Cerita di balik garis perbatasan yang melengkung
Awalnya, garis pembatas tersebut ternyata memang dibuat lurus. Namun pada suatu waktu, di bagian selatan perbatasan, terjadi kasus yang mengerikan yang diperbuat oleh orang-orang suku pedalaman.
BACA JUGA :
Kunjungan Jokowi ke Natuna mendapat perhatian luas media asing
Kasus tersebut adalah praktek headhunting atau perburuan kepala oleh orang-orang suku pedalaman tersebut. Banyak pihak Inggris yang menjadi korban pemenggalan kepala saat itu.
Dilansir dari kanal YouTube Mr Frestea, para ahli mempunyai teori bahwa praktek tersebut dilakukan oleh orang lokal Papua di daerah selatan untuk mencari kekuatan jiwa.
Mereka menjadikan kepala buruannya dipajang pemukiman. Mereka karena diyakini akan menghasilkan materi jiwa dan kekuatan kehidupan. Praktek tersebut cukup membuat resah pemerintah kolonial Inggris kala itu. Mereka pun merancang solusi agar pihaknya terhindar menjadi korban setiap kali berpatroli.
BACA JUGA :
Gerbang perbatasan Indonesia bakal megah, keren!
Pada 1893, Inggris sempat melakukan pembasmian pada suku tersebut. Namun Inggris cukup kesulitan melawan orang-orang dari suku pedalaman itu mengingat medan hutan yang sangatlah lebat dan keberadaan mereka yang sulit terdeteksi.
Selain itu, Inggris merasa tidak leluasa karena tak bisa melewati perbatasan wilayah Belanda secara ilegal. Alhasil, Inggris mengajak pihak Belanda untuk membuat kesepakatan ulang tentang perbatasan wilayah jajahan mereka.
foto: YouTube/Mr Frestea
Keduanya menyepakati perbatasan di bagian tengah akan digeser melengkung, menyesuaikan bentuk sungai Fly. Meski kesepakatan itu membuat wilayah Belanda berkurang, Inggris membuat kompensasi dengan menarik mundur garis perbatasan di bagian selatan.
Berkat kesepakatan itu, Inggris menjadi leluasa berpatroli dengan kapal menyusuri sungai Fly tanpa harus melewati perbatasan Belanda. Dengan berpatroli di atas sungai, Inggris jadi lebih mudah bermanuver melawan suku pemenggal kepala tersebut.