni K-Pop, games, dan memasak. Sementara di Indonesia sendiri tiga teratasnya adalah memasak, games, dan K-Pop.
Hill ASEAN mengambil kesimpulan bahwa bergabung dengan dunia fandom mempunyai aneka manfaat. Salah satunya adalah perasaan positif dan tentunya kesenangan. Ada juga manfaat perbaikan diri, perluasan pengetahuan, bersosialisasi, dan rasa memiliki.
Irfan Ramli, selaku CEO of Hakuhodo International Indonesia mengatakan jika fandom sebenarnya sudah menjadi tren sejak lama. Fandom sendiri pengaruhnya sangat besar untuk kalangan besar dan fenomenanya sangat global.
foto: HILL ASEAN
"Fandom yang terdiri dari kumpulan manusia menjadi inti keberhasilan dalam melakukan sesuatu ke depannya. ASEAN sendiri manifesto yang selalu dijaga," jelas Irfan Ramli saat forum online berlangsung, Kamis (19/5).
Dari hasil penelitian tersebut, Devi Attamimi selaku Institute Director, Hakuhodo Institute of Life and Living (HILL ASEAN) & Executive Director Strategy, Hakuhodo International Indonesia mengatakan jika nilai fandom di ASEAN sangat berbeda dengan Jepang, yang disurvei sebagai perbandingan.
Di Jepang, seseorang bergabung dengan fandom menjadi tidak terhubung dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan penikmat fandom di negara ASEAN lainnya yang malah bergabung dengan fandom untuk bertemu dengan orang lain yang bertujuan sama.
foto: HILL ASEAN
"Justru di Jepang seseorang bergabung fandom agar tidak terhubung dengan lingkungannya," jelas Devi Attamimi.
Devi menambahkan bahwa bergabung dengan fandom membuat orang merasa melakukan sesuatu yang penting dan tidak takut dihakimi orang lain. Fandom membuat seseorang merealisasikan eksistensi dirinya.
"Fandom memberikan sebuah ruangan yang tidak dia dapatkan di kehidupan sehari-hari makanya kaya sebuah utopia, fandom menjadikan ASEAN dapat membuka ekonomi untuk manifesting,' jelas Devi Attamimi.