Brilio.net - Banyuwangi benar-benar berbenah dalam pembangunan daerahnya. Tak semata membangun infrastruktur secara asal, pemerintahnya berkomitmen membangun daerah yang memiliki peran fungsional, bernilai estetis, dan berkelanjutan.
Seperti diketahui, beberapa waktu belakangan Banyuwangi melakukan pengembangan sejumlah ruang publik dan bangunan. Kerennya, pengembangan ini mengedepankan visi arsitektural.
BACA JUGA :
Promosi wisata di Malaysia, Tari Gandrung Banyuwangi tuai pujian
"Banyuwangi menjadikan arsitek dan arsitektur sebagai bagian integral pembangunan daerah karena ingin bangunan publik tak hanya fungsional, tapi juga estetis dan berkelanjutan. Sekaligus jadi destinasi wisata yang memberi manfaat sosial-ekonomi ke warga," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas seperti dikutip Brilio.net dari Merdeka, Senin (18/3).
Tak mengherankan bila akhirnya pemerintah Kabupaten Banyuwangi bisa menggaet deretan arsitek papan atas Tanah Air untuk mempercantik daerahnya. Para arsitek seperti Andra Matin, Yori Antar, Adi Purnomo, Budi Pradono, Denny Gondo, dan Gregorius Supie justru datang menawarkan diri membantu Banyuwangi berbenah.
"Kalau bayar profesional, kita enggak kuat. Tapi karena persahabatan, mereka senang ada pemerintah daerah yang concern melibatkan arsitek, mereka mau bantu," terang Anas.
BACA JUGA :
3 Cara Bupati Banyuwangi tingkatkan kualitas SDM 2020
Sinergi antara pemerintah Kabupaten Banyuwangi beserta jajaran arsitek ini telah membuahkan hasil nyata. Mereka mendesain mulai terminal Bandara Banyuwangi yang menjadi terminal hijau pertama di Indonesia, terminal pariwisata terpadu, fasilitas olahraga, pendopo, tempat ibadah, ruang terbuka hijau, lembaga pendidikan, hingga hotel.
Terobosan cemerlang kerja sama antara pemerintah dan arsitek dalam pembangunan di Banyuwangi ini ternyata menarik perhatian penulis spesialis arsitektur, Imelda Akmal, untuk membuat buku.
Melalui buku berjudul Banyuwangi Now, Imelda Akmal dan tim ingin berbagi inspirasi bagaimana kemajuan pembangunan Banyuwangi bisa seperti sekarang berkat kerja sama dengan para arsitek. Menurutnya, ini belum banyak dilakukan daerah lain.
"Banyak hal yang bisa didapat dari buku ini tentang ide ruang publik. Misalnya, terminal bandara tidak harus melulu ber-AC, buktinya Bandara Banyuwangi yang hemat energi tetap sejuk dengan memanfaatkan kolam dan angin yang ada di sekitarnya," jelas Imelda yang telah 16 tahun menggeluti publikasi arsitektur.
Sonny Sandjaya, salah seorang tim penyusun buku, menambahkan, buku ini penting dibaca para pemangku kebijakan lainnya, termasuk kepala daerah.
"Cara Bupati Banyuwangi Azwar Anas me-rebranding daerahnya dengan melibatkan arsitek patut diketahui kepala daerah lain. Ini terbukti, begitu arsitek Andra Matin mendesain bandara di sini, banyak kepala daerah yang terinspirasi. Kami ingin inspirasi itu terus meluas, antara lain lewat buku ini," terang Sonny.
"Tidak seperti kota besar seperti Bandung yang telah sejak lama dikenal dengan arsitekturalnya, Banyuwangi benar-benar memulainya dari nol dan berhasil. Succes story inilah yang patut disebarluaskan," imbuhnya.
Buku setebal 160 halaman yang diterbitkan Penerbit IMAJI Jakarta tersebut telah diperkenalkan saat Festival Arsitektur Nusantara di Banyuwangi, yang dihadiri 380 arsitek dan peminat arsitektur dari berbagai daerah pada 14-15 April 2019 kemarin.
Anas berharap, buku ini semakin mendorong pengembangan daerah ke depan.
"Tentu tidak boleh berhenti di sini, masih ada rencana pengembangan lain yang Insya Allah semakin memajukan daerah," pungkasnya.