Brilio.net - Masih ingat dengan kejadian pilu meninggalnya seorang mahasiswi di Yogyakarta di tengah beban biaya UKT yang harus dibayarkan beberapa waktu lalu? Selama berkuliah di Jogja, ia bekerja untuk membiayai kuliahnya hingga akhirnya mengembuskan napas terakhir.
Kejadian dan kisah perjuangan mahasiswi tersebut rupanya membuat hati seorang pemuda yang bernama Evan kagum dan terketuk untuk membuat program Nasi Darurat Jogja. Tidak hanya itu saja, pemuda yang berasal dari Wonosari, Gunungkidul ini juga memiliki pengalaman pribadi mengalami kesulitan ekonomi hingga tidak bisa beli makan pada Desember 2022 lalu.
BACA JUGA :
Pedagang ini berikan donat ke bule yang ngaku tak punya uang, endingnya dapat rezeki nomplok
Selama tiga hari tidak makan nasi, Evan merasa sedih hingga tidak bisa tidur. Ia pun sempat berniat untuk menjual barangnya yang tidak seberapa, namun tak sampai hati. "Hingga akhirnya datanglah membantu seorang teman yang sudah lama tidak berkomunikasi, " ucapnya saat ditemui brilio.net, kemarin
Dan beruntungnya, sang teman mengajaknya makan dan Evan pun menceritakan kondisinya tersebut. Kemudian temannya memberi bantuan selama tiga hari hingga akhirnya ia mendapatkan pemasukan lagi. Dari situ tercetus niat Evan untuk berbagi lewat Nasi Darurat Jogja.
"Setelah punya pemasukan, bulan berikutnya, Januari 2023 aku mikir mau ngapain lagi sih? Kalau punya uang juga anti pasti habis lagi, daripada habis gak jelas mending buat bantuin orang-orang yang mengalami seperti aku, trus keterusan deh sampai sekarang," terang Evan.
BACA JUGA :
Rela ubah penampilan, 7 seleb ini donasikan rambutnya untuk penderita kanker
Memulai aksi lewat Twitter dan masak sendiri.
foto: Twitter/@nasidaruratJogj
Melalui akun Twitter pribadinya yang kini diubah nama menjadi @nasidaruratJogj, program tersebut telah berlangsung sejak 14 Januari 2023 lalu. Sesuai tagline-nya, "What you eat, what i eat, apa yang kamu makan, apa yang saya makan", program tersebut sukses mencuri perhatian warganet.
foto: Twitter/@nasidaruratJogj
Evan menegaskan bahwa nasi darurat bukan nasi gratis yang diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak bisa membeli makan, terutama anak kost dari perantauan. "Ya gratis, tapi darurat. Standarnya itu diriku sendiri, yang pas ngalamin hal itu kemarin," jelas Evan.
Saat memulai program ini Evan memilih untuk masak sendiri, dengan modal sebesar Rp50.000 ia membuat nasi, sayur dan lauk yang dijadikan 12 bungkus. Untuk mengantarkannya pun pria berusia 26 tahun ini menggunakan sepeda miliknya.
"Sore belanja, sampai kos langsung masak. Selesai masak jam 10 malam, bungkusin, lalu antar jam 11. Waktu itu dari Maguwo ke Kota Gede pakai sepeda. Sampai kos jam setengah 1 pagi. Masih kepikiran lagi belum nyuci peralatan masak tadi. Nah, itu malah bikin trauma karena kelelahan," ungkapnya.
Untuk sekarang sistem pengantaran nasi darurat ini juga lebih mudah dengan adanya relawan dan memilih membeli nasi di warung terdekat dari lokasi orang yang dibantu. Selama program ini berlangsung terhitung ada sebanyak 25 orang yang menawarkan diri lewat Twitter. Namun, kini yang masih aktif hanya sekitar 5 orang.
Mengenai alur program nasi daruratnya tersebut, tahap pertama adalah Evan akan meminta lokasi dan mengelompokkannya kontak yang berdekatan. Setelah itu, barulah ia mendistribusikan kontak-kontak itu kepada relawan yang mengantar makanan.
Iamulai mendata lokasi dari chat yang masuk pukul 16.00-17.00. Setelah dipetakan areanya, relawan pun mulai jalan paling lambat sebelum jam 19.00. Nasi bungkusnya pun langsung dibeli dekat dengan lokasi yang mau didatangi, sehingga masih baru dan hemat waktu. Per bungkus dibatasi Rp10 ribu.
Kini, program nasi daruratnya sehari rata-rata bisa habis Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta untuk beli makan dan bensin relawan. Sebelum viral, ia mengatakan hanya menghabiskan Rp 400-500 ribu sehari.
Seiring berjalannya program ini, Evan juga ingin bisa tepat sasaran dalam pemberian nasi darurat. Karena aksi ini merupakan cerminan dari dirinya, maka ia berpikir untuk membatasi memberi makan darurat kepada orang yang sama maksimal 4 kali.
foto: Twitter/@nasidaruratJogj
Tidak selalu dalam bentuk nasi, saat ini untuk memudahkan sistemnya, Evan juga membantu berupa sembako dan dana yang dikirim melaluiQRIS. Bahkan tidak jarang juga ada yang menghubungi dari luar kota Yogyakarta seperti Makasar, Palangkaraya, dan Aceh untuk meminta pertolongan.
"Kalau bisa masak di kos dikirim sembako. Untuk sembako range maksimal Rp50.000 untuk bertahan 5 hari. Ini biasanya untuk keluarga atau satu kos 2 orang, biasa. Kadang setelah mendengar ceritanya memilih memberi mi atau beras sama sarden," cerita Evan.
Dinotice Jefri Nichol hingga donasi bermunculan
Bermula dengan modal pribadi, kini telah banyak yang berdonasi untuk program Nasi Darurat Jogja. Hal ini tentu saja kekuatan dari media sosial. Lewat akun twitter pribadinya, Evan mempromosikan programnya hingga tidak disangka viral dan banyak yang menghubunginya.
Semenjak viral tersebut pun mulai banyak donasi yang masuk hingga akhirnya Evan masukkan ke kas. Aksi Nasi Darurat Jogja yang dilakukan Evan ini pun sempat dinotice Jefri Nichol. Aktor tampan ini memposting ulang program tersebut lewat Instagram Storynya. Walhasil Nasi Darurat pun semakin dikenal dan kian banyak yang memberikan donasi
foto: Twitter/@nasidaruratJogj
"Nggak nyangka bakal seramai ini. Bangun pagi sekitar 200 chat masuk dan konsisten selama 2 minggu. Seminggu bisa 4 juta dananya, untung udah ada kas," ungkap Evan.
Menghargai semangat para perantau, Evan masih terus bersemangat dan memaksimalkan untuk menolong orang yang memang tengah mengalami kondisi darurat seperti dirinya dulu. Tetapi, Evan tentu saja memiliki harapan agar tidak ada orang lagi yang mengalami kondisi tersebut.
"Harapannya ya udah nggak ada yang minta tolong lagi, ya kaya rumah sakit, orang inginnya sembuh, nggak ada yg sakit," kata Evan.
Harapan Evan
foto: Twitter/@nasidaruratJogj
Nantinya, jika benar-benar program Nasi Darurat ini telah berakhir, Evan ingin melanjutkan dengan membuat sebuah komunitas. Dengan adanya komunitas, diharapkan dapat menjadi sarana untuk berdiskusi.
"Pengen bikin kayak komunitas untuk bisa sharing dana supaya bukan hanya untuk makan saja. Mungkin bikin seminar atau konseling dengan mengundang pembicara gitu, tapi masih sebatas ide saja sih," ungkap Evan.
Melakukan program ini benar-benar karena kekagumannya pada anak perantauan, Evan pun menolong tapi tetap peduli dengan dirinya sendiri.
"Awal-awal sempat sakit hingga drop karena masih semangat, jam berapa pun diantar. Sekarang lebih peduli dengan diri sendiri, buat apa menolong orang kalo diri sendiri sakit. Tapi untungnya sekarang terbantu dengan QRIS jadi misal jam berapa masih on ya di bantu lewat QRIS," jelas Evan.