Saat memulai eksperimennya, Hussam awalnya hanya bermodal kipas angin tua yang dia bawa untuk dapat menghilangkan kegelapan di kamp. Dia merakit kipas tua tersebut untuk diubah menjadi energi kinetik dari angin menjadi energi listrik .
Upaya pertamanya gagal dan dibutuhkan tiga kali percobaan agar ide tersebut berhasil. Turbin itu digunakan Hussam untuk menghasilkan listrik dengan dipasang di salah satu tiang besi di dalam kamp.
BACA JUGA :
Kisah cinta unik, Abby Hensel wanita kembar siam menikah dengan veteran Angkatan Darat AS
"Saya berhasil menerangi tempat itu sesekali, karena tempat itu menyala ketika ada angin, dan ketika angin melambat, kegelapan menyelimuti kamp," katanya.
Hussam mencatat bahwa sebelum pecahnya perang, dia mampu membuat lampu bawah air dan ritsleting pengaman untuk penutupan pintu nirkabel.
"Para pengungsi di kamp menjuluki saya 'Newton dari Gaza', sebagai penghargaan atas upaya saya menerangi tempat pengungsian ini. Tapi saya tetap ingin belajar," Kata Hussam.
BACA JUGA :
Momen 'manusia air mancur' pecahkan rekor dunia, mampu keluarkan air dari mulutnya 6 menit nonstop
Sementara itu, ibu Hussam mengaku bangga dengan putranya. Dia mengatakan anaknya memang menyukai sains dan kerap melakukan eksperimen sejak kecil di rumahnya.
"Dia berbakat sejak usia muda. Dia suka bermain-main dengan segala sesuatu yang dia bisa dapatkan, dan dia membuat sesuatu yang berguna, dan keluarga-keluarga juga meminta bantuannya untuk memperbaiki peralatan listrik mereka," katanya.
"Ini adalah generasi Palestina yang tidak akan terkalahkan. Ini adalah generasi yang mencari kehidupan di tengah kegelapan dan kematian," ujarnya.
"Saya menyukai kehidupan, dan saya menyukai detailnya. Saya ingin menjadi seorang penemu dan Palestina tidak mungkin mati dalam diri saya," kata Hussam.
Dia berharap Hussam dapat menjadi seorang penemu hebat yang akan memberikan manfaat bagi komunitas dan perjuangannya.