Brilio.net - Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah. Masyarakat muslim begitu menantikan bulan suci ini. Apalagi diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan lamanya. Selain berpuasa, banyak ibadah lain yang bisa dilakukan. Mulai dari membaca Alquran, bersedekah, menuntut ilmu dan lain-lain.
Selain itu, hal yang paling istimewa di bulan Ramadan adalah malam Lailatul Qadar. Umat Islam meyakini bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Malam ganjil yang diyakini datang di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ini merupakan waktu yang diharapkan oleh seluruh umat Islam. Karena apabila kita melakukan amal kebaikan pada malam itu, seolah-olah kita telah melakukan ibadah yang nilainya setara dengan 1.000 bulan atau 83 tahun.
BACA JUGA :
Bagaimana hukum berpacaran saat berpuasa? Ini penjelasannya
Keinginan untuk mendapatkan hikmah dan berkah Lailatul Qadar ini bukanlah sesuatu yang tidak beralasan. Rasulullah Saw sendiri menyeru kepada umatnya untuk menyongsong malam seribu bulan ini.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, "Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya." (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).
Malam yang istimewa itu masih merupakan tanda tanya, dan tidak diketahui secara pasti kapan datangnya. Namun menjelang akhir Ramadan, Rasulullah SAW biasanya lebih fokus beribadah, terutama sepuluh malam terakhir. Hal tersebut sebagaimana yang disebutkan Aisyah:
BACA JUGA :
6 Amalan ibadah bagi perempuan haid di bulan Ramadan
"Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih fokus beribadah, mengisi malamnya dengan dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah," (HR Al-Bukhari).
Brilio.net melansir dari laman NU Online, dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah SAW sedang duduk itikaf semalam suntuk pada hari-hari terakhir bulan suci Ramadan. Para sahabat pun tak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah.
Ketika Rasulullah berdiri shalat, para sahabat juga menunaikan shalat. Ketika beliau menegadahkan tangannya untuk berdoa, para sahabat pun serempak mengamininya. Saat itu langit mendung tidak berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi masjid. Dalam riwayat tersebut malam itu adalah malam ke-27 dari bulan Ramadan.
Disaat Rasulullah Saw dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Masjid yang tidak beratap itu menjadi tergenang air hujan. Salah seorang sahabat ada yang ingin membatalkan shalatnya, ia bermaksud ingin berteduh dan lari dari shaf, namun niat itu digagalkan karena dia melihat Rasulullah Saw dan sahabat lainnya tetap sujud dengan khusuk tidak bergerak.
Air hujan pun semakin menggenangi masjid dan membasahi seluruh tubuh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang berada di dalam masjid tersebut. Akan tetapi, Rasulullah dan para sahabat tetap sujud dan tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya.
Beliau basah kuyup dalam sujud. Namun, sama sekali tidak bergerak. Seolah-olah beliau sedang asyik masuk kedalam suatu alam yang melupakan segala-galanya. Beliau sedang masuk kedalam suatu alam keindahan dan sedang diliputi oleh cahaya Ilahi.
Beliau takut keindahan yang beliau saksikan ini akan hilang jika beliau bergerak dari sujudnya. Beliau takut cahaya itu akan hilang jika beliau mengangkat kapalanya. Beliau terpaku lama sekali di dalam sujudnya. Beberapa sahabat ada yang tidak kuat menggigil kedinginan. Ketika Rasulullah mengangkat kepala dan mengakhiri salatnya, hujan pun berhenti seketika.
Anas bin Malik, sahabat Rasulullah bangun dari tempat duduknya dan berlari ingin mengambil pakaian kering untuk Rasulullah SAW. Namun beliau pun mencegahnya dan berkata "Wahai anas bin Malik, janganlah engkau mengambilkan sesuatu untukku, biarkanlah kita sama-sama basah, nanti juga pakaian kita akan kering dengan sendirinya."