Brilio.net - Pepatah mengatakan, masa sulit selalu melahirkan orang-orang hebat. Hal inilah yang terjadi di tengah kecamuk konflik bersenjata di Gaza. Meski perang menghasilkan kehancuran, kesedihan dan dendam, masa krisis ini nyata melahirkan sosok brilian yang kemudian jadi buah bibir karena prestasi yang dilakukannya baru-baru ini.
Dia adalah Hussam Al-Attar, remaja 15 tahun yang dijuluki sebagai 'Newton dari Gaza' setelah berhasil menciptakan listrik dari angin menggunakan peralatan sederhana selama di pengungsian.
BACA JUGA :
Kisah cinta unik, Abby Hensel wanita kembar siam menikah dengan veteran Angkatan Darat AS
Dengan bermodal bantuan turbin angin tua, Hussam mampu menciptakan pembangkit listrik dan berhasil menerangi pengungsian di Rafah, Jalur Gaza selatan yang tengah diblokade Israel.
BACA JUGA :
Momen 'manusia air mancur' pecahkan rekor dunia, mampu keluarkan air dari mulutnya 6 menit nonstop
Dilansir brlio.net dari laman middleeastmonitor.com, Selasa (2/4), diketahui Hussam merupakan siswa Sekolah Jabel Mukaber di Gaza utara sebelum Israel melancarkan serangan dahsyat di wilayah yang terkepung pada tanggal 7 Oktober.
Dia dan keluarganya kehilangan tempat tinggal setelah daerahnya Beit Lahia ke Al-Nasr dibombardir dan porak-poranda akibat serangan militer.
Hussam bersama keluarga mengungsi ke Khan Yunis dengan berjalan kaki, hingga tiba di Rafah dekat perbatasan Mesir yang dijadikan tempat pengungsian.
"Saya melihat keponakan kembar saya dan hanya melihat ketakutan di mata mereka. Mereka merasa kesepian dalam kegelapan di dalam tenda. Jadi saya pikir bawalah kegembiraan bagi mereka, dan terangi tempat ini," kata Hussam kepada Quds Press dikutip dari middleeastmonitor.com.
Sebelumnya, selama 20 hari, kamp pengungsi Rafah diketahui tanpa listrik. Dari situ terpikir ide oleh Hussam bagaimana menghasilkan energi listrik untuk menerangi tenda-tenda pengungsi warga Gaza di Rafah.
"Ide memanfaatkan cuaca dingin telah menginspirasi saya untuk mengubahnya menjadi sumber kehangatan dan panas," kata Hussam Al-Attar.
Saat memulai eksperimennya, Hussam awalnya hanya bermodal kipas angin tua yang dia bawa untuk dapat menghilangkan kegelapan di kamp. Dia merakit kipas tua tersebut untuk diubah menjadi energi kinetik dari angin menjadi energi listrik .
Upaya pertamanya gagal dan dibutuhkan tiga kali percobaan agar ide tersebut berhasil. Turbin itu digunakan Hussam untuk menghasilkan listrik dengan dipasang di salah satu tiang besi di dalam kamp.
"Saya berhasil menerangi tempat itu sesekali, karena tempat itu menyala ketika ada angin, dan ketika angin melambat, kegelapan menyelimuti kamp," katanya.
Hussam mencatat bahwa sebelum pecahnya perang, dia mampu membuat lampu bawah air dan ritsleting pengaman untuk penutupan pintu nirkabel.
"Para pengungsi di kamp menjuluki saya 'Newton dari Gaza', sebagai penghargaan atas upaya saya menerangi tempat pengungsian ini. Tapi saya tetap ingin belajar," Kata Hussam.
Sementara itu, ibu Hussam mengaku bangga dengan putranya. Dia mengatakan anaknya memang menyukai sains dan kerap melakukan eksperimen sejak kecil di rumahnya.
"Dia berbakat sejak usia muda. Dia suka bermain-main dengan segala sesuatu yang dia bisa dapatkan, dan dia membuat sesuatu yang berguna, dan keluarga-keluarga juga meminta bantuannya untuk memperbaiki peralatan listrik mereka," katanya.
"Ini adalah generasi Palestina yang tidak akan terkalahkan. Ini adalah generasi yang mencari kehidupan di tengah kegelapan dan kematian," ujarnya.
"Saya menyukai kehidupan, dan saya menyukai detailnya. Saya ingin menjadi seorang penemu dan Palestina tidak mungkin mati dalam diri saya," kata Hussam.
Dia berharap Hussam dapat menjadi seorang penemu hebat yang akan memberikan manfaat bagi komunitas dan perjuangannya.