Brilio.net - Rina (bukan nama sebenarnya) tengah asyik melukis di atas kanvas kecil. Dengan kemampuan yang dimilikinya, kuas dan beberapa warna cat dipadukannya menjadi sebuah gambar. Meski tanpa senyum, dia mengaku sangat senang bisa mengikuti kegiatan ini. Bersama sang ibu, bocah berusia 9 tahun itu datang ke Achieve Art Space, sebuah kegiatan yang diadakan oleh Yayasan Sahabat Kanker Cilik.
Rina merupakan salah seorang penderita Leukemia, kanker darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi sumsum tulang. Sebagai informasi, sumsum tulang adalah pabriknya sel darah dalam tubuh manusia, termasuk sel darah putih. Menurut Nation Library of Medicine, pada kondisi normal, sumsum tulang memproduksi sel darah putih yang sehat untuk melawan infeksi. Namun pada leukemia, sumsum tulang malah memproduksi sel darah putih abnormal dalam jumlah banyak. Sel abnormal ini tidak berfungsi dengan baik dan mendesak sel darah sehat yang seharusnya diproduksi.
BACA JUGA :
Andry Priyanta 'Ngatmombilung': Dari buruh pabrik, mekanik sepeda, barista, sampai jadi musisi
Ketika saya menanyakan kapan penyakit itu mulai diderita Rina, sang ibu mengatakan bahwa Rina sudah mengalaminya sejak usia 5 tahun. Berbagai pengobatan telah dijalani. Sang ibu bersyukur anaknya memperlihatkan banyak perubahan dari hari ke hari. Kini kondisi Rina sudah semakin membaik.
Ketika hadir di cara tersebut, saya melihat anak-anak yang lain begitu antusias mengikuti setiap rangkaian acara. Didampingi orang tua masing-masing, mereka tampak asik menuangkan imajinasinya di atas kanvas.
Jujur, melihat mereka yang berjuang melawan kanker, membuat saya terenyuh. Di sisi lain, saya juga merasa bangga, karena mereka begitu tenang melawan penyakit yang dideritanya, semangat mereka tidak kendur. Begitu juga rasa bangga saya terhadap orang tua mereka, yang selalu setia mendampingi anaknya dengan hati yang tegar.
BACA JUGA :
Kisah hidup Dodok, dari anak jalanan, pengamen, hingga jadi komika di usia senja
Yayasan Sahabat Kanker Cilik
Yayasan Sahabat Kanker Cilik adalah sebuah komunitas bergerak memberi dukungan dan kasih sayang kepada anak-anak yang mengidap kanker. Secara resmi Yayasan ini berdiri di Yogyakarta pada Januari 2023. Kini sudah setahun lebih usianya. Sepanjang berdirinya, sudah banyak anak-anak melawan kanker yang dibantu. Yolanda Putri Sirait, salah seorang pendiri bercerita, awal mula bagaimana dia tergerak untuk membantu anak-anak kanker.
Wanita yang kerap disapa Olla ini merupakan lulusan Universitas Atma Jaya. Pada 2018, dia sudah bergerak sebagai penyalur bersama rekannya bernama Bayu. Olla sering membagi-bagikan susu dan barang lain yang sekiranya dibutuhkan oleh pasien di Rumah Sakit Sardjito. Saat itu, dia masih bergerak di bawah yayasan yang bernama Lentera Sahabat.
RS Sardjito, memang merupakan salah satu rumah sakit yang menangani kanker di Indonesia. Sebab, secara fasilitas, rumah sakit ini terbilang lengkap, seperti kemoterapi, radiasi, bedah onkologi dan transplantasi sumsum tulang. Karena itu banyak masyarakat yang terkena kanker di bawa ke Yogyakarta untuk berobat di RS Sardjito.
"Jadi sebagai penyalur. Menyalurkan bantuan ke rumah sakit. Bangunnya dari mungkin sekitar 2018 kali ya," ujar Olla.
Karena itu, selain sebagai penyalur untuk pasien-pasien tersebut, Olla berniat menyediakan rumah singgah. Tujuannya, agar pasien yang berasal dari luar kota tidak kebingungan untuk mencari tempat tinggal sementara di Yogyakarta. Olla bermaksud untuk menyediakannya secara gratis.
Bersama rekannya, dia menggunakan uang pribadi dan mengumpulkannya secara perlahan. Saat itu, Olla sanggup menyewa sebuah rumah di Jalan Damai area Palagan. Perjalanan membantu pasien ini sesuai dengan yang direncanakan. Banyak penderita kanker khususnya anak-anak bersama orang tua mereka bisa menginap sebentar di rumah tersebut. Namun rumah singgah itu tutup pada 2020.
Bukan tanpa alasan, gerakan tersebut dioperasikan secara pribadi. Olla mengatakan mereka belum memiliki relawan saat itu. Selain karena Covid, Olla pun sudah disibukkan dengan pekerjaan profesional. Belum lagi ada masalah-masalah internal yang sedang mereka alami. Sehingga, program rumah singgah ini sempat tidak berjalan dengan baik.
Olla bertemu dengan Jonathan, adik kelasnya sewaktu berkuliah di Universitas Atmajaya. Kepada saya, Jonathan mengaku bertekad untuk menghidupkan kembali rumah singgah tersebut. Apalagi, rumah sudah terlanjur disewa. Sungguh sangat sayang jika tidak dipergunakan dengan baik.
"Vakum dulu, baru kita bentuk seperti biasanya. Karena memang sayang nih, vakum nih mas, maksudnya sudah ada rumah sewa nih. Kan sayang kalau nggak dipakai. Saya inisiatif lah, kita bangun lagi," ujar Jonathan.
Jonathan juga sering bergerak di pelayanan sosial. Apalagi menurutnya, kegiatan sosial ini juga bagian dari keagamaan. Bersama Olla mereka sepakat untuk membangun yayasan baru. Dibentuklah Yayasan bernama YSKC (Yayasan Sahabat Kanker Cilik).
Setelah di Palagan, YKSC kini punya rumah singgah di dekat area Janti tepat di tepi rel. Secara fungsi masih sama, yaitu mempersilahkan pasien serta keluarganya yang dari luar kota tinggal secara gratis. Selain itu, rumah singgah tersebut juga dipergunakan sebagai basecamp kegiatan kerelawanan.
Olla mengaku, dia memang tak bisa bergerak sendiri. Saat itu, Olla membutuhkan bantuan Jonathan untuk membangun kembali niat baik yang sebelumnya sudah berjalan. Di sini terjadi kerjasama di antara keduanya. Dengan kemampuan manajerial yang Olla punya, serta pengalaman membangun sistem dari Jonathan, akhirnya YSKC resmi berdiri pada Januari 2023.
Jadi bangun sistem tu betul-betul kekurangan, aku nggak bisa. Nah ketemu mas Jonathan dia punya pengalaman kolaborasi tuh. Aku dari segi pengelolaan dia dari segi bangun sistemnya, ujar Olla.
Buat Olla dan Jonathan, yang menjadi alasan kepeduliannya adalah persepsi masyarakat tentang kanker. Menurut Jonathan, masih banyak orang yang tidak ingin berbaur kepada penderita kanker. Terlebih anak-anak yang masih butuh bermain dengan teman. Padahal, kanker bukanlah penyakit menular.
Kadang gini, mas. Persepsi orang itu tentang penyakit kanker itu kadang bisa disama ratakan dengan penyakit menular. Kami mau buat masyarakat supaya tahu sedikitlah, kalau kanker itu tidak menular. Kita justru bisa dukung mereka dan tidak berbahaya, ujarnya.
Sejatinya, penyakit kanker ini memang sudah mendapat stigma tidak baik sejak zaman dahulu. Penelitian yang berjudul Identity threat and stigma in cancer patients mengatakan bahwa pada 1961, hampir 90 persen dokter di rumah sakit Amerika melaporkan bahwa mereka memilih untuk tidak memberitahu pasien bahwa mereka mengidap kanker, karena hal itu dapat membahayakan penderita tersebut.
Meski sudah banyak dokter yang berani memberitahu penyakit kanker kepada pasiennya, stigma tersebut tidak bisa hilang. Stigma kanker jadi tergantung pada apakah identitas pasien merasa terancam oleh diagnosis tersebut. Pemahaman modern tentang stigma kanker harus fokus pada bagaimana pasien merasa dilihat oleh orang lain, bagaimana mereka memahami situasi sosial mereka, serta tujuan dan motivasi pribadi mereka.
Pasien kanker cenderung merasakan dan menginternalisasikan stigma dalam situasi dimana penyakit mereka mungkin menjadi sumber ancaman identitas. Meskipun diskriminasi terang-terangan sudah semakin tidak dapat diterima secara sosial, respons yang lebih halus seperti penghindaran, isolasi, hambatan terhadap pengobatan, dan kemungkinan dikucilkan masih tetap ada.
Meskipun dukungan sosial sangat penting bagi pasien dan penyintas kanker, rasa takut sering kali mengganggu kemampuan mereka untuk menerima dukungan. Penelitian menunjukkan bahwa ketakutan yang kuat terhadap kanker mengakibatkan penghindaran dan rendahnya dukungan sosial bagi penderita kanker. Takut reaksi negatif dari orang lain dapat membuat pasien enggan membicarakan diagnosis mereka dan mencari dukungan atau bantuan medis yang diperlukan.
Karena mereka baru lahir nih. Nggak tahu apa-apa. Kan tahunya kalau anak-anak kan main. Seneng, Jangan sampai mereka makin drop. Jangan sampai adik-adik ini punya pemikiran seperti itu, kata Jonathan